Era Aplot Jangan Ribet, Robet!

Kamis, 7 Maret 2019 | 13:47 WIB
0
768
Era Aplot Jangan Ribet, Robet!
Robert (Foto: Riaunews.com)

Aktivis sekaligus dosen sosiologi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet, ditangkap polisi, Kamis (7/3/2019) dini hari. Dia ditangkap karena dianggap melanggar Undang-undang ITE ketika bernyanyi dalam Aksi Kamisan di Monas, Jakarta, 28 Februari lalu. Itu kata berita.

Melihat Robet, tergantung kita mau melihat dari sudut pandang kamera yang mana. Di tengah pertarungan sengit pilpres 2019, ucapan Robet bisa ditarik ke sana ke mari sama dengan UU ITE.

Satu hal yang tidak disadari Robet, ini era pemenggalan video. Dalam video utuhnya, dengan entengnya dia menyanyikan kembali nyanyian nyinyir kepada ABRI saat demo 1998. Pada saat yang sama dia memuji reformasi TNI. Dia juga memberi peringatan keras pada Jokowi soal Dwi Fungsi ABRI, saat yang sama dia juga memberi peringatan keras pada Prabowo soal yang sama jika nanti berkuasa.

Luhut Binsar Pandjaitan walaupun dia menko maritim, tapi soal wacana perwira aktif masuk TNI, dia yang paling galak. Dia pernah nantang, "Ada yang keberatan?" Dalam orasinya Robet menjawab tantangan itu. “Jadi kalau lord Luhut mengatakan, siapa yang keberatan? Kita sama-sama bilang, kalau kamu nggak berani saya sendiri bilang, kita keberatan! “

Padahal sebelumnya, yang pertama berani menantang lord Luhut adalah Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nasidik yang menantang Luhut untuk berdebat. “Saya keberatan. Saya undang Luhut Binsar Pandjaitan berdebat terbuka mengenai ini menghadapi saya,” cuit Rachlan.

Jika potongan video ini yang diaplot, maka bisa jadi Robet dianggap satu barisan dengan Partai Demokrat, sekurangnya follower Rachland.

Kritikannya kepada Jokowi soal wacana Dwi Fungsi TNI, dalam orasinya Robet bilang, “Untuk Jokowi dan pemerintahannya. Jokowi adalah pemerintahan sipil. Tapi dia tidak boleh menggadaikan supremasi sipil hanya demi kepentingan pragmatis pemilu. Tidak boleh!"

Kalau potongan video ini yang diaplot, bisa jadi Robet dianggap Kampret sekampret-kampretnya.

Peringatan pada Capres Prabowo, Robet mengatakan, “Ini juga peringatan buat Prabowo! Prabowo sebagai orang militer. Kalau dia nanti berkuasa, moga-moga nggak (demonstran menimpali: “Jangan sampe..” ) Siapapun yang berkuasa nanti, kalau dia ingin mengembalikan kembali gaya militer, struktur militer, ideologi militer ke tengah-tengah kehidupan demokrasi kita, dia akan berhadapan dengan kita lagi!"

Kalau potongan video ini yang diaplot, bisa jadi Robet dianggap Cebong jenis super. Apalagi, "Moga moga nggak" menunjukan sebenarnya dia pro Jokowi. Acara Aksi Kamisan yang mengangkat tema tolak Dwifungsi TNI ini berdasarkan catatan tirto id merupakan aksi yang ke 576. Aksi Kamisan tempat berkumpulnya keluarga dan simpatisan korban HAM, termasuk keluarga PKI yang mengaku korban HAM.

Walaupun rajin demo mingguan, jangan anggap aksi ini tidak mendukung Jokowi. Terindikasi ketika tadi Robet mengatakan, “Kalau nanti Prabowo berkuasa, moga-moga nggak" lalu disambut celetukan, “Jangan sampe.”

Juga bisa dibaca dari korban tragedi Trisakti yang terang-terangan mendukung Jokowi. Anehnya pada saat yang sama, Muchdi PR dikaitkan dengan kasus pembunuhan pegiat HAM, Munir, dan ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi pada 2008, masuk menjadi barisan pendukung Jokowi. Protes korban dan penggiat HAM dengan masuknya Muhdi PR, tidak menyurutkan dukungan korban HAM kepada Jokowi. Itulah fulitik.

Bukan cuma aksi kamisan yang bicara keberatan dengan perwira aktif masuk jabatan sipil yang kemudian diwacanakan sebagai dwi fungsi TNI, di medsos disamping Rachland yang orang BPN, juga kubu 02 termasuk Hersubeno Arief menyatakan keberatan lewat tulisannya.

Berdasarkan analisa don emprit, Dari tren percakapan di media online dan media sosial, isu ini mulai naik 22 Februari hingga 23 Februari. Interaction rate cukup tinggi, menandakan percakapan yang natural. Peta Social Network Analysis (SNA) memperlihatkan hanya kubu 02 yang paling banyak membicarakan isu neo dwifungsi ini. Kubu 01 relatif diam. Hanya ada satu-dua influencer dari 01 yang sepakat dengan 02, menolak rencana ini.

Dari substansi isinya, sebenarnya tidak ada perbedaan pendapat antara Robet dan kubu 02. Cuma bedanya, kubu 02 mengkritisi Capres dan para politisi 01 yang seolah membuka lagi peluang ke arah dwifungsi TNI. Tapi bagi TNI, penempatan perwira aktif bukan dwi fungsi TNI, tapi restrukturisasi TNI.

Sedangkan Robet tidak focus, menyasar kemana-mana, sampai nekad menyanyikan kembali nyanyian yang menghina TNI. Padahal eranya sudah berbeda, suasana batin juga sudah berbeda. Kubu 02 sedang mewacanakan penyimpanan kotak suara pemilu di Koramil.

Karena kubu 02 menganggap, TNI lah satu-satunya instansi yang masih bisa dipercaya netralitasnya. Maka tidak heran, di medsos Robet jadi musuh kubu 02 gara-gara menyanyikan lagu yang menghina TNI itu.

Ditambah lagi, tampang Robet mengingatkan tampang bocah penghina presiden Jokowi yang sekarang masih bisa ketawa ketiwi. Tambahan lagi, dalam spanduk hitam yang dipegang oleh peserta aksi Kamisan, ada foto Prabowo disamping foto Wiranto dan lainnya yang ditulis gede-gede sebagai terduga pelanggar HAM berat.

Padahal Usman Hamid, di tempat yang sama menyuarakan, berorasi hal yang sama. Tapi karena Usman focus pada tema, nggak ribet kaya Robet, ya aman-aman saja.

Makanya, di era aplot ini harus focus. Jangan ngalor ngidul. Lha yang focus saja videonya dipotong kaya pelapor yang gagal paham mengadukan Rocky Gerung karena dianggap menghina KH. Agus Salim.

UU ITE itu seperti permen karet yang bisa ditarik sana, tarik sini, tempel sana tempel sini. Pendapat para ahli yang dimintai pendapatnya oleh polisi juga seperti karet. Terkadang miring ke kiri, terkadang miring ke kanan.

Makanya nggak heran kalau Dhani yang cuma bilang idiot pada orang-orang yang mempersekusinya, dianggap lebih sontoloyo ketimbang kepala daerah yang menghina Prabowo dengan sebutan nama binatang.

***