Menemukan Kebaruan (Novelty) dalam Penelitian

Dalam hal ini peneliti bisa mengidentifikasi keberbedaan konteks penelitian, peneliti dapat menggunakan komposisi/konfigurasi variabel yang sama atau berbeda dengan yang diteliti sebelumnya.

Sabtu, 3 April 2021 | 06:53 WIB
0
2989
Menemukan Kebaruan (Novelty) dalam Penelitian
Penelitian (Foto: kelaspintar.id)

Dalam dunia akademik, kebaruan (novelty) atau keaselian (originality) merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditawar, terutama dalam melakukan penelitian. Apalagi penelitian untuk menulis tesis dan/atau disertasi, agar memiliki kontribusi baik bagi keilmuan maupun bagi kehidupan.

Menurut Francis Bacon (1620) dalam karyanya "Novum Organum", kebaruan (novelty) dapat dilihat dari tiga aspek yang saling berkelindan, yaitu knower, knowing, dan known. "Knower" berkenaan dengan siapa saja subjek yang mengetahui atau meneliti; bagaimana posisi subjek terhadap objek yang diteliti. "Knowing" berkenaan dengan bagaimana proses mengetahui atau meneliti; apa logika (penalaran), perspektif, point of view, teori, instrumen, metode, model, paradigma yang digunakan untuk mengetahui atau meneliti. "Known" berkenaan dengan apa saja masalah yang diketahui atau diteliti (formal atau material), dan dalam konteks apa masalah tersebut diteliti.

Novelty sangat penting untuk menunjukkan kepada komunitas keilmuan (scientific community) mengenai beberapa hal. Pertama, kebaruan masalah dan konteks yang diteliti (known). Aspek ini berkaitan dengan “state of the art” atau ontologis. Kedua, kebaruan cara meneliti (knowing). Aspek ini berkaitan dengan “study of knowledge” atau epistemologis. Ketiga, apa kontribusi yang diberikan oleh peneliti (knower) terhadap pengembangan dan kemajuan ilmu (knowing, known) sudah dicapai yang selama oleh para peneliti terdahulu/sebelumnya. Aspek ini berkaitan dengan “study of values/action” atau aksiologis.

Selain ketiga hal tersebut, novelty juga penting untuk membantu peneliti tidak terjebak pada plagiarisme, "forbidden area" yang tidak boleh dilanggar oleh setiap insan akademik. (Farisi, 2021). Karena semakin baru atau sedikit/jarang masalah tersebut diteliti, maka semakin luas ruang terbuka untuk dieksplorasi lebih jauh, dan semakin kecil potensi terjadinya plagiarisme.

Dengan kata lain, novelty mensyaratkan kepada setiap peneliti apa status, peran dan kontribusi penelitian dan hasilnya terhadap keseluruhan tahapan atau tingkatan evolusi/revolusi/kemajuan keilmuan yang sudah dicapai oleh peneliti-peneliti terdahulu/sebelumnya dalam menjawab dan menjelaskan teka-teki atau enigma keilmuan yang ada serta memprediksi segala konsekuensinya.

Semakin banyak unsur novelty atau originality yang ditemukan melalui penelitian, semakin kokoh, berkembang, maju disiplin ilmu tersebut, karena semakin banyak masalah dan teka-teki (enigma) keilmuan yang tersedia jawabannya. Pada akhirnya, novelty atau originality juga akan menghindarkan disiplin ilmu dari jebakan “krisis” yang senantiasa menghantui perkembangan ilmu, akibat banyak masalah dan enigma keilmuan yang tak terjawab (anomali) dan tak ada kebaruan-kebaruan yang ditemukan (Kuhn, 1962, 1979). 

Dalam tulisan ini, novelty hanya difokuskan pada aspek masalah yang diteliti (known). Karena aspek inilah yang paling sulit atau membutuhkan waktu lama untuk menemukan.

Dari pengalaman berdiskusi dan membimbing mahasiswa dalam menyusun tesis/disertasi, mereka dihadapkan pada kebingungan dan ketidaktahuan tentang apa itu kebaruan dari sisi masalah, bagaimana menemukannya, dan mengapa kebaruan (novelty) itu penting dalam sebuah penelitian. Terutama kebaruan dalam hal masalah yang diteliti (known).

Dengan kata lain, untuk menemukan unsur kebaruan pada masalah penelitian, setiap peneliti terlebih dahulu harus melakukan tracking terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Siapa saja yang pernah meneliti masalah tersebut (knower); Apa saja variabel- variabel dari masalah yang diteliti (known); dan apa pendekatan/metode/model penelitian yang digunakan (knowing).

Tracking seperti itu, sangat penting dan mutlak dilakukan, agar peneliti dapat menemukan celah/rumpang masalah yang bisa diteliti di antara begitu banyak masalah yang belum/pernah diteliti sebelumnya. Dalam kaitan ini, ada tiga hal yang bisa dilakukan oleh peneliti untuk menemukan unsur kebaruan (novelty). Yaitu melalui analisis/kajian terhadap variabel, teori, dan konteks permasalahan yang akan diteliti/dikaji.

Pertama, membuat tabel atau bagan jaringan variabel dari masalah yang akan diteliti. Tabel atau bagan jaringan ini memuat semua variabel yang pernah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Langkah ini sangat penting bagi peneliti untuk mengidentifikasi, menemukan, dan memilah: (1) teori-teori yang digunakan untuk dasar pemikiran dan pembahasan; (2) variabel-variabel yang pernah dan belum pernah diteliti sebelumnya; (3) hasil interaksi (korelasi, pengaruh, dsb.) antar-variabel; dan (4) konteks dan waktu penelitian.

Untuk keperluan ini, peneliti bisa menggunakan software seperti: “VOSviewer” untuk membangun dan menampilkan jaringan bibliometrik variable-variabel penelitian dari berbagai sumber publikasi digital; “Harzing’s Publish or Perish” untuk melacak dan menganalisis sitasi-sitasi akademik dari berbagai sumber data (misal. Google Scholar, Microsoft Academic Search, dll.), atau perangkat-perangkat lunak yang lain sesuai keperluan dan kemampuan.

Jika ditemukan variabel yang belum pernah diteliti sebelumnya (walaupun kasus ini sangat jarang terjadi), peneliti bisa langsung menetapkan variabel-variabel tersebut sebagai objek atau masalah penelitian. Jika tidak ditemukan variabel yang belum pernah diteliti sebelumnya, peneliti bisa memadukan atau membuat sintesis (persilangan) antar-variabel yang sudah diteliti, tetapi dengan komposisi/konfigurasi variabel yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya (lihat gambar).

Kedua, mengkaji teori-teori lain (teori baru) yang belum pernah digunakan untuk mengkaji masalah tersebut (di luar teori yang lazim digunakan), yang peneliti pandang dimungkinkan atau bisa digunakan karena memiliki keterkaitan substantif dengan masalah yang diteliti. Penggunaan “teori baru” ini memberikan peluang besar bagi peneliti untuk menemukan dan memasukkan “variabel baru” yang belum pernah diteliti sebelumnya untuk memecahkan masalah yang diteliti. Jika ini terjadi, maka peluang untuk menemukan novelty pun sangat terbuka. Tidak hanya pada aspek known (masalah atau objek kajian), melainkan juga pada aspek knowing (cara, point of view).  

Ketiga, mengidentifikasi dan menemukan adanya perbedaan konteks masalah penelitian dengan konteks-konteks penelitian sebelumnya. Bagaimanapun, konteks penelitian di dalam mana interaksi (korelasi, pengaruh, dsb.) antar-variabel itu terjadi memiliki kaitan dan/atau pengaruh terhadap hasil penelitian.

Arti penting “konteks” penelitian menurut Megheirkouni (2017) “…it can mean different things such as a particular team or group, an organization, community, society, country, culture...etc…to help you explain why what can work in one context it is not necessarily that it works in others....”. Para pakar juga mengakui dan menerima bahwa konteks memiliki peran dan implikasi yang sangat penting dalam proses pembentukan teori (theorizing) dalam berbagai disiplin ilmu (Poulis, et al., 2013). Karenanya, setiap generalisasi atau teori sebagai hasil atau temuan penelitian, tak bisa dilepaskan dan hanya bisa dimaknai di dalam konteks dimana penelitian itu dilakukan (within contexts) atau "context-bound generalization" (McMillan & Schumacher, 2001).

Dalam hal ini peneliti bisa mengidentifikasi keberbedaan konteks penelitian, peneliti dapat menggunakan komposisi/konfigurasi variabel yang sama atau berbeda dengan yang diteliti sebelumnya. Dalam kasus ini, novelty bisa juga ditemukan, karena konteks penelitian berbeda.

Selamat menemukan kebaruan (novelty).

Salam

***