Intinya, menulis fakta itu, ya, beralas fakta. Bukan ilusi. Atau mimpi-mimpi, atau maunya si penulis belaka. Jika tak diceritakan sendiri oleh narasumber.
Mungkin zaman memang sudah lain. Kisah cinta segi tiga berdarah di kota Makassar kini bisa ditemui di begitu banyak media, artikel, ulasan, juga kesaksian. Semua dikupas, orang-orang yang terkait dengannya dibahas sampai ke kulit jangatnya, bahkan ke kedalaman hati.
Beberapa penulis di media bahkan menerawang isi hati keluarga pelaku dengan bumbu-bumbu romantisme yang membuai. Judulnya bisa seperti ini: Pedihnya Hati si A... dst
Dan kita patut bertanya: itu fakta atau karangan penulis? Berita itu tanpa reportase, tanpa fakta, tanpa wawancara. Semua hanya berupa jalinan cerita. Lempang seperti curahan hati.
Ya. Mungkin zaman sudah lain.
Saya ingat pelajaran dasar bagi jurnalis, tentang pagar api yang tegas tak boleh dilanggar antara fakta dan opini penulis.
Intinya, menulis fakta itu, ya, beralas fakta. Bukan ilusi. Atau mimpi-mimpi, atau maunya si penulis belaka. Jika tak diceritakan sendiri oleh narasumber, jangan pernah menulis begini:
"Ia membayangkan bla-bla-bla..",
"Sekarang mereka menyesal karena anu, anu dan anu...",
"Dalam hati mereka,...." atau
"Terlintas di benaknya bla-bla-bla ...."
Kalimat di atas sudah pasti bohong jika penulis tak mendengar sendiri kata-kata orang itu. Bagaimana mereportase di kedalaman hati atau menggambarkan isi pikiran orang?
Jadi, sesungguhnyalah sodara-sodara, jangan pernah percaya media yang menulis bahwa "sekarang si A menyesal memilih sang komandan ..." dengan alasan yang penulis gambarkan dari benak orang lain.
Kecuali, ia sosok seperti Lucy di film Luc Besson, manusia yang karena sesuatu yang tak terduga, tiba-tiba bisa memanfaatkan segenap kemampuan otaknya. Ia mampu membaca pikiran orang lain dan mengendalikan materi-materi di sekitarnya.
Tapi itu cuma di film. Di dunia nyata ia tak pernah ada.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews