Para pemilik pers sekarang, sebagian besar para cukong yang tidak punya latar belakang sejarah keluarga pejuang seperti dulu.
Koran tempat kakek saya, R.H. Didi Sukardi, mengabdi, Oetoesan Indonesia, tahun 1932. Koran ini didirikan dan dikembangkan bersama para pejuang lainya seperti HOS Tjokroaminoto dan St Syahrir dan kawan-kawan.
Nama korannya, walaupun saat itu Indonesia belum merdeka, sudah jelas memakai “Indonesia” dan bahkan memberi klaim sebagai “Oetoesan.” Jadi koran “perjuangan banget.” Visi dan misinya gak diragukan lagi menuju Indonesia merdeka, demokratis dan sejahtera.
Profesi wartawan lantas dilanjutkan ke anaknya, yaitu ayah saya, Gandhi Sukardi. Itulah sebabnya walaupun ayah saya punya kesempatan bekerja di pers internasional, karena dia menguasai 8 (delapan) bahasa asing, ayah saya memilih mengabdi di Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN )“Antara.”
Lantas akhirnya profesi wartawan itu, estafet ke saya. Jadi kami tiga generasi wartawan.
Dan ada peluang untuk menjadi empat generasi terbuka lebar. Tapi manakala salah satu anak saya juga memperlihatkan tanda-tanda mau melanjutkan tradisi itu, saya bilang, “Dunia sudah berubah total, Nak.”
Setidaknya ada tiga alasan perubahan yang saya kemukakan.Pertama, perubahan dashyat teknologi komunikasi telah menyebabkan peranan pers utama tersudut, terganti oleh kecepatan media sosial dan kelengkapan artifial Intelejen. Bahkan, mungkin tak lama lagi “surau pers kita” bakal runtuh.
Kedua, secara ekonomi ke depan salah satu yang penghasilannya paling sulit adalah pekerjaan wartawan. Kakek saya dulu dapat hidup layak, karena isterinya keturunan keluarga kaya. Keluarga isteri kakek saya punya perkebunan. Jadi, kakek saya tidak terlampau memikirkan uang. Lagipula memang sebelumnya profesi wartawan dapat hidup layak.
Kini keadaan sudah berubah drastis. Ke depan penghasilan wartawan bakal megap-megap.
Kalau kamu jadi wartawan sekarang, jangan sampai kamu karena pekerjaan terpaksa menerima amplop atau fasilitas dari kekuasaan.”Sejelek-jeleknya Bapak loe ini, sepanjang kariernya jadi wartawan, gak pernah menerima amplop lho,” tegas saya. Maklumlah saya juga “keahlian” lain di bidang hukum (saya masuk FHUI tahun 1978).
Ketiga, para pemilik pers sekarang, sebagian besar para cukong yang tidak punya latar belakang sejarah keluarga pejuang seperti dulu. Mereka terutama lebih banyak cari keuntungan sesuai prinsip ekonomi, baik langsung maupun tidak langsung. Berita dibuat berdasarkan angle kepentingan pemiliknya. Urusan nasionalisme dan sebagainya nomer kesekian. Jangan sampai kamu mengabdi kepada cukong seperti ini.
Masih maukah anak saya tersebut jadi wartawan? Walaupun sebenarnya sebelumnya dia sudah aktif di pers kampus, dia akhirnya memilih menjadi advokad sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews