Sebaik apapun tujuan kita, apabila disampaikan dengan cara-cara yang kurang simpatik, elegan, dan menebar kesan permusuhan, maka sesuatu yang baik itu akan terlihat buruk.
Alkisah, ada seorang muadzin yang bersuara jelek. Ia tinggal di negeri yang mayoritas beragama Nasrani. Sebenarnya telah banyak orang yang mengingatkannya agar tak mengumandangkan adzan, mengingat suaranya yang jelek itu. Tetapi tak dihiraukan cegahan tersebut. Ia tetap mengumandangkan adzan dengan suaranya yang buruk tersebut.
Hingga suatu ketika, datanglah seorang pendeta kepadanya. Pendeta itu menganugerahkan berbagai hadiah kepada sang muadzin sebagai ungkapan rasa terima kasihnya yang mendalam. Didorong oleh rasa penasaran, bertanyalah seorang muslim pada sang pendeta: ”Wahai pendeta, kiranya apakah yang menjadi sebab engkau memberi banyak hadiah kepada muadzin itu?”
Pendeta itu bercerita: ” Sesungguhnya aku mempunyai seorang anak wanita yang jelita. Dan ia sangat kusayangi. Tapi apa lacur ia jatuh cinta kepada seorang pria muslim yang sholih. Aku mengkhawatirkan dirinya suatu saat akan meninggalkan diriku dan agamanya.
Hingga suatu masa di pagi buta, putriku terbangun oleh suatu suara. Ia merasa terganggu dengan suara itu. Ia terbangun seraya bertanya: ”Ayah suara jelek apakah itu?”. Aku menjawab: ”Itu suara azan yakni panggilan Islam untuk shalat."
Putriku hampir tak mempercayainya, bagaimana ajaran agama kekasihnya mempunyai panggilan untuk shalat sejelek itu. Semenjak itu putriku menjauhi kekasihnya dan juga Islam. Dan sebagai rasa terima kasihku, aku sengaja memberi sang muadzin berbagai hadiah.
Kita dapat menemui cerita di atas dalam kitab “Al-Matsnawi”. Jalaludin Rumi, sang pengarang, menampar tokoh-tokoh agama yang selalu menampakkan wajah agama dalam bentuk kekerasan dan permusuhan.
Muadzin ialah parodi dari tokoh agama. Sedangkan adzan ialah agama yang hendak disampaikan olehnya. Bagaimana adzan yang mempunyai tujuan mulia dapat disalah artikan bila ia dikumandangkan oleh muadzin yang bersuara sumbang.
Sebaik apapun tujuan kita, apabila disampaikan dengan cara-cara yang kurang simpatik, elegan, dan menebar kesan permusuhan, maka sesuatu yang baik itu akan terlihat buruk.
Persis seperti layaknya parodi Rumi di atas, dakwah atau syiar yang seharusnya mengajak seseorang kepada keimanan, namun takkala disampaikan dengan cara yang buruk, apalagi dengan kekerasan dan permusuhan, hanya akan menjauhkan seseorang dari agama.
Apakah puasa kita sampai hari ini berhasil mengikat setan-setan yang bersemayam dalam diri kita?
Surabaya, 22 April 2022
***
Satria Dharma
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews