Mutasi Pejabat Pemprov Berpotensi Menimbulkan Kegaduhan Politik!

Sabtu, 8 Desember 2018 | 07:57 WIB
0
989
Mutasi Pejabat Pemprov Berpotensi Menimbulkan Kegaduhan Politik!
Soekarwo (Foto: Jawa Pos)

Diberitakan, mutasi 1.017 pejabat eselon II hingga eselon IV yang dilakukan pada akhir masa jabatan Gubernur Jawa Timur Soekarwo menuai persepsi berbeda dari banyak kalangan, tak terkecuali dari Tim Navigasi Program yang menjadi tim transisi. 

Tim Navigasi Program inilah yang menjadi tim transisi antara Pemprov masa jabatan saat ini dengan Gubernur Jawa Timur terpilih periode 2019-2024 Khofifah Indar Parawansa.

Menurut KH Zahrul Azar Asad alias Gus Hans, juru bicara Tim Navigasi Program, pihaknya menyebut, Tim Navigasi Program Khofifah tidak menemukan urgensi dari mutasi lebih dari seribu pejabat di kalangan Pemprov tersebut.

Gus Hans juga menyebut, sebaiknya untuk kebijakan mutasi itu juga harus ada persetujuan dari Khofifah sebagai gubernur terpilih yang akan menjalankan estafet pemerintahan setelah Soekarwo.

“Secara etika sebaiknya ada persetujuan dari Ibu Khofifah. Sebab Bu Khofifah kan sebagai user-nya nanti,” kata Gus Hans, seperti dilansir Surya.co.id, Minggu (2/12/2018).

Gus Hans mengatakan, sebagaimana keterangan di media ada surat yang dilayangkan pada tim Khofifah terkait mutasi ini. Tapi, berdasarkan kabar tersebut Khofifah tidak memberikan persetujuan.

Menurut Gus Hans, bisa jadi tidak diberikannya persetujuan oleh Khofifah itu lantaran tidak ditemukannya urgensi sehingga harus mengambil langkah mutasi sebanyak 1.017 pejabat di Pemprov Jatim.

“Bisa jadi Bu Khofifah tidak menangkap urgensi dari mutasi tersebut. Sebab, Bu Khofifah orangnya realistis, jeli dan taat asas, menurut ibu jika tidak urgen ya untuk apa langkah itu diambil,” kata pengasuh Ponpes Darul Ulum, Jombang ini.

Gus Hans mengatakan, memutasi sebegitu banyak pejabat di masa akhir jabatan Soekarwo juga membuat heran. Kalaupun PP No 18 Tahun 20016 dan Permendagri No 12 Tahun 2017 yang dijadikan pedoman, apa benar urgensi mutasi harus dilakukan.

“Saya sendiri tak menemukan urgensi atau harusnya dilakukan mutasi di masa jabatan Pakde (Soekarwo) yang hanya tinggal dua bulan setengah itu. Saya berharap ini tidak mencoreng kesan good governance yang selama ini disematkan untuk Pemprov Jatim,” katanya.

Terlebih berdasarkan pernyataan dari Wagub Jatim Syaifullah Yusuf alias Gus Ipul sendiri juga menyatakan ketidaktahuan terhadap keputusan mutasi jabatan yang dilakukan Soekarwo tersebut.

Padahal Gus Ipul yang juga rival Khofifah pada Pilgub 2018 lalu tersebut adalah orang kedua tertinggi di lingkungan Pemprov Jatim. Nah, apalagi wagubnya sendiri juga tak tahu menahu soal kebijakan strategis mutasi ini.

Gus Ipul menyampaikan pandangan berbeda terkait pelantikan ratusan pegawai di lingkungan Pemrov Jatim di Gedung Grahadi, Surabaya, Jumat (30/11/2018). Menurutnya, ia mengaku tak tahu menahu soal pelantikan tersebut.

“Saya tak tahu soal mutasi hari ini, saya juga dapat kabar hanya dari undangan (pelantikan),” kata Gus Ipul, Sabtu (1/12/2018). “Sekali lagi saya hanya berharap kepemimpinan Pakde Karwo berakhir dengan baik, husnul khotimah,” pungkas Gus Hans. 

Untuk diketahui, Gubernur Jatim, Soekarwo, melantik ratusan PNS Pemprov Jatim eks UPT seluruh Jatim di Gedung Grahadi, Surabaya, Jumat (30/11/2018). Jumlah pegawai yang dilantik adalah sebanyak 270 orang.

Selain itu, juga ada 14 pejabat yang dilantik menjadi pegawai Pratama, Administratur, dan Pengawas di setiap kantor di lingkungan Pemprov Jatim. Menurut Soekarwo, sebagaimana amanah Permendagri 12 Tahun 2017, seluruh UPT itu harus ditiadakan.

Soekarwo mengatakan, hal ini sempat menuai kekhawatiran dari para pegawai di UPT-UPT yang dibubarkan. Menariknya, mutasi ini berlangsung di saat Khofifah sedang menunaikan ibadah Umroh di Mekkah.

 “Rumah dan keluarga ada di tempat asal UPT. Protes dan curhat ini wajar dan manusiawi. Kami pun menunggu momen dan tetap meminta mereka tugas di kantor baru tapi di daerah yang sama,” kata Soekarwo. 

“Akhirnya kami menunggu momentum saat banyak yang pensiun. Mereka kita tempatkan kepada kantor baru ini,” ungkap Soekarwo. Ia meminta semua bekerja sesuai tupoksinya. Diakui bahwa Jatim dikenal berhasil dalam pembangunan dan pelayanan publik.

Namun di Jatim pula banyak pejabat yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK. Diakui, masalah integritas itu masalah serius. Sulit menakar integritas mereka. Ia memberi penekanan khusus pada integritas ini.

Dengan diambil sumpah dan meneken pakta integritas tersebut menjadi pendorong untuk berintegritas. Kepala BKD Jatim, Anom Surahno menyebutkan bahwa saat ini ada ratusan PNS Pemprov Jatim yang pensiun.

“Pakde Karwo pun meminta agar mereka digantikan dari pegawai UPT yang dibekukan itu. Kebetulan lebih banyak yang pensiun ketimbang yang dilantik hari ini. Jadi pembekuan UPT tanpa gejolak,” kata Anom.

Menurut Harun Al Rasyid, yang terjadi dengan sistem Pilkada Serentak ini sistemnya pilkada serentak tapi tidak serentak pelantikannya. Terlalu lamanya pelantikan  memberikan celah untuk melakukan pengamanan diri maupun peluang jual-beli jabatan. 

Wakil Ketua DPD Partai Golkar itu sangat menyayangkan terjadinya mutasi dan kebijakan seperti ini yang bisa memancing kegaduhan. Mendagri itu melarang supaya pileg dan pilpres kondusif. “Kalau ini bisa menciptakan kegaduhan politik,” lanjutnya.  

“Intinya kebijakan mutasi pejabat dalam masa terlarang itu, tapi diijinkan jika mendapat ijin Mendagri, ini akan melahirkan praktik “menyandera gubernur baru” yang mengabaikan etika birokrasi,” ungkap salah satu Komisioner ASN kepada PepNews.com.

***