Kumpulan Tulisan In Memoriam Para Tokoh dan Aktivis
Masa pandemik memiliki goresan batin yang khusus. Saya menyaksikan banyaknya para sahabat yang wafat. Entah mengapa, itu membuat saya banyak merenung hal ihwal soal kematian.
Ketika merenung soal kematian, dua hal yang paling membekas.
Pertama, kunjungan ke Forbiden City sekitar 12 tahun lalu, di tahun 2010. Waktu saya dan keluarga ke Cina, ke Beijing, sempat mampir ke salah satu tempat turisme yang paling banyak dikunjungi. Ialah forbidden city.
Ini area yang cukup luas, 72 hektar. Berdiri di sana bangunan kerajaan dinasti Yuan, dinasti Ming dan dinasti Qing. Ini era abad ke 13 sampai 15 di Cina.
Area itu dikelilingi tembok setinggi 10 meter, sepanjang area. Inilah asa muasal nama Forbidden City. Ini tempat yang terlarang dikunjungi. Ia hanya area raja dan keluarga besar, serta siapun yang dikehendaki oleh keluarga raja.
Agen turis kami juga banyak belajar sejarah. Ia bercerita satu kisah para raja.
Ujarnya, setiap kali raja dilantik, yang pertama ia lakukan adalah membangun dulu makamnya. Sang raja membangun dulu tempat nanti ia dikuburkan.
Sebelum raja yang baru memerintah, berhari- hari, ia diminta merenung. Di makamnya nanti, ia ingin dikenang sebagai apa? Apakah raja yang cinta pengetahuan? Yang cinta keadilan? Yang cinta kejayaan? Dan sebagainya.
Dari sana, ia susun roadmap pemerintahan. Berbeda harapan, berbeda keinginan dikenang sebagai apa di batu nisan, akan berbeda pula kebijakan utama sang raja.
Lama saya merenung. Tradisi raja di masa itu, justru mulai memerintah dengan merenungkan dulu kematiannya. Ia ingin dikenang sebagai apa? Mempersiapkan makam justru untuk memberi pedoman hidup.
Kedua, soal apa yang kita ingin tertulis di nisan, justru datang dari guru manajemen: Peter Drucker. Ia juga banyak mengajarkan. Jika kita ingin membangun legacy, jejak yang monumental, juga mulai dengan pertanyaan itu: dirimu ingin dikenang sebagai apa?
Ujar Peter Drucker, jika usiamu sudah di atas 50 tahun, tapi masih belum merumuskan dirimu ingin dikenang sebagai apa, kau menyia-nyiakan hidupmu.
Peter Drucker menceritakan juga perjumpaannya dengan ekonom terkenal: Schumpeter. Drucker bertanya kepada schumpeter, ia ingin dikenang sebagai apa jika nanti ia mati.
Schumpeter tertawa. Tapi ia menceritakan perubahan dalam hidup. Dulu, katanya, ketika aku masih muda, aku ingin dikenang sebagai penulis buku ekonomi terbaik yang pernah ada. Itulah tujuan hidupku: dikenang sebagai penulis buku ekonomi yang monumental.
Namun, ujar Schumpeter, usiaku kini sudah 62 tahun. Aku mengubah tujuan hidup. Ada yg lebih penting dibandingkan buku. Yaitu manusia.
Aku lebih ingin dikenang ikut melahirkan para murid, manusia, yang menjadi pemikir ekonomi kelas satu dunia.
Bukan buku, tapi manusia!
Pentingnya kita merenung soal kematian, ingin dikenang sebagi apa, justru untuk membuat hidup kita lebih fokus dan lebih bermakna.
Buku ini kumpulan tulisan in memoriam. Mendengar wafatnya seorang tokoh nasional, terutama yang pernah memiliki momen bersama, menggerakkan saya menuliskan sesuatu.
Tak terasa sudah cukup banyak saya menulis soal In Memoriam. Saya pun mempersilahkan penerbit CBI mengumpulkan esai In Memoriam itu untuk dirangkai dalam satu buku khusus.
Mendengar wafatnya orang yang dikenal, selalu saya hidup- hidupkan harapan itu. Ia, sang tokoh, teman itu, sahabat ini boleh menjemput kematiannya. Tapi gagasan yang pernah dicetuskannya semoga tetap hidup.
***
April 2022
Denny JA
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews