Hun Sen, lahir tahun 1951 tapi di dokumen resmi dibuat lahir 5 Agustus tahun 1952, kini menjadi perdana menteri terlama di dunia.
”Masker itu lebih banyak menyebarkan ketakutan daripada mencegah virus.”
Anda boleh menilai yang mengucapkan kalimat itu orang gila. Terutama di musim virus seperti ini. Tapi, pemilik kalimat itu seorang perdana menteri. Ia adalah Hun Sen, Perdana Menteri Kamboja.
Hun Sen begitu marah melihat begitu banyak negara menolak disandari kapal pesiar mewah Westerdam.
Kapal pesiar milik Belanda itu telah berhari-hari menjadi gelandangan di laut. Dengan 2.764 orang di dalamnya.
Kapal itu bertolak dari pelabuhan Hongkong tanggal 1 Februari lalu. Tujuan awalnya Taiwan. Tapi Taiwan menolak kedatangan Westerdam. Alasannya: jangan-jangan Westerdam seperti Diamond Princess --membawa penumpang yang terjangkit virus Corona asal Wuhan, Tiongkok.
Kapal mewah itu pun ngacir ke utara. Mengarah ke Okinawa, pulau di bagian paling Selatan Jepang.
Okinawa juga menolak.
Westerdam pun balik ke arah Selatan. Menuju Manila.
Filipina juga menolak.
Kapal pesiar yang tingginya 11 lantai itu belok ke arah Barat. Mengarah ke Bangkok.
Muncullah kegembiraan di kalangan penumpangnya. Thailand mengizinkan kapal buatan tahun 2003 itu merapat di pelabuhan cruise dekat Bangkok.
Tanggal 10 Agustus kapal berpenumpang 2.764 orang itu --1.964 turis dan 800 crew-- mendekati pelabuhan Bangkok.
Malam itu penumpang sangat bergembira. Status gelandangan mereka akan berakhir malam itu.
Keesokan harinya, ketika bangun tidur, mereka kecewa berjamaah: pemerintah Thailand membatalkan ijin merapat.
Sudah 10 hari mereka terkatung-katung di kemewahan kapal itu di atas laut.
Sebagian penumpang memposting kekecewaan mereka di medsos. ”Kami ini sudah dites. Tidak ada yang mengandung virus,” tulis seorang penumpang. ”Kami ini diperlakukan seperti di karantina,” tulis yang lain.
Itulah yang membuat Hun Sen marah. Dengan caranya sendiri. Ia langsung mengijinkan Westerdam datang ke Kamboja, merapat di pelabuhannya.
Maka pada tanggal 13 Februari --setelah 13 hari menggelandang-- Westerdam tiba di Phnom Penh.
Banyak penumpang yang memilih mengakhiri perjalanan di Kamboja. Dari sini mereka naik pesawat ke negara masing-masing. Atau ke negara yang bisa dipergunakan untuk transit.
Ratusan penumpang pun menyebar ke seluruh dunia. Tapi suami-isteri asal Amerika itu milih terbang ke Kuala Lumpur.
Selebihnya memilih jalan-jalan di Kamboja. Menunggu status kapal itu berikutnya: bisa berlayar ke mana lagi --tergantung negara mana yang membolehkan.
Keesokan harinya dunia dibuat heboh oleh Malaysia. Suami-isteri yang ke Malaysia itu bermasalah. Sang isteri jatuh sakit. Ketika diperiksa diketahui terkena virus Corona. Umurnya 83 tahun.
Tes itu dilakukan sekali lagi. Hasilnya tetap: positif Corona.
Tapi sang suami, 85 tahun, dinyatakan negatif.
Berita dari Malaysia itu menyebar bagai petir. Mata dunia pun beralih ke Kamboja. Ke kapal Westerdam yang masih sandar di sana.
Para penumpang yang masih di Kamboja dilanda kepanikan. Mereka membayangkan apa yang terjadi di Diamond Princess. Bahkan mereka yang sudah menyebar ke seluruh dunia ikut panik. Jangan-jangan sudah sempat tertular.
Sebagian penumpang itu pulang lewat Singapura --Singapura pun melotot. Sebagian lagi meneruskan wisata ke Bali.
Bali tenang-tenang saja.
Hun Sen kembali marah dengan tersebarnya berita yang menakutkan itu.
Apa yang ia lakukan?
Hun Sen justru ingin melakukan kunjungan ke kapal pesiar itu. Momentumnya pun tepat: Hari Valentine.
Maka di hari kasih sayang itu Hun Sen membawa bunga menuju pelabuhan. Ia serahkan bunga itu ke para penumpang.
Hun Sen bersama penumpang Westerdam pada hari Valentine lalu (Photo: Vietnam Times).Yang menarik perhatian adalah: Hun Sen tidak mau pakai masker. Ia ingin menunjukkan bahwa bahaya virus tidak sebesar yang digembar-gemborkan.
Tentu Hun Sen dikerubungi wartawan. Peristiwa ini dianggap menarik untuk diberitakan.
Salah seorang wartawan di situ mengenakan masker. Hun Sen melihatnya. Hun Sen marah. Hun Sen menyemprot wartawan bermasker itu. Lalu keluarlah kata-kata di atas.
Hun Sen sendiri seminggu sebelumnya sudah berbuat nekat. Ia berkunjung ke Beijing. Ia tidak mau mengenakan masker. Baik di perjalanan maupun selama di Beijing.
Itu untuk menunjukkan sikap dukungannya pada Tiongkok dalam mengatasi Corona.
Bahkan Hun Sen menjadwalkan diri akan berkunjung ke Wuhan --pusatnya Virus. Hanya saja pemerintah Tiongkok mencegahnya.
Hun Sen, yang sudah menjadi perdana menteri selama 35 tahun, memang sahabat Tiongkok terbaik di Asia Tenggara.
Prinsipnya: sahabat sejati itu tidak boleh lari di saat yang paling sulit.
Itulah yang ingin ditunjukkan Hun Sen. Karena itu Kamboja tidak melarang pesawat dari Tiongkok mendarat di Phnom Penh. Kamboja juga tidak memulangkah mahasiswa mereka yang kuliah di Wuhan.
Itu belum cukup. Hari-hari ini Hun Sen akan menjamu para penumpang Westerdam dalam sebuah pesta di ibu kota.
Tanpa masker.
Bahkan mereka boleh menghabiskan waktu di Kamboja --termasuk melihat-lihat dalamnya istana.
Hun Sen, lahir tahun 1951 tapi di dokumen resmi dibuat lahir 5 Agustus tahun 1952, kini menjadi perdana menteri terlama di dunia.
Ia komunis yang ingin membangun negaranya mengikuti jejak Vietnam bin Tiongkok.
Salah seorang anaknya lulusan akademi militer terkemuka Amerika: West Point. Juga seorang ekonom lulusan Bristol University Inggris. Kini sang anak sudah berpangkat mayor jendral.
Virus Corona telah membuat Hun Sen naik panggung dengan kegilaannya.
Dahlan Iskan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews