Ada pasangan yang aksi video mesumnya beredar dan jadi tontonan atau konsumsi publik. Padahal banyak juga orang melakukan hal yang sama tetapi videonya tidak tersebar.
Tidak ada manusia yang luput dari suatu kesalahan atau perbuatan dosa. Manusia juga tempatnya salah dan lupa atau khilaf. Intinya tidak ada manusia yang suci atau bersih tanpa noda atau cela. Yang membedakan mungkin tingkat kepekatan gradasinya warnanya.
Kita sering disuguhi berita pasangan muda-mudi atau pasangan yang tidak dalam ikatan pernikahan diamankan pihak terkait pemeritah daerah yaitu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) atau mungkin pihak kepolisian di hotel melati sebagai bagian operasi yustisia.
Mereka sebenernya termasuk orang-orang yang apes atau mengalami hari yang sial atau tidak beruntung.Hanya karena menginap di hotel kelas melati. Tapi lihatlah, mungkin pasangan yang tidak dalam ikatan pernikahan tetapi menginap di hotel berbintang tidak mengalami nasib seperti yang menginap di hotel melati.
Sama-sama berbuat dosa tapi beda nasib atau perlakuan. Bukan perlakuan dari sebagai penegakan hukum semata. Akan tetapi stigma negatif dari masyarakat itu sendiri. Mereka dituduh tidak bermoral atau melakukan perbuatan maaf zina oleh masyarakat yang merasa dirinya suci dan bersih tanpa noda.
Padahal bisa jadi-masyarakat yang merasa dirinya bersih atau suci itu juga melakukan hal yang sama seperti pasangan muda-mudi atau tanpa ikatan pernikahan yang terkena operasi yustisia. Hanya bedanya mereka tidak ketahuan. Bisa saja mereka juga melakukan di rumah atau kost atau tempat yang dianggap aman.
Ada juga kasus,sepasang muda-mudi digrebek warga karena melakukan hubungan suami-istri dan diarak sambil ditelanjangi. Dengan niat untuk mempermalukan. Seolah-olah warga yang melakukan penggrebekan atau mengarak tadi lebih baik dari yang diarak atau digrebek. Semua itu hanya nasib lagi apes.
Ada pasangan yang aksi video mesumnya beredar dan jadi tontonan atau konsumsi publik. Padahal banyak juga orang melakukan hal yang sama tetapi videonya tidak tersebar.
Banyak orang di era medsos ini lewat kanal inbox atau pesan-pesan yang sifatnya private menjadi komunikasi tersendiri duai insan berlainan jenis. Dan jangan kaget kalau beberapa waktu lalu ada tokoh agama juga pernah tersandung chat yang dianggap mesum.
Padahal hal semacam ini juga banyak terjadi dalam masyarakat-mulai dari level sosial paling bawah sampai dengan level sosial tinggi seperti pejabat,artis atau tokoh masyarakat atau agama. Bedanya ada yang tersebar dan tidak tersebar. Dan yang ketahuan atau tidak ketahuan.
Begitu juga ada pejabat daerah atau pengusaha yang tersandung masalah korupsi atau terkena operasi tangkap tangan. Respon masyarakat atau publik begitu geram dan marah karena perbuatan pejabat atau pengusaha tersebut. Padahal mereka kalau jadi pejabat atau pengusaha juga belum tentu bersih. Bisa jadi mereka juga melakukan hal yang sama. Hanya bedanya tidak tertangkap.
Lihatlah dalam level terendah dalam struktur birokrasi yaitu kelurahan atau RT yang mana banyak juga melakukan tindakan korupsi juga. Yang sering terjadi biasanya terkait dana desa bantuan sosial. Bantuan ini sering disunat atau dipotong.
Kita sering teriak-teriak berantas korupsi hanya biar dinggap bersih dan anti korupsi. Biasanya mereka yang suka teriak-teriak tadi berada di luar sistem. Tapi kalau mereka di dalam sistem, ceritanya akan lain.
Terkadang sesama pendosa saling olok dan mencela seolah dirinya bersih dan suci. "Mungkin kita hanya berbeda dalam memilih perbuatan dosa". Soal besar-sedang-kecil itu hanya menurut klasifikasinya saja.
Tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat dosa atau suatu kesalahan dalam hidupnya. Kita bisa menilai diri sendiri seberapa bersih dan suci atau tanpa cela.
Dan setiap orang mungkin juga punya aib atau masa lalu yang kalau orang lain mengetahuinya akan membuat rasa malu. Dan setiap aib tentu ingin ditutupinya dan itu sifat fitrah manusia.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews