Tujuan pihak rumah sakit membolehkan pasien memegang alat komunikasi untuk memudahkan komunikasi dengan pihak keluarga. Bukan untuk wawancara dengan media atau dengan Pak RT.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sempat mengeluhkan tertutupnya pemerintah Jepang atau Kedutaan Jepang di Indoenesia terkait identitas WNI yang positif terinfeksi virus Corona yang ada dalam kapal Diamond Princess. Kedutaan Jepang di Indonesia tidak mau membuka identitas atau memberi tahu nama rumah sakit tempat dirawatnya WNI yang terinfeksi virus Corona. Bahkan negosiasi pemulangan ABK tersebut berjalan sangat alot.
Jadi selama ini pemerintah Jepang tidak memberi tahu identitas dan nama rumah sakit kepada pemerintah Indonesia atau Kementerian Luar Negeri. Bahkan pemerintah Jepang hanya memberi tahu nama kota saja di mana tiga pasien yang positif terkena virus Corona.
Mengapa pemerintah Jepang tidak memberikan identitas nama pasien dan nama rumah sakit tempat ke-empat pasien positif terinfeksi virus Corona kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia?
Karena undang-undang di Jepang memang sangat menjaga kerahasiaan nama atau identitas pasien dan nama rumah sakit.Bukan ingin menutup-nutupi atau tidak transparan.Begitulah aturan rumah sakit di Jepang atau negara-negara maju lainnya.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Sebenarnya, di Indonesia pun juga nama pasien harus dijaga kerahasiaannya dan nama rumah sakit tidak boleh diungkap kepada publik.Alasannya kalau nama rumah sakit diungkap akan membuat panik atau kegaduhan pasien lainnya.
Tapi di satu sisi, masyarakat akan menuduh pemerintah tidak transparan dan berusaha menutup-nutupi fakta yang sebenarnya. Inilah dilema masyarakat Indonesia.
Seperti dua warga Depok yang positif terinfeksi virus Corona. Data nama pasien dan rumah sakit dan alamat rumah sang pasien dengan sangat mudah diketahui publik atau rekan-rekan jurnalis. Harusnya kalau mengikuti kaidah atau etika medis,nama pasien atau nama rumah sakit tidak dirilis ke masyarakat atau publik.
Mungkin hanya di Indenesia pasien yang positif terinfeksi virus Corona bisa diwawancarai oleh media mainstream dan sang pasien juga bisa ngobrol lewat WhatsApp dengan Pak RT, ajaibnya Pak RT pun membagi obrolannya lewat group WA. Sekalipun media mainstream tersebut tidak membuka identitas diri pasien, tapi juga aneh, pasien yang lagi di isolasi di rumah sakit dijadikan nara sumber.
Tujuan pihak rumah sakit membolehkan pasien memegang alat komunikasi untuk memudahkan komunikasi dengan pihak keluarga. Bukan untuk wawancara dengan media atau dengan Pak RT.
Lha kalau sudah diisolasi tapi bisa berkomunikasi dengan pihak luar, terus fungsi isolasi itu apa?
Malah terkadang orang atau pasien dirawat di rumah sakit dengan tangan di infus atau hidung terpasang oksigen minta di foto terus di unggah ke media sosial. Sekedar untuk ngasih tahu sahabat atau handai tolan dunia maya.
Begitulah terkadang ada pasien yang seperti itu.
Inilah masyarakat Indonesia dengan segala kelebihan dan kekurangannya kalau lagi sakit dan dirawat di rumah sakit. Harap maklum.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews