Urus Saja Moralmu

Bahkan RUU sama sekali gak mengatur provokasi dan penganjuran poligami. Sekarang marak soal kursus poligami. Apakah menurut mereka fenomena ini adalah salah satu cara memperkuat rumahtangga?

Rabu, 19 Februari 2020 | 17:41 WIB
0
333
Urus Saja Moralmu
Ilustrasu keluarga (Foto: Moth3rs.com)

Orang-orang yang mengasong agama sebagai alat politik, punya kesamaan sikap : mereka selalu ingin wilayah privat diatur dengan hukum negara.

Negara seperti gak punya kerjaan lalu harus disibukkan ngurus, bagaimana cara bersenggama yang baik. Gak sekalian aja negara membuatkan video tutorialnya, biar rakyat bisa belajar teknik persenggamaan.

Jika ada rencana membuat video tutorial, saya request, bintangnya Mia Khalifah. Penghayatan perannya bagus dan komunikatif.

Contohnya PKS. Mereka selalu sibuk mengurus moral personal orang lain. Sama kayak kelompok hijrah. Sebelum hijrah, dia menyadari dirinya penuh dosa. Setelah hijrah, biasanya dia akan menuding orang lain yang penuh dosa. Makanya selalu ribet.

Kalau ada UU yang ngurus masalah selangkangan warga negara, sudah bisa dipastikan PKS ada di belakangnya. Kalau ada UU yang mengatur bagaimana cara, pasti PKS ada di sana.

Kini ada usulan RUU Ketahanan Rumah Tangga, yang diusulkan politisi PKS dan Gerindra di DPR. RUU itu sok merumuskan, peran suami dan istri dalam rumah tangga. Istri katanya wajib mengurus rumahtangga, dalam artian segala urusan domestik seperti dapur, sumur, kasur.

Bukan hanya itu. Segala urusan moral di rumah, negara dibetot masuk ke dalamnya. Bahkan dalam draft tersebut, jika ada keluarga yang homo atau lesbian wajib dilaporkan.

Draft juga mewajibkan lapor apabila ada anggota keluarga yang suka melakukan seks ala BDSM, Bondage, Dicipline, Sadism dan Machocims.

Sayangnya gak ada aturan wajib lapor, apabila suami yang punya istri 4 misalnya, lalu ngajak istrinya ML bareng. Entahlah, apakah menurut PKS itu perilaku seks normal?

Yang juga aneh. Kenapa dalam RUU ini gak ada aturan atau larangan poligami. Bukankah faktanya poligami adalah salah satu unsur yang bisa merusak ketahanan keluarga?

Oh, gak mungkin. Yang mengusulkan ini PKS. Orang-orang PKS bahkan meyakini perempuan yang baik harus mencarikan pasangan poligami buat istrinya. Jadi mana mungkin poligami diatur secara ketat.

Lho, dalam skala tertentu poligami bukankah bisa menjadi siksaan psikologis bagi istri? Siksaan gak apa-apa. Yang penting masuk surga. Dan soal kayak gini, gak usah diatur dalam UU.

Walhasil, RUU ini cuma mau menjadikan negara ngurusin urusan domestik warganya. Negara kayak gak ada kerjaan banget. Anehnya yang diatur melulu urusan yang gak disepakati PKS. Sedangkan poligami yang menjadi doktrin orang-orang PKS, gak disentuh sama sekali.

Bahkan RUU sama sekali gak mengatur provokasi dan penganjuran poligami. Sekarang marak soal kursus poligami. Apakah menurut mereka fenomena ini adalah salah satu cara memperkuat rumahtangga?

Perkawinan adalah ikatan dua orang yang secara sadar saling mengikatkan diri. Soal bagaimana pembagian peran dalam kehidupan mereka, terserah dong. Gak perlu diatur-atur. Biarkan setiap pasangan mencari pola dan pembagian peran yang sesuai.

Toh, dalam skala normal, peran istri dan suami gak usah diatur pakai UU segala. Secara alamiah akan berjalan dengan sendirinya. Pembagian peran suami istri yang seperti apa, cukuplah diserahkan kepada rakyat. Negara gak usah ikut campur.

Sedangkan soal kekerasan dalam rumah tangga, ya sudah ada aturan hukum yang ngurus KDRT. Soal perlindungan anak, juga sudah ada aturannya. Soal kekerasan seksual juga sudah ada aturannya. Soal judi, narkoba, eksploitasi seks, juga sudah diatur. Gak perlulah ngurus dengan aturan tambahan agar negara bisa intervensi ke urusan privat warga.

Selangkangan milik personal. Bukan milik negara. Biar kami urus sendiri.

Jadi gak perlulah aturan yang ndakik-ndakik seperti nasihat ahli agama, harus begini-harus begitu. Lantas nasihat itu diterjemahkan dalam UU negara. Norak dan berlebihan.

Arahkan saja negara mengatur kehidupan bersama dalam masyarakat. Bagaimana soal intoleransi. Bagaimana soal kesejahteraan. Bagaimana soal lingkungan kehidupan. Bagaimana pendidikan yang antisipatif terhadap masa depan. Gak usah dibebani lagi ngurus persoalan pribadi warganya.

"Saya gak setuju dengan sampeyan, mas," protes Kumkum.

"Apanya yang gak setuju?"

"Jangan Mia Khalifah dong. Cari bintang yang lebih fresh."

Kampret lu...

Eko Kuntadhi

***