Narasi Bokong Truk [1] Teks Alam Bawah Sadar

Dalam beberapa tulisan, kalimat atau narasi yang mereka susun terasa sedemikian berat dan berbobot, tetapi tetap menyisakan humor atau kegetiran di dalamnya.

Rabu, 4 November 2020 | 06:57 WIB
0
512
Narasi Bokong Truk [1] Teks Alam Bawah Sadar
Narasi di bak truk (Foto: swarakyat.com)

Apa yang bisa kita tarik manfaat dari membaca tulisan atau stiker pada pantat truk? Tulisan disertai gambar -biasanya gambar perempuan cantik- kerap mencuri pandang pengemudi yang tepat berada di belakang pantat truk. Karena ada "pesan" dan "visual" yang tersaji di depan mata, mau tidak mau kita membacanya. Setidak-tidaknya saya, begitulah.

Baik, kembali ke pertanyaan awal; apa yang bisa kita tarik manfaat dari membaca tulisan atau stiker pada pantat truk?

Tentu ada, minimal saya bisa senyam-senyum sendiri kalau pesan yang disampaikan terasa mengena. Siapapun yang membuat pesan di pantat truk itu, ia paham fungsi sebuah tulisan; menghibur, menginformasikan, menginspirasi, dan mendidik. Mana yang paling dominan dari keempat fungsi itu? Jelas menghibur, tetapi uniknya, kadang juga menginspirasi.

Selarik pesan yang disampaikan, mestinya lahir dari alam bawah sadar penulisnya, siapapun dia; sopir truk, pemilik truk, atau seniman jalanan yang memang diminta khusus membuat visual dan teks pada pantat truk. Kalau tidak dari alam bawah sadar, tentu dari pengalamannya, dari kesehariannya.

Tulisanmu, karaktermu. Tulisanmu, pengalamanmu. Bagaimana kemudian sopir truk akrab dengan perempuan? Kesepian. Bisa jadi terlalu lama berpisah dengan sang istri di rumah. Hati dan jiwa mereka terisi gambaran perempuan lain, daripada dikosongkan begitu saja.

Apakah itu kenyataan atau sebatas angan-angan, hanya Tuhan dan sopir truk itu yang tahu.

Kadang saya juga merenung kalau pesan yang disampaikan melebihi omongan para filsuf. Jangan sekali-kali membandingkan kata-kata di pantat truk dengan seruan kitab suci meski menurutmu benar, sebab akan jadi masalah serius. Tetapi dalam beberapa tulisan, kalimat yang mereka susun terasa demikian berat dan berbobot.

Coba simak beberapa ujaran yang terbaca dalam pantat truk ini:

1. "Lali rupane, eling rasane".

Meski terkesan sederhana, tetapi di sana tersimpan makna yang demikian dalam tentang "nilai keintiman". Kalimat ini mengundang senyum, apalagi bagi kaum pria yang pernah mengalaminya, bukan? Bisa juga kalimat itu dibalik, "kamu baru ingat diriku ketika kamu teringat rasaku".

2. "Burung pun ingat pulang".

Lebih kepada peringatan diri sopir truk sendiri di mana sebagian waktunya dihabiskan di luar rumah, tidak bersama anak dan istri. Sering kecantol sejumlah perempuan di tempat pemberhentian atau tempat mangkal truk. Kalau sudah punya gebetan baru, ia sudah punya kesenangan sendiri, lupa anak-istri. Dengan kalimat "burung pun ingat pulang", setidak-tidaknya itu "self-reminder" baginya.

3. "Istighfar untuk masa lalu, bersyukur untuk hari ini, berdoa untuk hari esok".

Kelihatan relijius sekali, kalimat ini sekaligus melawan filsafat Zen yang tidak percaya masa lalu dan masa depan yang ia sebut sebagai ilusi. Zen hanya percaya masa kini. Dimensi Zen tentang waktu cuma satu, masa kini itu. Sedangkan sopir truk punya tiga dimensi waktu; lalu, kini dan nanti. Keren, bukan?

4. "Jangan tinggalkan yang baik demi yang menarik!"

Kalimat yang berima dan puitis; "ik" (baik) ketemu "ik" (menarik). Artinya, sopir truk seorang yang paham puisi, estetika berbahasa. Tetapi isinya pun dalam. Kata "menarik" lagi-lagi merujuk pada perempuan yang cantik (setidaknya menarik). Hayo, siapa yang pernah telanjur mengalami peristiwa ini; meninggalkan yang baik-baik demi perempuan cantik?

5. "Mr. Ompung, Panitia Hari Kiamat".

Kamu mencap sopir truk ini sinkretis yang kerap mengolok-olok keyakinan tertentu soal hari kiamat? Silakan saja. Tetapi di luar purbasangka seperti itu, kalimat di atas tidak lain sebagai lucu-lucuan belaka, bukan pula satir. Memangnya hari kiamat sudah tentu waktunya sehingga perlu dibentuk kepanitiaan segala?

6. "Karena yang setia bakal kalah dengan yang selalu ada".

Wahai perempuan, mohon cermati kalimat di atas itu. Pesannya singkat; harus selalu berdekat-dekat dengan kekasihmu, dengan suamimu, meski kamu punya stok kesetiaan segudang. Ketika kamu tiada (tidak ada di dekat kekasih/suami) dan ada perempuan lain yang mengisi ketiadaanmu, kesetiaanmu ibarat uang lama yang sudah tak laku. Selalulah ada di dekatnya, meski kamu punya stok kesetiaan yang terbatas.

7. "Aku kudu kerja keras, soale pinsil alis, bedak dan gincumu ora ditanggung BPJS".

Ini penyemangat diri ala sopir truk. Dia harus lebih kerja keras bukan karena harus menafkahi istri maupun memberi makan anak-anak, tetapi uang habis untuk "klangenan" atau "wedokan" di tempat hiburan.

Oke, biar tidak jenuh dan lelah bacanya, besok saya lanjutkan...

(Bersambung)