Persis sama seperti terapi cuci otak dokter Terawan yang begitu "populer" sampai orang harus mengantri berminggu-minggu untuk mendapat giliran diterapi DSA oleh dr Terawan.
Ada kemiripan yg mencolok antara Terapi Cuci Otak dokter Terawan dan Terapi Khelasi dokter Kisyanto. Sama-sama menghebohkan ramai-ramai dicari orang karena promosi getok tular di medsos. Sama-sama juga kontroversial karena komunitas kedokteran sedunia belum satu suara akan efikasi (kemanfaatan dan kemanjuran) terapi ini.
Bedanya, dokter Terawan cantolannya (backing-nya) kuat, sedangkan dokter Kisyanto kurang kuat backing-nya, sehingga beberapa tahun yang lalu terapi khelasi itu "dilarang".
Terapi khelasi (orang awam menyebut 'terapi infus') memang diklaim dapat mengatasi penyakit stroke dan gangguan jantung karena penyempitan pembuluh darah. Caranya pasien diinfus dengan zat EDTA (Etilen Diamin Tetra Acetyl Acid) setiap minggu selama 3 jam.
EDTA ini memang sudah diakui sebagai protokol pengobatan untuk keracunan merkuri dan timbal dalam darah. Kerjanya dia mengikat logam-logam itu dan lalu dikeluarkan melalui air seni.
Atas pemikiran yang sama, EDTA ini diinfuskan pada pasien yang mengalami penyempitan pembuluh darah (arterosclerosis) sehingga dia mengikat kalsium yang ada pada plak (gumpalan penyumbat pada pembuluh darah) dan selanjutnya compound ini dikeluarkan lewat kencing.
Tapi, hasil penelitian medis mengatakan sebaliknya. Terapi khelasi (chelation therapy) tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan terhadap penyempitan pembuluh darah. Bahkan dia menunjukkan adanya efek samping (meskipun dalam skala kecil) seperti hypocalcemia, tekanan darah turun mendadak, penurunan sumsum tulang, kerusakan ginjal dll.
Prof dr Yahya Kisyanto yang merupakan pelopor terapi khelasi mengakui memang ada kontroversi di situ, tapi dia didukung oleh sejumlah sejawat dokter sedunia yang "approve" dengan terapi ini.
Yang jelas pasien yang mencari terapi khelasi ini berjubel mengantri di klinik dr Kisyanto, karena promosi dari mulut ke mulut orang yang sudah melakukan terapi infus ini memang mengatakan hasilnya bagus dan bermanfaat.
Persis sama seperti terapi cuci otak dokter Terawan yang begitu "populer" sampai orang harus mengantri berminggu-minggu untuk mendapat giliran diterapi DSA oleh dr Terawan.
Bagaimana sikap kita menghadapi permasalahan seperti ini?
Otoritas medis mengatakan bahwa semua terapi harus berdasarkan "evidence base" (artinya harus melalui uji klinis berjenjang yang ketat), sementara masyarakat awam memakai standar "anecdotal" (ujaran berantai dari mulut ke mulut) bahwa terapi dokter A itu bagus dan memang ada bukti yang bersangkutan merasa sembuh dari stroke atau yang lainnya.
Ini kiranya yang perlu dijembatani antara dua "kubu" yang berseberangan. Dan ini pula yang menyebabkan "perang" antara yang membela dan menyalahkan dokter Terawan di dalam publik. Dan malah melebar ke isu agama, isu politik identitas dan sebagainya yang sama sekali tidak relevan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews