Narasi Bokong Truk [2] Pesan Sopir, Jangan Seenaknya "Mengkavling-kavling" Surga!

Para cerdik cendekia mengkaji secara serius narasi di pantat truk baik dari sisi semantik, emiotika, semantika, filosofi, seni, bahasa, tata bahasa dan seterusnya, padahal....

Sabtu, 7 November 2020 | 05:48 WIB
0
512
Narasi Bokong Truk [2] Pesan Sopir, Jangan Seenaknya "Mengkavling-kavling" Surga!
Narasi di bak truk (Foto: sarklewer.com)

Berbahagialah para sopir truk yang telah berhasil memasuki halaman kampus-kampus ternama di negeri ini. Bukan untuk kuliah mengambil S1, S2, S3 sampai S tak terhingga, melainkan narasi yang mereka tulis di pantat truk telah dikaji secara ilmiah sehingga boleh jadi telah menghasilkan sarjana, master sampai doktor berkat menelaah tulisan di bokong truk itu.

Para cerdik cendekia mengkaji secara serius narasi di pantat truk baik dari sisi semantik, emiotika, semantika, filosofi, seni, bahasa, tata bahasa dan seterusnya, padahal mungkin si sopir truk menulis kata-kata disertai gambar itu suka-suka saja, asal tulis begitu saja.

Tentu saja saya tidak berpretensi untuk menulis oret-oretan ini sebagai kajian ilmiah. Ini sungguh kajian yang tidak ilmiah, cenderung suka-suka saja, hanya dari sudut pandang orang biasa, sehingga saya terbebas dari kutukan ilmiah para cerdik-cendeikia. Ngeri euy!

Pepatah mengatakan selera tidak bisa diperdebatkan atau dalam bahasa Latin-nya "de gustibus non est disputandum". Jadi, tulisan ini suka-suka saya saya juga dari sudut pandang orang biasa yang jauh dari karakteristik akademis.

Pada tulisan terdahulu, saya telah menelaah secara tidak ilmiah tujuh (7) narasi di pantat truk. Berikut tujuh narasi lainnya yang menancap dalam ingatan saya.

8. "Istrimu, Do'aku"

Semula saya tidak begitu peduli membaca narasi singkat ini karena wajar saja, bukan. Tetapi....? Ooow, saya salah baca, saya pikir itu "Istriku", ternyata "Istrimu". Barulah saya senyam-senyum sendiri, bukan karena pernah mengalami hahaha. Varian dari teks di pantat turuk ini antara lain "Istrimu, Harapanku" dan "Istrimu, Rinduku". Beuuuu....

9. "Jangan ngaku cantik kalo belum macarin pria beristri"

Semua narasi di pantat truk selalu dilengkapi gambar, tidak terkecuali kalimat di atas. Ini sesungguhnya tantangan ala sopir truk, tetapi percayalah.... banyak perempuan tertantang oleh kalimat si sopir ini, baik perempuan yang masih nyorangan atau sudah bersuami. Ayo, ngaku!?

10. "Seburuk apapun kau pandang diriku, belum tentu kau lebih sempurna"

Tidak saya sangka, sopir truk bisa melankolis juga. Pengalaman hidup boleh jadi membuatnya demikian, dalam arti, ia pernah ditolak perempuan plus hinaan yang diterima dari perempuan yang akan ditembaknya itu. Ah, jangan-jangan bukan hanya sopir truk yang mengalami penolakan menyakitkan ini, kamu juga, kan?

11. "Aa bilih made nyandung mah mangga wae, abdi mah ikhlas"

Kalimat ini ditulis dalam bahasa Sunda yang menunjukkan si sopir truk paham bahasa tersebut yang artinya "Mas, kalau mau poligami silakan saja, aku rela". Saya menduga sopir truk mengalami penolakan istrinya saat mengutarakan niatnya hendak poligami, mungkin kurang persiapan atau latihan. Karena mendapat penolakan itulah dia curhat di pantat truk miliknya.

12. "Jarang pulang"

Kadang pengakuan sopir truk jujur juga dan "to the point" tanpa harus berbelit-belit. Hidupnya lebih lama ia habiskan di atas roda truk yang menggilas aspal, praktis ia jarang pulang. Kamu jangan merasa tersindir kalau jarang pulang, ya!

13. "Neraka bukan urusanmu, surga belum tentu jadi tempatmu, jangan suka urusin urusan orang lain"

Jujur, ini narasi pantat truk yang saya suka. Sepertinya narasi ini menampar siapapun yang suka "mengkavling-kavling" surga, seolah-olah sudah yakin surga itu miliknya, sementara kunci neraka ia serahkan begitu saja kepada yang tidak sepaham, sehaluan dan seiman. Keren kan, Bro!?

14. "Wani piro?"

Kalimat pendek dua kata ini tentu saja disertai gambar perempuan cantik nan seksi di mata sopir truk. Tetapi begitulah, kadang sopir truk sering berurusan dengan harga kalau sudah terkait perempuan. Maksudnya apa? Tanyalah pada diri sendiri, barangkali di sana ada jawabnya... kata Ebiet.

Untuk sementara saya sudahi dulu bahasan tentang narasi dan diksi di pantat truk. Kapan-kapan disambung lagi jika ada waktu.

(Bersambung)

Tulisan sebelumnya: Narasi Bokong Truk [1] Teks Alam Bawah Sadar