Selain membahas sejumlah isu terkait sawit dan TKI, Presiden Jokowi menyisipkan masalah Siti Aisyah (SA) saat menerima kunjungan PM Malaysia Mahathir Mohamad di Istana Bogor, 29 Juni 2018.
Perempuan asal Serang itu terancam hukuman seumur hidup atau mati karena didakwa terlibat dalam pembunuhan Kim Jong Nam, kakak tiri penguasa Korea Utara Kim Jong Un.
Dua bulan kemudian, giliran Menkum HAM Yasonna Laoly yang berkunjung ke Putra Jaya untuk sebuah misi. Saat bertemu Dato Mahathir, isu soal SA dia sisipkan dalam pembicaraan. Termasuk dia sampaikan secara lebih detail saat bertemu mitranya, Jaksa Agung Tommy Thomas di tempat terpisah.
Sejumlah data dari BIN, imigrasi, Polri, Kemlu disampaikan. Intinya untuk meyakinkan bahwa kasus SA bukanlah kriminal. Dia cuma menjadi korban permainan politik dan intelijen Korea Utara.
Pada akhir Februari lalu, Yasonna menyampaikan permohonan resmi agar SA dibebaskan dari segala dakwaan.
Tommy merespons pada 8 Maret. Dia menyebutkan dakwaan terhadap SA akan dicabut dalam persidangan pada 11 Maret. Yasonna mengutus pejabat eselon I untuk menghadiri persidangan. Dia yang tengah berkampanye di dapilnya, menyusul beberapa jam kemudian.
"Saya kontak menteri dalam negeri Malaysia meminta pengertian dan bantuan beliau agar Siti bisa saya bawa pulang hari itu juga. Saya tentu sampaikan terima kasih juga ke Pak Tommy Thomas atas segala bantuannya," kata Yasonna.Tapi kenapa Dato Mahathir menyatakan tak tahu-menahu soal semua itu?
"Ya, sebagai negarawan beliau harus berbicara demikian," ujarnya. "Politisi kita saja yang naif dan konyol mempersoalkannya."
Sebagai bagian dari lobi-lobi tingkat tinggi, tentu naif dan konyol juga jika mengira pembebasan SA itu gratis semata. Ada timbal balik, itu pasti. Dalam bentuk apa?
Ada deh...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews