Dilema Kazakhstan

Rusia mengintervensi Kazakhstan untuk memadamkan pendemo, karena memang Rusia punya aset-aset strategis di Kazakhstan.

Senin, 10 Januari 2022 | 12:13 WIB
0
158
Dilema Kazakhstan
Dua pemimpin Rusia dan Kazakstan (Foto: Facebook/Tengku Z. Usman)

Kazakhstan mengalami dilema dalam mengatasi kerusuhan beberapa hari lalu.

Walaupun kerusuhan ini saat ini sudah terkendali, namun kondisi politik di Kazakhstan tetap belum stabil dan kondusif.

Dilema pertama, karena Kazakhstan memang bukan negara demokratis. Ini negara dengan kediktatoran yang akut.

Dilema kedua, negara ini masih sangat bergantung kepada Rusia. Hampir semua sektor Kazakhstan bekerjasama dengan Rusia.

Di sisi lain, Kazakhstan juga masih mempertahankan hubungan baik dengan AS dan sekutunya di NATO.

Presiden Tokayev yang saat ini memimpin Kazakhstan adalah presiden kedua negara itu sejak negara itu merdeka hasil pecahnya Uni Soviet.

Hampir tidak ada pemilihan umum di Kazakhstan yang berjalan adil, transparan dan terbuka. Semua pemilu hanya seremonial.

Dengan penduduk yang sedikit dan negara yang kaya, harusnya Kazakhstan menjadi negara kaya dan sejahtera.

Namun faktanya, Kazakhstan masih menjadi negara menengah dengan income per kapita rata rata penduduk nya ril hanya berada di angka dibawah 10.000 USD/tahun.

Ekonominya krisis, politiknya tidak demokratis, korupsi yang menggurita, membuat negara ini berpeluang ricuh dan tidak bisa di tebak.

Rusia mengintervensi Kazakhstan untuk memadamkan pendemo, karena memang Rusia punya aset aset strategis di Kazakhstan.

Tapi dilain sisi, ada 20rb orang tidak dikenal melakukan kerusuhan di Kazakhstan baru baru ini dan tidak diketahui berasal darimana.

Kazakhstan meminta tolong Rusia, dan Rusia membantu mengintervensi langsung Kazakhstan dengan mengirimkan 3.000 tentaranya kesana.

Di bawah bendera CSTO yang saat ini beranggotakan 6 negara pecahan Soviet dan Rusia itu sendiri. Kazakhstan sedang bekerja menstabilkan keadaan.

CSTO sendiri saat ini dipimpin oleh presiden Armenia Nikol Pasyinyan. CSTO sendiri adalah lawannya NATO.

Kazakhstan jika tidak berdiri sendiri dan membebaskan diri dari Rusia. Maka akan sangat besar berpeluang menjadi Libya selanjutnya. Karena mayoritas rakyat Kazakhstan justru menginginkan Kazakhstan berkiblat ke Turki daripada ke Moskow.

***