Ghazali dan Kant selalu ingin berada di alam "noussphere" dibanding sibuk dalam tetek bengek publiksfer dan privatsfer.
"Kehendak baik (Wohlwollen) tampaknya merupakan kondisi yang tidak bisa digantikan, meskipun harganya adalah bahagia." (Immanuel Kant, Grundlegung zur Methaphysik der Sitten,1785;2004).
"Musuh yang pandai lebih baik dari sekutu yang pandir" (Al-Ghazali,1058-1111).
Seluruh tradisi filsafat kuno (Yunani) sebagai muasalnya telah menghasilkan tiga ilmu pengetahuan dasar: fisika, etika dan logika.
Dari ketiga dasar filsafat ini tumbuhlah berbagai ilmu pengetahuan, termasuk sains dan teologi yang keduanya akan bersentuhan langsung maupun tidak dengan persoalan etika.
Semangat untuk terus memperbaiki perkembangan umat manusia di manapun pada akhirnya akan dilecut oleh kedigdayaan sains yang dihasilkan dengan riset dan kalkulasi ilmu fisika via teknologi sebagai ukuran standar kuantifikasi dan teologi dengan praksis kualitatif yang argumentatif (adequatio) dan demonstratif (burhani) bahkan irfani (teofani) sebagai wujud kebaikan umum (summun bonum).
Teologi sebagai ilmu pengetahuan yang bersumber dari filsafat etika (etos) terus dikembangkan menjadi ke ranah yang lebih umum sebagai persoalan moral (Sitten) atau "akhlaqi( أخلاقي) dalam terminologi Ghazalian.
Antara moral (akhlak) atau etika, para filsuf dari zaman manapun, terutama melalui Al-Ghazali pada abad kesepuluh yang hidup di timur (Irak) dan Kant(1724-1804) yang hidup di Barat (Eropa Jerman), memiliki perspektif yang berbeda meski dasar pemikiran mereka dilandaskan pada sumber aqliyah (rasionalitas) dan naqliyah (wahyu) sebagai titik pangkal filsafat keduanya.
Atas dasar itu, Prof. Dr. M. Amin Abdullah (68), guru besar ilmu filsafat UIN Kalijaga Yogyakarta, telah melakukan kajian filsafat perbandingan ihwal etika Ghazalian dan Kantian sebagai disertasi (S3) di universitas Ankara (Turki) dengan tajuk "The Idea of Universality of Ethical in Ghazali and Kant" (1990).
Disertasi Abdullah yang diterjemahkan penerbit IRCiSoD "Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam" (2020) ini merupakan sebuah kajian terhadap filsafat etika universal yang dirujuk pada filsuf kaliber dan berpengaruh di seluruh dunia hingga kini, Ghazali dan Kant.
Dari Ghazali dari abad kesepuluh diperoleh pengetahuan filsafat etika yang menerobos ketimpangan-ketimpangan seluruh tradisi filsafat yang bertitik tolak pada praktek akal (rasio) semata dan ia coba patahkan dalam dua karya utamanya, "Tahafut al Falasifah"(Inggris: Incoherence of Philosophy) dan "Al-Munqidz min Al-Dhalàl" (Inggris, M.Watt, The Faith and Practice of Al-Ghazali).
Meski dalam persoalan filsafat etika, Ghazali merampungkan universalitas filsafatnya dengan paduan "akal budi praktis" (meminjam Kantian) dan "etika umum" dalam "Ihyâ-Ulûm Al-Din" (Inggris: The Revival of the Religious Science).
Intinya, filsafat etika Ghazali apapun sumber-sumber pemikirannya, setidaknya simpulan Abdullah, merupakan "kerjasama" antara "etika wahyu" (naqli) dan "etika rasional" (aqli) yang secara umum bisa dilaraskan pada praktek etika publik yang dewasa ini terus merosot dan diakibatkan oleh krisis multi dimensi dalam kehidupan publik (publicsphere).
Pada Kant, tilikan disertasi Abdullah, tak lepas dari tradisi rasionalisme Barat sejak "res cogitans" Descartes (1596-1650) memuncak dan dikembangkan oleh Kant melalui dua karya utamanya, Kritik Akal Budi Murni (Kritik der reinen Vernunft) dan Kritik Akal Budi Praktis (Kritik der praktischen Vernunft).
Namun secara khusus, problem filsafat moral dan etika Kant lebih didasarkan pada sumber dasar metafisika moral (Methaphysik der Sitten) yang berlandaskan pada pengetahuan mora umum sebagai "gemeine Vernunfterkenntnis" (pengetahuan rasional umum).
Dengan landasan ini dan kedalaman filsafat Kantian beranggapan semua etika dasarnya "fitrah" (sittlich, rein) pada manusia. Memeriksa wahyu maupun akal (rasio) pada galibnya akan berurusan dengan kehendak baik. Tanpa dasar kehendak baik (Wohlwollen) "Kekuasaan, kekayaan, kehormatan, bahkan kesehatan, kesejahteraan umum dan kepuasan akan kondisi seseorang yang disebut kebahagiaan (Glück) membuat bangga (stolz) dan bahkan kesombongan (Arroganz) jika tidak ada kehendak baik untuk memperbaiki pengaruhnya pada pikiran dan prinsip-prinsip perbuatannya."
Karena itu, kehendak baik Kantian atau "nāwaitu hasana" (نية حسنة) Ghazali menjadi pangkal dan prinsip dasar bagi semua problem filsafat moral sebagai suluh dan panduan tindakan etika (praktische Ethik) dan muskilnya, kedua filsuf filsuf kaliber ini memusatkan tradisi seluruh filsafat etika pada tujuan utama dan mendalam kehidupan (Sitten) pada "teologi metafisik" yang sepenuhnya hanya bisa dipahami dalam mistisisme (Urleben).
Bukan Ghazali dan Kant, dua figur yang selalu soliter atau menjauh dari kemaruk kehidupan publik. Mereka berdua selalu ingin berada di alam "noussphere" dibanding sibuk dalam tetek bengek publiksfer dan privatsfer.
ReO Filsawan
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews