Hari-hari berikutnya saya mencoba menjadi makhluk hidup kategori manusia baik, walaupun realitanya sangat sulit ketika sudah kepepet ego dan nafsu.
Salah satu kebiasaan saya menjelang weekend adalah keliling ibukota menggunakan busway. Selain murah, saya kira lumayan aman dan nyaman di dalamnya. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa di dalam busway terdapat bangku/kursi prioritas. Pada saat-saat bus mampir ke halte, sudah menjadi hukum alamnya di situ ada berbagai macam orang dengan beraneka umur. Jelaslah, ketika orang tua masuk ke dalam bus, di situ bisa kita lihat dua sekte manusia.
Yang pertama, yaitu manusia baik. Manusia baik ini akan segera mempersilahkan orang tua atau orang kategori prioritas bus lainnya untuk segera duduk di tempat dia duduk tadinya. Selain itu, dari sekte ini juga terlahir mereka yg bersikap superior seperti layaknya pegawai busway yang sering bilang "kursi prioritasnya mohon maaf" sembari menghadap kanan kirinya.
Tentu mereka ini akan merampas paksa tempat duduk anak muda atau orang yang sekiranya masih layak untuk berdiri. Selanjutnya mereka akan mempersilahkan kursi tersebut kepada mereka yang sudah lansia atau orang kategori prioritas lainnya.
Yang kedua, yaitu manusia belum baik. Dengan keegoisan yang amat tinggi, mereka ingin menempati fasilitas seenak jidatnya tanpa memandang aturan. Mereka akan segera acting "pura-pura tidak melihat" atau dengan "pura-pura tertidur" ketika ada seseorang yang diprioritaskan masuk.
Selain itu, ada yang lebih parah yaitu pura-pura telepon atau sedang sibuk dengan gadgetnya. Hal ini sering ditemukan, terutama mereka yang duduknya di kursi pojok belakang. Dan biasanya, mereka adalah seorang pria.
Namun ada satu hal yang jarang saya temukan di busway jurusan dan dari sekte manapun kala itu. Ketika busway mampir di halte Kartini, di situ bus kemasukan seorang "maaf", kelainan mental. Saya melihat sepertinya dia berumur anak SMP kelas satu.
Awal masuk, dia berdiri di hadapan saya sekitar pintu tengah bus. Walaupun memiliki kelainan, dia berani sendiri keluar rumah dan tak ragu untuk tebar senyum kepada siapapun orang di sekitarnya. Selang beberapa menit, kondektur bus mengingatkan dia untuk duduk di kursi. Tapi apa kata dia? Dia bilang "tapi om saya belum tua. Saya masih bisa berdiri" namun kondektur bus memaksanya untuk duduk hingga akhirnya dia pun duduk.
Setelah duduk, nampak sekali raut mukanya berubah. Yang semula sangat gembira tiba-tiba berkerut dan kelihatan murung. Sontak ini membuat saya tertegun bukan kepalang. Saya yang waktu itu masih dikategorikan manusia rantau baru, melihat hal tersebut serasa ada tombak yang menusuk ke dalam jiwa dan hati.
Menembus ke dalam naluri yang tak bertepi. Seorang yang memiliki kelainan mental saja bisa sampai care seperti itu dan tahu etika yang baik seperti apa. Tapi ketika saya memandang diri sendiri kok malah jauh dari sikap yang seperti itu.
Belajar dari dia, hari-hari berikutnya saya mencoba menjadi makhluk hidup kategori manusia baik, walaupun realitanya sangat sulit ketika sudah kepepet ego dan nafsu. Akan selalu saya ingat hari itu kala saya sedang berkerumun ataupun yang lainnya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews