Di Kompasiana memang banyak tulisan-tulisan amat bermutu, tapi tak sedikit juga tulisan sampah dan fitnah yang isinya melulu bertujuan membunuh karakter.
Akhir-akhir ini marak manipulasi media sosial seperti status Facebook dan Twitter yang berisi foto rekayasa dengan photoshop (misalnya kepala Jokowi dipasang menggantikan kepala orang lain yang sedang naik limo Mercedez Pullman).
Gubernur Ahok Jakarta juga kerap jadi sasaran bullying di Forum Blogger seperti Kompasiana. Ini ia alami sejak dia masih menjadi Wakil Gibernur DKI Jakarta, di antaranya oleh Kompasianer tak terverifikasi bernama samaran (pseudonim) Go Teng Shin. Nama yang mengesankan penulisnya seorang keturunan Tionghoa, tapi tulisannya amat kental kebenciannya kepada Ahok yang juga keturunan Tionghoa.
Kompasiana juga kerap dimanipulasi oleh penulis-penulis yang melakukan pembunuhan karakter selama Pilpres. Ada juga Jilbab Hitam yang tulisan fitnahnya menyerang Tempo, sebuah media yang kredibel.
Kompas dan lain-lain pun diserang. Celakanya, ada teman yang tak bisa membedakan antara Kompas cetak/online dengan Kompasiana (sebuah forum blog pascamoderasi).
Di Kompasiana memang banyak tulisan-tulisan amat bermutu, tapi tak sedikit juga tulisan sampah dan fitnah yang isinya melulu bertujuan membunuh karakter.
Tadinya diharapkan jadi ajang engagement para pembaca Kompas, menjadi semacam wadah untuk citizen journalism, namun akhirnya menjadi lebih banyak berisi opini, yang tak jarang tidak terverifikasi.
Sayangnya, tabloid sampah dan fitnah yang memang tujuannya membunuh karakter Jokowi selama Pilpres ini hingga kini diambangkan proses kriminalisasinya oleh Polri (yang malah lebih giat mengkriminalisasi tokoh-tokoh antikorupsi).
Saya jadi ingat buku tentang pengakuan manipulator media ini, yang rasanya relevan untuk situasi Indonesia saat ini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews