Dalam pandangan Gus Dur, pemikiran Syafii Maarif lebih dekat dengan Nurcholis Madjid, yang lebih mengutamakan aspek kultural Islam.
Salah satu tokoh "Tiga Pendekar dari Chicago" berpulang hari ini: Buya Prof Dr H. A. Syafii Maarif.
Julukan "tiga pendekar dari Chicago" ini diberikan Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) dalam kolomnya di majalah TEMPO, 27 Maret 1992. Ketiga pendekar itu Nurcholis Madjid (meninggal Agustus 2005), Syafii Maarif, dan Amin Rais.
Julukan "tiga pendekar" diberikan Gus Dur karena ketiganya memang merupakan generasi pertama cendekiawan Muslim yang belajar dan meraih gelar Ph. D di Universitas Chicago. Ketiganya juga dibimbing cendekiawan Islam tersohor asal Pakistan yang mengajar di universitas itu, Prof Dr Fazlur Rahman.
Menurut Gus Dur, sebagai cendekiawan ketiga tokoh memiliki persamaan tapi sekaligus perbedaan. Cukup besar perbedaan pandangan antara ketiganya, tulis Gus Dur, dan itulah yang menjadi ciri "kesatuan" antara ketiga pendekar Chicago itu.
Dalam pandangan Gus Dur, pemikiran Syafii Maarif lebih dekat dengan Nurcholis Madjid, yang lebih mengutamakan aspek kultural Islam. Walau demikian, Syafii Maarif sebagai "orang organisasi", juga menekankan arti penting upaya memasuki pusat-pusat kekuasaan (power centers).
Bagi saya dan teman-teman di Prisma dan LP3ES, banyak kenangan tentang Buya Syafii Maarif. Selain pernah diundang menulis di Prisma, disertasinya juga kemudian diterbitkan LP3ES berjudul ISLAM dan Masalah KENEGARAAN: Studi tentang Percaturan dalam Konstituante (1985). Buku ini diberi Kata Pengantar oleh Dr Nurcholis Madjid (Cak Nur).Hari ini, salah satu tokoh "Tiga Pendekar dari Chicago", cendekiawan besar yang sangat rendah hati itu, guru bangsa Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif berpulang.
Selamat jalan Buya.........
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews