Belajar dari Skandinavia, kunci kemajuan sebuah bangsa adalah pendidikan, atau Bildung. Ini bukan hanya pengembangan keterampilan untuk bekerja.
Siapa yang tak kagum pada negara-negara Skandinavia? Dari berbagai ukuran, mereka adalah pemimpin di dunia. Negara-negara, seperti Denmark, Swedia, Norwegia dan Finlandia, memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang bagus. Kesenjangan sosial antarwarganya pun amat rendah.
Di tingkat pribadi, warga amat percaya kepada pemerintahnya. Sebaliknya, pemerintahnya pun menghargai kepercayaan tersebut, dan berusaha bekerja sebaik mungkin. Beberapa pengukuran pun menunjukkan, bahwa tingkat kebahagiaan warganya amatlah tinggi. Tingkat kepuasan hidup secara keseluruhan juga amatlah memuaskan.
Jika kita ingin mencari teladan pembangunan, jangan menoleh ke Amerika Serikat, apalagi negara-negara Arab. Banyak kekacauan berpikir di sana. Tengoklah kawasan Skandinavia. Ada sesuatu yang berharga untuk dipelajari.
Keseimbangan Ideologis
Di satu sisi, negara-negara Skandinavia menggunakan sistem politik ekonomi Negara Kesejahteraan. Artinya, negara bertanggung jawab penuh menjamin keadilan dan kemakmuran warganya. Semua sistem dibuat semurah dan semudah mungkin, sehingga kepentingan warga bisa dipenuhi. Mutu pendidikan dan kesehatan mereka secara menyeluruh adalah salah satu yang terbaik di dunia.
Di sisi lain, negara-negara Skandinavia menerapkan kebijakan pasar terbuka. Pasar bebas menjadi filosofi ekonomi mereka. Persaingan dan inovasi didorong sepenuhnya. Mereka menjadi contoh nyata, bagaimana sosialisme dan kapitalisme bisa menemukan titik keseimbangan yang membawa keadilan maupun kemakmuran untuk semua.
Beberapa pendapat sesat menyatakan, bahwa negara-negara Skandinavia maju, karena mereka adalah masyarakat homogen secara etnis. Imigran dan pendatang sangatlah sedikit. Namun, jika kita melihat sejarah, pada 1800 lalu, Skandinavia adalah kawasan yang amat miskin. Bahkan, pada masa itu, kawasan Skandinavia jauh lebih homogen, daripada sekarang.
Bildung
Lalu, apa yang mendorong kemajuan kawasan Skandinavia, sehingga menjadi seperti sekarang? Jawabannya, menurut David Brooks, adalah kebijakan pendidikan yang luar biasa jenius. (Brooks, 2020) Di akhir abad 19, para pemikir Skandinavia sampai pada kesimpulan, bahwa mereka hanya bisa maju, jika semua warganya mendapatkan pendidikan yang bermutu tinggi. Pendidikan pun tidak hanya berhenti di sekolah, tetapi menjadi proses seumur hidup.
Para pemikir dan pembuat kebijakan Skandinavia sesungguhnya belajar dari filsafat Jerman. Di dalam bahasa Jerman, pendidikan diartikan sebagai Bildung. Ini bukan pendidikan sebagai pelatihan untuk siap kerja, sebagaimana diartikan di Indonesia. Bildung adalah proses pengembangan manusia seutuhnya, termasuk unsur moral, emosional, intelektual dan sikap kewarganegaraan seluruh warga. (Wattimena, 2020)
Dunia abad 21 adalah masyarakat yang amat kompleks. Perkembangan teknologi mengubah wajah seluruh dunia. Sebuah bangsa hanya dapat berkembang di abad ini, jika warganya memiliki kemampuan yang juga kompleks. Pandangan lama yang ketinggalan jaman harus dilepas, jika sebuah bangsa tak mau terjebak pada budaya terbelakang.
Biasanya, pendidikan dipahami sebagai proses mengajar keterampilan, seperti membaca, menghitung, menghafal dan sebagainya. Pandangan ini salah kaprah, dan justru membunuh pendidikan itu sendiri. Bildung adalah proses membangun manusia secara utuh, terutama pandangan dunia (Weltancschauung) seseorang. Bildung diciptakan, supaya orang mampu memahami hubungannya dengan dunia yang lebih luas, termasuk dengan masyarakat yang majemuk, Tuhan dan masyarakat global.
Bildung melahirkan tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, sahabat, sesama manusia dan alam yang lebih luas. Di dalam Bildung, tanggung jawab selalu bergandengan tangan dengan kebebasan. Ketika orang mengambil tanggung jawab penuh atas dunianya, maka ia lalu punya kebebasan untuk terlibat, dan ikut menentukan bentuk dunia yang akan diciptakan. Inti utama Bildung adalah pemahaman akan diri yang bersifat luas, dan tidak terjebak pada identitas kelompok kecil semata.
Kesadaran Diri dan Berpikir Menyeluruh
Di dalam konsep Bildung ala Skandinavia, kesadaran diri juga amat penting. Kesadaran diri adalah proses orang menyadari segala sesuatu yang terjadi di dalam dirinya, termasuk emosi, pikiran maupun perasaan. Orang diajak untuk menyadari dan menerima kompleksitas dunia di dalam dirinya. Dengan kesadaran diri yang terlatih, orang tidak lagi diperbudak oleh pikiran ataupun perasaannya.
Kesadaran diri juga kunci untuk berpikir holistik, atau berpikir menyeluruh. Manusia adalah bagian dari jaringan yang lebih luas, mulai dari keluarga, masyarakat, negara sampai dengan alam semesta. Berpikir menyeluruh berarti menyadari keterkaitan itu semua di dalam diri. Inilah dasar berpikir filsafat pendidikan yang menjadi kunci dari kemajuan kawasan Skandinavia.
Setelah beberapa generasi, pola berpikir menyeluruh, terbuka dan penuh kesadaran diri menjadi bagian utuh dari budaya Skandinavia. Dampaknya pun amat terasa. Tingkat korupsi di kawasan tersebut adalah yang paling kecil di dunia. (Brooks, 2020) Orang-orang Skandinavia pandai menari di antara kebebasan pribadi dan rasa tanggung jawab di dalam hidup bersama.
Ketika orang punya rasa tanggung jawab terhadap satu sama lain, maka hidup bersama akan terasa indah. Solidaritas akan tumbuh dengan sendirinya. Kepatuhan pada hukum dan aturan bersama bukan lahir dari ketakutan dan keterpaksaan, melainkan dari kesadaran penuh. Secara keseluruhan, rasa kepercayaan satu sama lain pun akan bertumbuh.
Indonesia
Dunia pendidikan Indonesia selalu mengundang rasa sedih. Mutunya amat rendah. Biaya amat tinggi. Kebijakan-kebijakan para pemimpinnya pun selalu tanpa pemikiran yang jelas.
Anggaran pendidikan amat besar, dan terus meningkat. Gedung sekolah diperbaiki. Tunjangan guru diberikan. Namun, mutu tetap tak beranjak, bahkan cenderung menurun.
Yang bertanggung jawab penuh atas sistem pendidikan Indonesia pun tak jelas. Menteri sama sekali tak punya pemahaman soal pendidikan. Pejabat-pejabatnya mempersulit, dan bahkan merusak hakekat pendidikan itu sendiri. Korupsi dan proyek kosong menjadi acara keseharian.
Pendidikan Indonesia juga dihabisi oleh formalisme agama. Guru-guru menjadi gila hormat. Agama diajarkan secara dogmatis. Kepatuhan buta dan hafalan menjadi metode mengajar utama.
Berpikir kritis dicap sesat. Pertanyaan dianggap pembangkangan. Kreativitas dianggap pemberontakan. Tak heran, mutu pendidikan dan mutu manusia Indonesia amat sangat rendah.
Pendidikan Indonesia juga dihabisi oleh fundamentalisme ekonomi. Kerja dan uang menjadi acuan utama. Nilai-nilai luhur kehidupan dianggap barang jualan belaka. Pendidikan diubah menjadi semata-mata pelatihan mental pegawai.
Jika tak ada perubahan yang mendasar, terutama di tingkat filsafat, bangsa Indonesia akan ketinggalan jauh. Kita akan menjadi bangsa terbelakang. Korupsi bertebaran. Kemunafikan berbaju agama akan semakin tersebar luas.
Belajar dari Skandinavia, kunci kemajuan sebuah bangsa adalah pendidikan, atau Bildung. Ini bukan hanya pengembangan keterampilan untuk bekerja. Ini juga bukan hanya kegiatan menghafal dan mematuhi guru-guru yang gila hormat. Bildung adalah soal pembentukan cara berpikir dan cara hidup. Ia mengembangkan kesadaran diri sekaligus tanggung jawab terhadap lingkungan yang lebih luas.
Inilah kiranya yang harus menjadi arah pendidikan Indonesia.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews