RUU KUHP Membawa Indonesia Langgar Hak Asasi Manusia

Tidak semua yang berdosa menurut paham agama harus diadopsi oleh negara dengan ganjaran hukum penjara. Biarkan penganut agama menjalankan keyakinannya.

Sabtu, 21 September 2019 | 18:01 WIB
0
646
RUU KUHP Membawa Indonesia Langgar Hak Asasi Manusia
RUU KUHP (Foto: Sindonews.com)

Untung saja Presiden Jokowi meminta pengesahan RUU KUHP ditunda. Jika tidak, Jokowi, berserta pimpinan DPR dan ketua umum partai politik akan dicatat sejarah sebagai pemimpin dan politisi yang membawa Indonesia melanggar hak asasi manusia.

Aneka studi soal Indonesia 20 tahun mendatang akan menjadikan Indonesia sebagai kasus yang unik. Bagaimana mungkin sebuah negara di era modern, dengan begitu banyak kaum cerdik pandai, dengan begitu terbukanya akses informasi, bisa mengesahkan RUU KUHP, yang melanggar hak asasi manusia?

Megawati, Airlangga Hatarto, Prabowo, Susilo Bambang Yudhoyono, Surya Paloh, bersama ketua umum parta lain akan abadi tercatat dalam sejarah. Di era leadership mereka, Indonesia dibawa melawan jarum jam sejarah, pergi ke masa silam. Mereka akan dicatat dengan tinta hitam.

Untunglah Jokowi meminta pengesahan ditunda. Pengesahan RUU KUHP diminta untuk dialihkan kepada DPR periode berikutnya. Jokowi juga meminta DPR periode berikutnya mendengar masukan tambahan dari masyarakat.

Para ketua umum partai tentu harus pula peduli dengan reputasi pribadinya atau partainya dalam sejarah. Alasan berbagai civil society dan gerakan mahasiswa yang menentang RUU KUHP layak pula didengar.

Para politisi yang kini berkuasa adalah anak kandung alam reformasi ketika prinsip hak asasi manusia diapresiasi. Jangan sampai mereka menjadi malin kundang, yang durhaka kepada ibu kandung yang melahirkannya.


Presiden Joko Widodo dan para ketua parpol (Foto: Tribunnews.com)

Dari begitu banyak kritik atas RUU KUHP, saya hanya ingin membahas satu isu saja. Yaitu soal bagaimana negara modern merespon keberagaman paham yang hidup dalam masyarakat soal hubungan seksual antar orang dewasa.

Itu termaktup dalam pasal 417 KUHP ayat 1 yang berbunyi:

Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II.

Dan pasal 414 berbunyi,

Setiap orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada anak dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.

Dimana salah pasal itu? Bukankah memang hubungan seksual di luar pernikahan itu berdosa? Berdosa pula menyebarkan alat kontrasepsinya?

Negara modern berdiri di atas prinsip: tidak semua yang berdosa menurut paham agama harus diadopsi oleh negara dengan ganjaran hukum penjara. Biarkan penganut agama menjalankan keyakinannya. Namun keyakinan penganut agama itu tak otomatis harus disahkan menjadi hukum kriminal.

Makan sapi bagi sebagian warga Hindu terlarang. Apa jadinya jika negara juga melarang warga makan sapi? Lalu mereka yang makan sapi akan masuk penjara?

Hal yang sama dengan makan babi. Bagi penganut agama Islam, makan babi itu dilarang dan berdosa. Apa jadinya jika negara juga melarang semua warga makan babi? Lalu bagi yang makan babi akan masuk penjara?

Sengaja dipilihkan contoh yang ringan dan populer. Ini agar lebih membangun imajinasi secara mudah. Bahwa apa yang berdosa menurut agama tidak harus menjadi tindakan kriminal.

Bagaimana dengan hubungan seksual antar orang dewasa di luar pernikahan? Bagaimana dengan hubungan seksual LGBT, yang di Indonesia juga pasti terjadi di luar pernikahan resmi?

Prinsip agama yang melarang hubungan seksual dan LGBT di luar pernikahan sebagai dosa harus dihormati. Mereka boleh berkampanye untuk itu. Tapi negara modern tidak menjadikan larangan agama itu sebagai tindakan kriminal. Ini ruang pribadi warga negara dewasa.

Right to sexuality itu sudah menjadi prinsip Hak Asasi Manusia. Ia menjadi bagian dari Rights to privacy di bidang seksualitas.

Masyarakat boleh memiliki persepsi yang beragam soal seksualitas. Sebagaimana masyarakat boleh memiliki paham yang beragam soal boleh tidaknya makan daging sapi, makan daging babi, pindah agama, ataupun pilihan ideologi. Dan mereka boleh bertindak atas keyakinan dan persepsi pribadi itu.

Kita boleh tidak setuju dengan LGBT dan menganggapnya dosa. Tapi kita tak bisa paksa semua orang agar tak setuju dengan LGBT, seperti kita tak bisa paksa semua orang tak boleh makan daging babi atau daging sapi. Apalagi sekarang sudah ada 30 negara modern yang bahkan melegalkan pernikahan sesama jenis.

Di tahun 1911, misalnya, pemerintah Belanda melarang hubungan seks homoseksual. Pelakunya bisa masuk penjara. Ini dibakukan dalam kitab hukumnya. Tapi 90 tahun kemudian, di tahun 2001, Belanda termasuk negara pertama yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Dunia sudah berubah.

Kita boleh tak setuju dengan hubungan seksual orang dewasa di luar pernikahan. Kita boleh meyakini prinsip agama bahwa itu dosa. Dan kita boleh mengkampanyekannya. Tapi kita tak boleh memaksa aneka pihak harus memiliki persepsi yang sama dengan kita.

Mahkamah Agung negara India membuat terobosan soal ini. Di tahun 2018, hubungan seksual di luar nikah (adultery) itu dianggap sebagai masalah moral belaka. Hubungan seksual di luar menikah, sejauh antar orang dewasa, dan suka sama suka, bukan masalah kriminal. Dunia sudah berubah.

Tak boleh ada penjara untuk hubungan seksual orang dewasa di luar pernikahan karena warga memiliki perspesi yang berbeda soal itu, yang dijamin oleh hak asasi manusia PBB. Itu bagian fundamental dalam bangunan negara modern: rights to privacy bidang seksualitas.

Para politisi yang kini berkuasa di DPR, partai politik dan pemerintahan, harus kembali ke semangat reformasi. Ialah semangat yang semakin menghormati hak asasi manusia di segala bidang.

Jangan pernah mengesahkan sebuah Undang-undang yang membuat Indonesia melanggar prinsip hak asasi manusia. Jangan membawa Indonesia melawan peradaban.

Para politisi itu bisa saja tetap berhasil menggoalkan KUHP yang bermasalah itu. Namun siap siap saja. Pada waktunya para anak cucu para politisi yang kini berkuasa akan ikut malu karena di masa ayah atau ibu, kakek atau nenek mereka berkuasa, indonesia selaku negara modern bergerak ke era “kuda gigit besi".

Kita berhutang budi kepada para aktivis civil society dan gerakan mahasiswa yang kini bergerak menentang RUU KUHP. Dengan segala keterbatasan mereka melawan, menjaga spirit era reformasi, menjaga prinsip hak asasi manusia. Peradaban terlalu penting jika hanya diserahkan kepada para politisi.

Walaupun akhirnya kalah, setidaknya para aktivis itu sudah mencoba apa yang bisa. Seperti yang dikatakan Nyai Ontosoroh dalam film Bumi Manusia: “Nak, kita sudah melawan. Kita sudah melawan dengan sehormat-hormatnya.”

Denny JA, peneliti.

***

 

2019