Kultum Tarawih [26] Pemimpin Cerminan Rakyat

Kritik terhadap pemerintah bukan sesuatu yang dilarang. Namun, hanya bisa maido bukanlah karakter warga negara yang baik, bahkan dalam ajaran Islam sekalipun.

Sabtu, 23 Mei 2020 | 06:05 WIB
0
288
Kultum Tarawih [26] Pemimpin Cerminan Rakyat
Ilustrasi (Foto: islampos.com)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah wa syukurillah, hari ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala masih mengizinkan kita untuk menjalani bulan Ramadan hingga kita bisa sampai pada malam dua puluh enam. Semoga semangat ibadah dan takwa kita tetap terjaga dan terus bertambah, dan semoga Allah berikan kita kesempatan untuk menyelesaikan bulan Ramadan ini, juga agar kita bisa berjumpa lagi dengan Ramadan di tahun-tahun berikutnya.

Tak lupa marilah kita berselawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam, dan moga-mogalah kita termasuk orang-orang yang beruntung mendapatkan syafaat beliau di yaumul qiyamah kelak, aamiin ya rabbal alamin.

Suatu masa, seorang datang kepada Ali bin Abi Thalib, saat beliau telah menjadi khalifah. Beliau memprotes “Wahai Amirul Mukminin, pada masa pemerintahan Abu Bakr dan Umar, tidak ada banyak kegaduhan poliitk, sedangkan pada masa Utsman dan engkau, banyak kegaduhan politik. Mengapa demikian?”

Khalifah Ali menjawab simpel. “Pada masa Abu Bakr dan Umar, yang jadi rakyat adalah orang seperti aku dan Utsman. Sedangkan pada masa Utsman dan aku, yang jadi rakyat adalah orang seperti kamu!”

Riwayat ini dengan tegas menyebutkan bahwa bagaimana pemimpin-pemimpin kita, kondisi di negara kita, itu menggambarkan kelakuan kita sendiri. Pemimpin adalah cerminan dari rakyatnya. Konsekuensinya, kalau mau pemerintahan berlangsung dengan baik, jadilah warga negara yang baik.

Sekarang kita lihat bagaimana pemerintahan kita menangani pandemi COVID-19. Saat ini di antara kita banyak yang protes, mengapa dulu pemerintah lamban? Mengapa dulu seakan ditutupi? Mengapa pemerintah tidak melakukan lockdown, dan malah memilih PSBB yang kurang tegas? Mengapa pemerintah sekarang berniat melonggarkan pembatasan dan membuat keadaan senormal mungkin, yang katanya bisa membunuh jutaan warga negara?

Sekarang begini: misal di awal pemerintah memberikan data dan segalanya secara apa adanya, apa yang kita lakukan? Apakah kita akan sami’na wa atho’na dengan arahan pemerintah, atau malah panik nggak karu-karuan memborong segala macam hal?

Misal diberlakukan lockdown, apakah kita akan menjalankan ayat Alquran “Taati Allah, taati Rasul, dan para pemimpin di antara kalian” dengan taat pada pemerintah? Atau malah maido karena pemerintah dianggap mematikan dapur rakyat kecil, dan bikin rusuh dengan alasan pemerintah otoriter?

Misal pembatasan tidak dilonggarkan, apakah kita akan tetap mematuhi jaga jarak, cuci tangan, dan pakai masker? Atau malah kita tetap nekat berkumpul ramai-ramai, mengerumuni tempat-tempat dan transportasi umum, membuat surat palsu agar bisa melakukan perjalanan antarkota?

Sekarang kita berteriak bahwa pemerintah gagal melindungi rakyat dari virus korona. Pernah tidak kita introspeksi pada diri kita masing-masing, apakah kita sudah berusaha sekuat mungkin melindungi diri kita dari virus korona? Apakah kita sudah menaati anjuran-anjuran untuk tetap di rumah, jaga jarak, cuci tangan, pakai masker? Apakah kalau kita memang harus banyak di luar rumah karena pekerjaan kita di sana, kita sudah menerapkan protokol kesehatan?

Yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, tentunya hanya diri kita masing-masing. Sambil kita mengintrospeksi diri kita masing-masing, bisa jadi pemerintah mengambil langkah-langkah demikian sebagai cerminan dari kita sendiri, yang tidak jelas maunya apa.

Kritik terhadap pemerintah bukan sesuatu yang dilarang. Namun, hanya bisa maido bukanlah karakter warga negara yang baik, bahkan dalam ajaran Islam sekalipun. Yang bisa kita lakukan adalah menjadi warga negara yang baik, syukur-syukur kita berinisiatif untuk memperbaiki negara dari diri kita sendiri.

Banyak masyarakat yang alih-alih maido karena kurangnya APD untuk tenaga medis, mereka mempelajari sendiri standar-standar produksi APD dan memproduksinya agar tidak langka. Alih-alih teriak rakyat kecil kesulitan makan, mereka berinisiatif membangun dapur umum. Banyak juga yang mengumpulkan donasi, lalu menyalurkannya secara benar, daripada hanya mengeluh “Di manakah negara?”

Semoga Allah berikan hikmah kepada kita untuk menjadi warga negara yang baik.

Wallahu a’lam, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

***