Semoga Herd Immunity yang diagung-agungkan saat ini, dapat diupayakan di Indonesia itu TANPA perlu mengorbankan puluhan ribu, ratusan ribu bahkan jutaan yang terpapar.
Pagi ini, waktu Washington DC, Amerika, saya membaca tulisan seorang kawan baik saya di dinding Facebooknya yang mendapat ratusan dan ribuan komentar tentang tulisannya. Tulisannya menulis bagaimana pemerintah Indonesia yang seperti “terserah saja” menghadapi Covid19.
Menurut saya, kawan saya ini, sepertinya sudah apatis dengan badai Covid19, pandemi global yang juga menyerbu Indonesia. Dia mengutip berbagai tindakan dan pernyataan pejabat-pejabat publik Indonesia hingga presiden dalam tulisannya.
Saya jadi berpikir, sebegitu parahkah saat ini kondisi rakyat Indonesia akibat paparan Covid19 ini sebagaimana yang dia ungkapkan dalam tulisannya? Mengapa kawan saya itu menjadi apatis terhadap situasi saat ini? Apakah jumlah korban dan kondisi akibat serbuan Virus Corona di Indonesia saat ini memang sudah tak mampu dicegah lagi?
Apa kesadaran self distance dan pakai masker sudah tidak ada lagi? Kalau mengutip tulisan teman baik saya itu : “Kalau Indonesia terserah, saya terserah, semua terserah,” … Lantas terusnya nanti jadi bagaimana yaaaaaa…. Bukankah setiap kita harus melakukan bagian kita sebaik-baiknya?
Melawan dengan Herd Immunity itu tidak mudah. Apalagi untuk mereka yang sudah punya penyakit bawaan dan gaya hidup yang tidak sehat. Di negara maju yang punya kesadaran hidup sehat tinggi sekalipun, Herd Immunity bukan dianggap jawaban terbaik untuk melawan pandemi Covid19.
Herd Immunity dapat diterima kalau ada informasi dan panduan yang jelas tentang herd immunity dalam suatu populitas. Tetapi, itu saja tidak cukup, Proses seleksi alam harus dibarengi dengan good faith pemerintah dan rakyat yang sebaik-baiknya dengan pemahaman dan langkah-langkah pencegahan medis tepat.
Apa itu Herd Immunity?
Herd Immunity adalah imunitas herd, imunitas yang dimiliki dalam sebuah kelompok, populasi, grup yang ada dalam sebuah ruang. Misalnya, kalau ada 100 anak di sekolah, 85 hingga 95 orang anak sudah vaksinasi campak, maka dipastikan kelompok anak dalam komunitas tersebut itu memiliki herd immunity atas virus campak. Dari situ, dipastikan anak yang belum vaksin akan dapat sembuh, sehat dengan penanganan medis yang ditetapkan dari serangan virus campak.
Herd Immunity juga dapat dibangun di komunitas dengan jumlah orang terpapar virus campak misalnya, yang dapat sembuh tanpa divaksin. Misalnya, anak-anak yang sudah sembuh dari serangan Virus Campak di suatu komunitas ada 95 orang dari 100 anak dalam suatu grup populasi. Maka dapat diterima 95 persen anak dalam komunitas tersebut sudah memiliki herd imunnity dan sisanya 5 orang lagi akan aman jika ditangani dengan tindakan medis sebagaimana ditetapkan dalam pengobatan serangan Virus Campak.
Iya kalau serangannya cuma sejenis Virus Campak yang sudah ada vaksin dan obatnya. Bagaimana kalau ini jenis virus baru yang belum ada obatnya dan vaksinnya?
Kalau cara penanganan Herd Immunity ditetapkan dalam satu kelompok populasi, maka resikonya memang besar dan permanen dalam komunitas. Kelemahan Herd Immunity memakan banyak korban, khususnya mereka yang sudah tidak punya imunitas tubuh atau yang imunitas tubuhnya lemah. Orang tua, anak-anak, wanita hamil dan menyusui, dan orang-orang yang memiliki penyakit low immune dan penyakit serius lainnya rawan jadi korban tewas atas serangan virus dan bakteri pandemi.
Herd Immunity dibangun dengan kesadaran penuh pentingnya vaksin, dan imunitas tubuh yang kuat dalam suatu grup populasi. Komunitas memiliki kesadaran bersama untuk menjaga tubuh sehat, bersih, dan aktif melakukan pencegahan demi meminimalisasi penularan penyakit akibat virus dan bakteri.
Di negara-negara maju, rakyatnya memiliki fasilitas kesehatan yang baik dan dokter-dokter berkualitas, tentu dapat melakukan tindakan preventif dengan melakukan vaksin secara teratur dan pencegahan dini dengan gaya hidup sehat. Tetapi di negara-negara yang sudah maju sekalipun, juga kelabakan menghadapi serangan Covid19. Ketidaksiapan terjadi karena memang belum ada yang punya herd immunity terhadap Covid19. Belum ada vaksinnya, dan ini jenis virus baru yang ganas, agresif, dan menular, menjadi pandemi global.
Baca Juga: Siap-siap "Herd Immunity", Bawalah Probiotik Siklus sebagai Bekal!
Sehingga ide Herd Immunity sebagai cara penanganan Corona banyak juga dipertanyakan oleh para ahli medis . Banyak ahli penyakit menular yang tidak menerima herd immunity untuk dijadikan penyelesaian atas pandemi global Covid19.
Apakah untuk membangun herd immunity ditengah kelompok populasi 1000 orang harus rela 850 hingga 950 orang terpapar untuk meyakinkan bahwa mereka yang selamat dan masih hidup dari serbuan Virus Covid19 ini memiliki herd immunity, dan membiarkan 50 hingga 150 orang untuk mati demi membangun herd immunity dalam satu kelompok populasi?
Di negeri Amerika, tempat saya tinggal, dikabarkan sudah lebih dari 90 ribu orang sudah tewas akibat serbuan Covid19. Banyak negara bagian mengisolasi kota-kota dan perbatasan demi mencegah penularan.
Selama hampir dua bulan terakhir ini saya di rumah saja mengikuti anjuran pemerintah. Kantor-kantor pemerintah, tempat-tempat publik seperti sekolah, perpustakaan, mall, pengadilan, semua ditutup selama dua bulan terakhir ini. Kalaupun saya harus keluar rumah untuk beli stok makanan dan minuman, misalnya, saya harus punya kesadaran penuh melakukan pencegahan: jaga jarak, dan saya memakai sarung tangan dan masker, baju dua lapis yang menutup hingga rambut saya.
Saya juga harus bawa antibacterial gel dan antibacterial wet wipe untuk membersihkan gagang pintu mobil dan pintu masuk rumah misalnya. Itupun masih terkena bau-baunya sesampai di rumah. Saya harus segera mandi, bersabun dengan banyak busa di seluruh tubuh, dan mengkonsumsi vitamin C dan makanan berantioksidan. Sepertinya kesadaran seperti ini tidak ada hanya pada saya. Sebuah kesadaran kelompok yang dibangun bersama sebagaimana dianjurkan pemerintah.
Tetapi apakah itu menghentikan laju jumlah korban tewas akibat Covid19 di Amerika? Di daerah saya, di komunitas populasi saya yang melakukan itu memang terbukti berhasil. Tetapi kenyataannya, berbicara tentang Amerika sebagai satu negara, jumlah korban Covid19 hingga kemarin sudah mencapai angka 90 ribu korban tewas. Dan kebanyakan yang tewas mendapatkan pengobatan tindakan medis. Itu bukan jumlah yang sedikit. Itu cukup besar.
Apa yang salah? Kesadaran kelompok untuk membangun herd immunity yang kurang? Tidak tersedianya anti bakterial dan masker? Ketidakpedulian untuk jaga jarak? Kurang pengetahuan? Mungkin semua alasan itu ada benarnya. Apakah herd immunity itu harus dibangun dengan cara seperti itu? Membiarkan seleksi alam berjalan alami tanpa hambatan.
Seberapapun besarnya rasa kasihan pada mereka yang sudah terlanjur terpapar Covid19, apalagi sampai tewas tanpa pengobatan dan penanganan khusus karena ketidaktahuan dan ketidakberdayaan, memang tidak akan mengubah keadaan. Mengadakan vaksin tetap pilihan terbaik, tetapi memang memerlukan dana yang tidak sedikit dan perlu waktu lama. Saya yakin, sebagaimana mantan Menkes RI Ibu Siti Fadilah katakan, Indonesia mampu dan sanggup memproduksi vaksin Covid19 sendiri. Tetapi tentu itu tidak akan terjadi seketika.
Jadi bagaimana sebaiknya herd immunity dapat diterapkan. Kesadaran dan kepedulian bersama dalam kelompok populasi harus dibangun. Jangan sampai kita jadi pembawa dan penular Virus Covid19. Disiplinlah jaga jarak dan pakai masker, Cuci tangan sering-sering dengan busa banyak dan konsumsi makanan yang sehat kaya antioksidan penuh vitamin C.
Kurangi berinteraksi ke tempat grup komunitas lain, terutama di luar kota, dan khususnya pada mereka yang tubuhnya renta, muda, hamil dan menyusui dan punya kelemahan low immune dan penyakit-penyakit mematikan lainnya. Mungkin itu pencegahan terbaik. Sedapat mungkin, mengisolasi diri adalah jalan teraman daripada beredar dari satu kelompok komunitas satu dan lainnya yang riskan akan paparan Covid19.
Baca Juga: "Herd Immunity" dan Puritanisme yang Sekarat
Kemarin saya sempatkan baca artikel, bagaimana saat ini Amerika mempraktekkan pembersihan transportasi publik seperti bis dan kereta dengan lampu ultraviolet. Bahkan tidak itu saja, restoran-restoran dan tempat-tempat publik pun menyediakan tempat “berultraviolet” untuk membersihkan pengunjung yang masuk dari Covid19 sebelum masuk ke wilayah mereka.
Ide ini menarik. Bagaimana kalau ada kesadaran juga, setiap rumah dan setiap keluarga, memiliki lampu ultraviolet yang dibeli atas kesadaran sendiri untuk mensterilkan tiap ruang di rumah mereka, termasuk penghuni rumah sebelum masuk dan tinggal di dalam rumah.
Berharap pada uluran tangan pemerintah bagus, tetapi kalau pemerintah juga pasti punya batas limit untuk menolong karena anggaran yang terbatas. Kesadaran dan kepedulian, juga kemauan kuat untuk hidup sehat memang harus kita mulai dari diri sendiri. Mengamankan rumah dan tubuh kita itu penting dan harus jadi prioritas penting setiap hari.
Semoga Herd Immunity yang diagung-agungkan saat ini, dapat diupayakan di Indonesia itu TANPA perlu mengorbankan puluhan ribu, ratusan ribu bahkan jutaan yang terpapar bahkan terpaksa jadi korban tewas. Bahwa Herd Immunity itu hanya dapat berhasil JIKA vaksin dibuat dan diberikan pada populasi komunitas. Jadi, kalau mengacu pada konsep Herd Immunity, harusnya memang pemerintah Indonesia dapat serius dan fokus memproduksi vaksin Covid19 untuk diberikan pada rakyatnya. Dananya memang tidak sedikit.
Semoga Tuhan berkenan berbelas kasihan dan mendengar semua doa seluruh anak bangsa Indonesia dengan menjauhkan jumlah orang sakit dan kematian di antara kita semua.
***
Sumber:
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews