Dari kenangan itu terlihat bahwa almarhum Bambang Yogianto adalah anak yang cerdas. Lebih penting dari itu selalu mengikuti perintah kedua orang tuanya.
Hari ini, 23 Februari 2021, saya berkomunikasi kepada putra Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat, yaitu Bambang Susanto dan Bambang Wasono mengenai sang ayah yang menerima Bintang Republik Indonesia Adipradana.
Ceritanya memang sudah lama ketika diberikan kepada ketiga pelaku Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) 1966 tersebut. Penghargaan ini dari negara untuk sang jenderal yang patuh.
Waktu itu, Jenderal M. Jusuf masih dalam masa pemuilihan kesehatan dan ia langsung terbang ke Jakarta untuk menerima anugerah itu. Presiden Soeharto yang langsung memberikannya pada tanggal 7 Agustus 1995, kecuali untuk Jenderal TNI Basoeki Rachmat yang sudah tentu diwakili keluaga, karena ia sudah meninggal dunia pada 10 Januari 1969.
Jadi, selain Jenderal Jusuf, dua pelaku sejarah Supersemar lainnya, yakni Jenderal Amirmachmud dan Jenderal Basoeki Rachmat.
Setelah saya menulis buku biografi Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia/Grasindo), kemudian dicetak dua kali, Agustus 1998 dan Juni 2008, hubungan saya dengan keluarga bertambah akrab.
Ketika putera tertua Jenderal Basoeki Rachmat meninggal dunia, yaitu Yogi Basoeki Rachmat, pada tanggal 28 April 2020, saya ikut juga berduka. Tentu tidak hanya saya, jika mendengar berita tersebut.
Apalagi jika dikaitkan dengan nama ayahnya, yang ikut serta menjadi saksi lahirnya Supersemar tahun 1966.
Secara pribadi, saya sangat mengenal keluarga besar Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat. Semua keluarga hadir bersama Ibu Sriwoelan Basoeki Rachmat, para ajudan, di antaranya Kolonel TNI (Purn) Stany Subakir, Saptodarsono, Samsi Kasran, Moch. Zaenal, J. Ukat dan Bam Bahardin untuk memberi informasi dalam rangka penulisan buku.
Di buku tersebut, saya cuplik sebagian pernyataan Haji Bambang Yogianto (anak pertama Pak Basoeki Rachmat) yang baru saja meninggal dunia, tentang ayahnya di halaman 156 dan 157 buku yang saya tulis tersebut :
Kesan saya tentang ayah adalah perhatian besarnya, yaitu lebih diekspresikan dengan perbuatan, buka kata-kata. Salah satu contoh, waktu kami tinggal di Malang, mata saya harus dirawat akibat kejadian di Kediri, mungkin terkena abu Gunung Kelud. Dokter matanya ada di Surabaya, sehingga saya harus ke Surabaya secara rutin dan ayah selalu mengemudikan kendaraan dari Malang ke Surabaya untuk mengantar saya berobat.
Pengalaman lain, yaitu di Surabaya. Waktu ayah menjadi Pangdam VIII Brawijaya, saya ingin sekali memiliki sepeda motor, tetapi tidak berani untuk meminta kepada ayah. Kebetulan supir panglima memiliki skuter yang dibelinya ketika bertugas di Kongo. Pada suatu hari, saya meminjam skuter itu dan pulang ke rumah sekitar pukul 23.00 WIB. Ayah dan ibu masih menunggu di teras rumah.
Begitu pula ketika saya kuliah di jurusan elektro ITB, ayah selalu berusaha melengkapi buku-buku yang saya perlukan dan selalu menasihati agar belajar dengan sungguh-sungguh.
Dari kenangan itu terlihat bahwa almarhum Bambang Yogianto adalah anak yang cerdas. Lebih penting dari itu selalu mengikuti perintah kedua orang tuanya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews