Ketika Beijing Berubah Menjadi "Begging"

Jumat, 16 November 2018 | 06:44 WIB
0
472
Ketika Beijing Berubah Menjadi "Begging"
Imran Khan (Foto: The National)

Di judul berita itu tertulis ‘Begging’. Artinya ‘mengemis’.

Padahal si penulis bermaksud menulis kata ‘Beijing’. Ibu kota Tiongkok.

Kesalahan itu menjadi sangat  sensitif. Ketika dilihat media mana yang menulis. Dan ada kejadian apa saat itu.

Yang menulis adalah media Pakistan. Tepat saat Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, lagi berkunjung ke Beijing.

Pimred televisi pemerintah Pakistan itu langsung diberhentikan. Lantaran memberi kesan pimpinan negaranya lagi ke Begging untuk mengemis.

Imran Khan pada dasarnya memang lagi minta bantuan. Tapi kata ‘begging’ adalah penghinaan.

Imran, mantan kapten juara dunia kriket itu, memang lagi di simpang tiga: harus memilih ke arah mana. Agar ekonomi negaranya tidak bankrut: ke Saudi Arabia, ke IMF atau ke Tiongkok.

Imran ternyata ke Saudi dulu: dapat janji USD 6 miliar. Lalu ke IMF. Minta USD 12 miliar. Tapi IMF masih minta banyak syarat.

Dan minggu lalu Imran ke Tiongkok. Berhari-hari. Selama lima hari!

Praktis semua air liur yang pernah Imran ludahkan sudah dijilat kembali.

Imran begitu benci IMF. Yang dianggap menyengsarakan rakyat Pakistan. Kini menyerah ke IMF.

Imran awalnya juga tidak suka Saudi. Yang memberi perlindungan kepada lawan politiknya: Nawaz Sharif. Kini Imran minta bantuan Saudi.

Ia juga begitu anti China. 
Lantaran pemerintah sebelumnya sangat pro-Tiongkok. Bahkan sudah tergantung pada proyek-proyek besar One Belt One Roadnya Xi Jinping.

Tapi saat ke Beijing minggu lalu Imran kelihatan sangat asyik. Menikmati kunjungannya itu. Ke Beijing dan Shanghai. Bertemu Perdana Menteri Li Kejiang dan Presiden Xi Jinping.

Setidaknya 15 kontrak baru dibuat. Bahkan hubungan Pakistan-Tiongkok lebih baik lagi. Sudah dianggap sangat khusus: teman segala musim.
Dengan demikian: yang sudah pasti barulah komitmen Tiongkok. Yang sudah berjanji akan membantu apa pun kesulitan Pakistan.

Maka begitu tiba kembali di negaranya Imran memanggil sidang kabinet. Menjelaskan secara khusus hasil kunjungannya ke Beijing. Yang ia anggap sebagai kunjungan paling berhasil.

Apakah permintaannya ke IMF tetap dilanjutkan?

Pembicaraan masih terus berlangsung. Tapi Pakistan sudah menegaskan: tidak mau menjual BUMN strategis. Seperti yang diminta IMF.

Rakyat juga sudah mulai mengecam Imran: saat Imran nyerah ke IMF itu. Yang ditafsirkan harga-harga akan segera naik. Karena IMF pasti minta subsidi dicabut.

Perubahan juga terjadi di Srilanka. Pemerintah yang anti Tiongkok sudah digulingkan.

Partai kecil yang berkoalisi dengan Wicremeshinghe  memisahkan diri. Pindah haluan ke kelompok oposisi: menjadi mayoritas baru. Memecat perdana menteri Wecremeshinghe. Yang pro-Amerika.

Ini berarti dua negara di Asia selatan sudah menjadi sahabat Tiongkok kembali.
Lalu yang ini….

Tim besar dari Argentina minggu lalu juga lagi di Beijing: minta bantuan penyelamatan ekonomi. Yang dilanda inflasi 40 persen.

Argentina minta jaminan USD 6 miliar dolar. Agar ekonominya selamat.
Xi Jinping sendiri akan ke Buenos Aires. Untuk menghadiri KTT G-20. Presiden Donald Trump juga akan hadir. Inshaallah. Bertemu Xi Jinping. Untuk pertama kalinya. Setelah  terjadi perang dagang sejak Juli lalu.

Mungkin suasana kebatinan Trump masih gundah. Di dalam negerinya lagi kalah Pemilu. Di Argentina harus nonton kemenangan Tiongkok.

Satu persatu negara Amerika Latin menjadi pro-Beijing. Meninggalkan dukungannya ke Taiwan. Seperti yang baru saja dilakukan El Salvador. Yang bikin Amerika sewot.

Kesimpulannya: ekonomi akhirnya mendekte politik.

Di mana pun.

Kapan pun.

***

Dahlan Iskan