Tidak perlu PSBB, lockdown atau apapun namanya.. Apa gunanya sedekah memberi makan 10, 20, 100 orang yang terdampak pandemi
Bagi saya, hal yang paling menyedihkan dari pandemi ini adalah menemukan fakta bahwa mayoritas penduduk negara ini, at least di abad 21 ini, diisi oleh makhluk-makhluk yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
Di permukaan mungkin mereka menjelma menjadi manusia yang memiliki jiwa sosial yang tinggi, rajin bersedekah, bagi sembako, bersimpati kepada orang yang kesusahan, dan semacamnya.
Tapi benarkah perbuatan-perbuatan sosial itu karena memikirkan kepentingan orang lain, atau sebetulnya sedang memikirkan kepentingan diri sendiri?
Ada orang yang rajin bersedekah karena mengharapkan balasan rejeki yang melimpah berkali lipat dari sedekahnya.
Ada yang mengharapkan pahala untuk dirinya.
Ada yang mengharapkan surga untuk dirinya.
Ada yang karena riya.
Dst, dst.
Kelihatannya perbuatan sosial demi kebaikan orang lain, aselinya mengharap kebaikan untuk diri sendiri.
Dalam rangka penuntasan pandemi, untuk mencegah penularan penyakit lebih masif, pembatasan sosial terpaksa dilakukan.
Jutaan rakyat kecil kehilangan pekerjaan atau mengurang penghasilannya.
Mall yang ditutup lebih cepat, kafe yang harus ditutup, pabrik yang berhenti beroperasi, dlsb menyebabkan para pekerjanya yang notabene rakyat kecil harus kehilangan penghasilan dan anggota keluarga yang turut menanggung derita.
Padahal pencegahan penularan Covid-19 cukup bisa dilakukan dengan menggunakan masker, cuci tangan, jaga jarak, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. Tidak perlu PSBB, lockdown atau apapun namanya..
Apa gunanya sedekah memberi makan 10, 20, 100 orang yang terdampak pandemi...
Sementara perilaku egoisnya tidak bersedia menerapkan PROTOKOL KESEHATAN menyebabkan jutaan perut kelaparan?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews