Selama majelis hakim MK tidak perintahkan audit investigasi kinerja KPU, rasanya untuk meraih keadilan objektif sulit bagi Prabowo–Sandi.
Dalam proses persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) bisa saja membuat “diskresi” (terobosan hukum) dengan memerintahkan Audit Investigasi terhadap kinerja KPU.
Langkah ini perlu dilakukan agar tidak terjadi fitnah kepada KPU, paslon 01 Joko Widodo–Ma’ruf Amin, Bawaslu, MK, maupun paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno sendiri. Sehingga, semuanya akan clear and clean.
Majelis hakim konstitusi bisa lebih objektif dalam menyidangkan permohonan Tim Kuasa Hukum 02 yang dipimpin Bambang Widjajanto ini. Selama hakim tak pernah perintahkan audit investigasi, akan sulit melihat fakta pencurangan.
Barang bukti kontaineran yang dibawa Bambang Widjajanto akan sia-sia kalau para pihak masih berpegang pada aturan adminstrasi syarat verifikasi atas barang bukti yang diajukan ini. Makanya, majelis harus membuat terobosan hukum.
Karena, majelis hakim konstitusi punya kewenangan untuk melakukan terobosan hukum yang biasanya kemudian menghasilkan yurisprudensi. Hakim tidak harus berdasar text book semata untuk mencari keadilan yang sebenarnya sebagai Wakil Tuhan.
Ada banyak fakta pencurangan yang dialamatkan kepada KPU yang menguntungkan paslon 01. Dan pencurangan itu dilakukan secara terstruktur, sistemik, dan massif (TSM). Fakta ini yang seharusnya menjadi perhatian majelis hakim MK.
Ingat pernyataan Yusril Izha Mahendra yang kini menjadi Ketua Tim Kuasa Hukum Jokowi – Ma’ruf itu. “Hasil pilpres bisa saja dibatalkan jika ada kecurangan. Jadi, bukan persoalan angka,” kata Yusril kepada media pada 15 Agustus 2014.
Dalam persidangan, Rabu (19/6/2019), saksi pertama yang diajukan Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo – Sandi, Agus Maksum mengungkapkan, ada ketidakwajaran data pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap atau DPT.
Agus mencontohkan, tanggal lahir pemilih yang terlihat sama. Ada 9,8 juta pemilih dalam 17,5 juta DPT bermasalah, yang terlihat lahir pada 1 Juli. Kemudian juga disebut, ada 5,3 juta yang lahir pada 31 Desember dan 2,3 juta yang lahir 1 Januari.
Agus juga mengungkapkan, temuan Kartu Keluarga (KK) yang menurutnya manipulatif. Ia menjelaskan, KK manipulatif seperti misalnya nomor KK yang tidak valid. “Nomor KK tidak valid,” ungkapnya.
Nomor KK terdiri dari enam angka pertama menunjukkan wilayah. Yakni, Bogor. Tapi, enam angka berikutnya tidak menunjukkan informasi apa-apa. Hal itu juga sudah dikonfirmasi ke pihak terkait, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurut Agus, KPU telah mengakui bahwa ada salah input dan dilakukan perbaikan, tapi tak dipastikan koreksi yang menyeluruh atau tidak.
“Setelah kami laporkan ada beberapa KK manipulatif, memang dilakukan perbaikan yang diberitahukan oleh kami bahwa itu salah input dan dilakukan perbaikan. Tetapi, dilakukan perbaikan tidak menyeluruh,” ujar Agus.
Fakta yang disampaikan Tim IT Badan Pemanangan Nasional (BPN) Prabowo – Sandi itu ada benarnya. Faktanya memang demikian. Audit investigasi akan sangat mudah menemukan pencurangan TSM yang terjadi di beberapa provinsi.
Terutama di Jatim, Jateng, Bali, Sulut, Sumut, Papua, Jogjakarta, Lampung, Maluku, NTT, dan Kalbar yang dilakukan oleh kubu paslon 01. Suara paslon 02 dikorupsi habis-habisan, suara paslon 01 di-mark up habis-habisan juga!
Ini juga bermula dari data Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Berapa jumlah PPK RI yang sebenarnya? KPU sebut 7.201 PPK. Namun, data BPS sebut jumlah kecamatan 7.024 (KPU lebih 197 Kecamatan).
Berapa pemilih RI? KPU sebut 199,3 juta, BPS sebut tidak lebih 180,1 juta (KPU lebih 19 juta). Makanya, untuk data valid itulah diperlukan Audit Investigasi Kinerja KPU. Rasanya majelis hakim MK tidak berlebihan jika harus perintahkan hal ini.
Bahkan, jika mengacu pada data BPS sebelumnya bahwa warga berhak pilih paling banyak tercatat hanya 94%-96% dari keseluruhan, maka jumlah pemilih RI yang tercatat seharusnya hanya 180.1 x 96% = 172,8 juta. KPU overstated 26,5 juta pemilih!
Data KPU ini harus jadi dasar audit/verifikasi keabsahan hasil pemilu. Sebanyak 7.201 PPK), 83.404 Panitia Pemungutan Suara (PPS), 813.336 TPS, 783 TPS LN, 2.345 TPSLN-KSK, 429 TPSLN-Pos. Cek and recheck!
Dari angka di atas, setidaknya ditemukan ada 29,53 juta suara siluman untuk paslon 01 (non audit). Ingat, salah satu bukti pencurangan pemilu TSM adalah produksi kotak suara dan kertas suara yang berlebih dari seharusnya.
Kuasa Hukum BPN bisa minta ke rekanan KPU, berapa produksi kotal dan kertas suara yang sebenarnya. Pengadaan Logistik KPU Pemilu 2019: 4 juta kotak suara, 2 juta bilik suara, 75 juta keping segel, 1,6 juta botol tinta, 939 juta kertas surat suara, dan 561 ribu formulir rekap.Sudahkan pernah diperiksa berapa realisasi produksi kertas surat suara dari 939 juta lembar yang diorder KPU? Jika MK ingin tahu jumlah manipulasi (berapa puluh juta penambahan suara siluman untuk paslon 01, berapa puluh juta suara sah 02 dikurangi), solusinya hanya audit atau verifikasi ulang perhitungan suara manual seluruh TPS.
Realisasi audit investigasi ini paling lama seminggu. Setelah diketahui hasilnya, majelis bisa langsung putuskan apakah tudingan pencurangan TSM itu memang terjadi atau tidak. Tidak perlu lama. Kalau faktanya ada pencurangan, diskualifikasi saja!
Majelis tidak perlu lagi menghadirkan para saksi dari ketiga pihak tersengketa. Ketua KPU Arif Budiman tidak perlu repot-repot lagi mencari tiket pesawat untuk saksinya terbang ke Jakarta.
Coba lihat jumlah TPS Jateng 2014 = 61.951, 2019 = 115.391; Jatim 2014 = 67.644, 2019 = 129.991. Jabar 2014 = 74.944; 2019 = 138.067. Berapa jumlah puluh ribu TPS siluman di Jateng-Jatim-Jabar sebagai sumber suara siluman menambah suara 01?
Salah satu cara termudah membuktikan KPU melakukan pelanggaran pemilu adalah dalam pengadaan kotak suara pemilu 2019. Inilah yang harus diaudit investigasi!
Pemilu 2014 kotak suara 2.183.212, Pilpres 2014 kotak suara 545.803. Pada pemilu 2019 masih ada sisa 1,7 juta. Tapi KPU produksi 4 juta kotak suara tambahan.
Audit investigasi pada: Penggunaan 939 juta lembar kertas surat suara; Penggunaan 5,7 juta kotak suara; Pembayaran honor para PPS pada 813.336 TPS; Pembayaran honor para PPK pada 7.201 Kecamatan.
Di sini akan ditemukan jumlah suara siluman untuk paslon 01, PDIP Nasdem yang mendekati akurat. Jumlah TPS 2019 yang sebenarnya akan terlihat dari realisasi pembayaran honor PPS yang sudah divalidasi.
Jumlah 813.336 PPS penerima honor (tervalidasi) = jumlah TPS Siluman. Paling hanya butuh waktu maksimal 2 hari untuk mengaudit pembayaran honor 813.336 PPS. Apa saja dugaan pelanggaran Pemilu TSM oleh KPU itu?
Penetapan DPT dengan > 30 juta pemilih invalid; Mengabaikan temuan DPT peserta pemilu; Menambah 258 ribu TPS baru; Mengundurkan batas waktu Rekap TPS; Menyalahgunakan fungsi SITUNG; Menetapkan Rekap Nasional yang prematur dan Invalid.
Contohnya Papua. Situs KPU Papua (papua.kpu.go.id) hingga 2 bulan pasca pemilu 17-4-2019 tidak sajikan Rekapitulasi Pemilu (Presiden, DPD, DPR, DPRD) agar dapat diakses publik. Hal ini juga terjadi di situs seluruh KPU Kab-Kota se Papua.
Apa yang disembunyikan? Tidak ditemukannya Data Rekap Hasil Pemilu 2019 di situs KPU Papua dan seluruh KPU Kabupaten-Kota se-Papua, patut dicurigai sebagai upaya oknum-onum KPU menghalangi akses publik untuk meneliti, investigasi, dan mempelajari data rekap hasil pemilu 2019 di Papua.
Selain oleh KPU Papua, hambatan akses publik terhadap data rekap hasil pemilu juga terjadi di situs KPU Provinsi yang lain. Banyak KPUD tak sajikan data rekapitulasi sehingga publik tidak bisa menemukan data primer hasil pemilu yang dijadikan dasar penetapan oleh KPU.
Pelaksanaan Pemilu 2019 di Papua adalah salah satu contoh telah terjadinya pencurangan secara TSM pada pemilu. Hanya orang yang gila kekuasaan, yang bisa menerima/menyetujui penetapan rekapitulasi hasil pemilu 2019 di Papua yang ditetapkan KPU.
Kemana akal sehat kita saat KPU menetapkan: DPT Papua 2019 = 3.599.354 pemilih. Suara Sah = 3.333.065 (Jokowi 3.021.713 : Prabowo 311.352). Sedangkan total WNI Papua hanya 3,3 juta. Pemilu di Papua bukti bahwa pencurangan dilakukan by design, brutal, dan vulgar.
Total pemilih Papua sebenarnya maksimal 1,8 juta. Pengguna suara sah Papua maksimal 1,5 juta. Dari data demografi Papua, jika tidak dicurangi maka pengguna hak suara maksimal 1,3 juta. Pada Pilkada 2018 yang masih banyak suara siluman, suara sah Papua hanya 1,3 juta.
Di beberapa propinsi di mana terjadi pencurangan massif, KPU Provinsi dan seluruh KPU Kabupaten-Kota di propinsi itu Tidak Berani menyajikan data rekap hasil pemilu 2019 pada situs resminya. Penyajian Rekap Pemilu di-take over KPU Pusat, tanpa disertai data primer.
Para pemerhati, akademisi, pakar dan analis pemilu TIDAK AKAN mendapatkan data primer hasil pemilu 2019 di belasan provinsi dan ratusan kabupaten/kota, karena KPUD sengaja tak menyajikan data tersebut kepada publik.
Penetapan Rekapitulasi Pemilu 2019 oleh KPU = DISCLAIMER/NO. Cilakanya, para tokoh seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Mahfud MD dll, menyatakan Tidak melihat terjadinya pencurangan/pelanggaran UU Pemilu 2019 secara TSM, vulgar, dan brutal.
Papua, Jateng, dan Jatim adalah 3 dari belasan propinsi yang suara sah pada rekap disusupi belasan juta suara siluman. Setidaknya, pada rekapitulasi pilpres 2019 ditemukan minimal 29,5 juta suara siluman masuk ke paslon 01.
Tapi, berapa juta suara paslon 02 yang dikurangi belum bisa dipastikan. Mustahil majelis bisa pastikan secara tepat: Berapa puluh juta siluman utk tambahan suara 01; Berapa jumlah suara 02 hilang; Di Kabupaten-Kota mana saja ada pencurangan; Siapa para pelakunya; Bagaimana modus operandi pencurangan tanpa Audit Investigasi pada KPU dan hasil pemilu.
Fakta: Di Propinsi/Kab/Kota yang dimenangkan Prabowo: Prosentase suara sah dari Jumlah Penduduk = sekitar 42% - 45% (di bawah kewajaran = 49% - 51%). Di Propinsi/Kab/Kota yang dimenangkan Jokowi: Prosentase Suara Sah dari jumlah penduduk = 56% -100%!
Selama majelis hakim MK tidak perintahkan audit investigasi kinerja KPU, rasanya untuk meraih keadilan objektif sulit bagi Prabowo–Sandi.
Nurani dan hati kecil Ketua MK Anwar Usman pasti berkata: “Terjadi Kecurangan TSM!”
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews