Perspektif yang mengharuskan suami bertanggung-jawab terhadap kesalahan istri di ruang publik adalah cara pandang yang seakan menganggap perempuan, maaf 'najis' yang sebaiknya dihindari.
Embusan angin segar kian terasa seiring reformasi di Arab Saudi. Ruang publik makin ramah terhadap perempuan, profesi yang dulunya khas laki-laki, sekarang boleh dirambah perempuan. Beberapa hal tabu dilakukan perempuan di ruang publik pun didobrak.
Pasca diijinkannya perempuan menonton pertandingan sepak bola di stadion, berkendara sendiri atau bekerja di bandara, tahun lalu pemerintah Arab Saudi membuat lompatan besar dengan memperbolehkan perempuan menjadi tentara, tentu dengan beberapa syarat.
Sikap pemerintah Arab Saudi kian ramah terhadap geliat perempuan yang menuntut kesetaraan. Sebaliknya di negeri ini pemerintah justru makin menegaskan superioritas laki-laki atas perempuan. Kultur yang menempatkan laki-laki sebagai penentu segalanya dalam rumah tangga termasuk apa yang boleh dan tidak diucapkan seorang istri dilanggengkan lewat struktur kekuasaan.
Institusi Dharma Wanita adalah contoh paling telanjang atas penegasan subordinat perempuan dari laki-laki. Sialnya, sebagian perempuan bangga dan sangat menikmatinya. Kesadaran ini berakar, salah satunya pada tafsir keagamaan tertentu, sebut saja islam.
Padahal Arab Saudi sebagai kiblat utama dalam berislam selama ini dianggap mewakili konservatisme justru makin ramah terhadap perempuan.
Di tengah hiruk pikuk politik nasional yang memilih perempuan sebagai Ketua DPR yang meletakkan tanggung-jawab besar di pundak seorang perempuan, justru institusi pertahanan kita masih sulit menggeser tradisi patriarki dari seragam mereka. Kesalahan yang dilakukan istri yang berakibat pada pencopotan suami dari jabatannya membuat kita terhenyak.
Lantas apa artinya anak-anak muda itu turun ke jalan menghadang gas air mata dan peluru tajam. Bukankah mereka berharap aturan yang lebih equal dan menuntut negara memperlakukan perempuan lebih bermartabat, tidak sekedar sebagai konco wingking yang hidupnya berputar di dapur, sumur dan kasur.
Perspektif yang mengharuskan suami bertanggung-jawab terhadap kesalahan istri di ruang publik adalah cara pandang yang seakan menganggap perempuan, maaf 'najis' yang sebaiknya dihindari. Bayangkan jika perempuan melakukan kesalahan, semua kena getahnya, hukumannya pun berlipat.
Dalam kasus nyinyiran istri Perwira TNI, Selain suami dipecat dari jabatannya, istri tetap harus mempertanggungjawabkannya secara pidana, plus sanksi sosial sebagai perempuan yang mendatangkan aib bagi keluarga.
Anak muda itu benar, "Selangkangan kami bukan milik negara". Tak seharusnya pemerintah mengaturnya, akibatnya bisa fatal.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews