Di dalam hidup, kita mesti sadar, bahwa sedikit sekali yang kita tahu. Maka, kita harus belajar untuk terus mencari. Kepercayaan buta haruslah ditinggalkan, apapun bentuknya.
Kita hidup di masa yang menakjubkan. Teknologi berkembang begitu pesat. Kehidupan manusia berubah secara mendasar dan menyeluruh. Banyak hal baru ditemukan yang mengubah pemahaman kita tentang kehidupan.
Memang, hal-hal jelek tetap ada. Kesenjangan ekonomi dan kerusakan lingkungan menjadi masalah besar saat ini. Namun, kita tetap berpaling pada teknologi dan ilmu pengetahuan untuk menyelesaikan masalah itu. Di berbagai belahan dunia, investasi besar dilakukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada.
Teknologi antariksa contohnya. Teleskop luar angkasa sudah diciptakan. Berbagai informasi tentang alam semesta datang setiap detiknya. Teknologi perjalanan antariksa pun kini tidak hanya dikembangkan oleh negara, tetapi oleh para pengusaha swasta.
Di tingkat yang lebih luas, semakin banyak orang yang berani berpikir sendiri. Mereka menantang tradisi. Mereka mempertanyakan pandangan-pandangan lama. Dengan akal budi dan sikap kritisnya, mereka menjelajah dunia pemikiran yang begitu kaya dan beragam.
Di bidang politik, berbagai ide baru pun bermunculan. Pandangan-pandangan baru tentang tata kelola politik dan ekonomi terus diluncurkan. Tujuannya satu, yakni menciptakan kesejahteraan bersama yang berpijak pada pelestarian lingkungan hidup. Sayang memang, di Indonesia, ide-ide tersebut tak mempengaruhi politik praktis yang penuh kebusukan.
Sains Abad 21
Mentalitas ilmiah kini berkembang di berbagai tempat. Orang tak lagi gampang percaya pada pandangan-pandangan lama. Tradisi yang terbelakang dan membeku memperoleh perlawanan dari berbagai sisi. Orang tak segan lagi memeluk pandangan baru yang lebih sesuai akal sehat.
Baru-baru ini, teknologi antariksa menemukan adanya lubang hitam (black hole). Selama ini, lubang hitam hanya tampak di dalam rumusan matematis. Belum ada bukti nyata keberadaan benda ini. Lubang hitam dianggap memiliki banyak kemungkinan, mulai dari memahami asal muasal alam semesta, sampai dengan memahami energi yang membentuk alam semesta.
Dengan adanya lubang hitam, orang mulai bertanya, apa yang ada di dalamnya? Berbagai teori pun bermunculan. Salah satu yang mencengangkan adalah keberadaan alam semesta paralel. Ada alam semesta lainnya di luar alam semesta kita yang, mungkin saja, memiliki hukum-hukum alam yang berbeda.
Penemuan yang paling membingungkan adalah penemuan materi gelap (dark matter) dan energi gelap (dark energy). Energi gelap adalah energi tak terjelaskan yang mendorong alam semesta untuk memperluas dirinya sendiri. Sementara, materi gelap adalah pengisi alam semesta di luar segala bintang dan planet yang ada. Kata “gelap” menandakan, bahwa belum ada pengetahuan apapun terkait dengan fenomena antariksa itu.
Walaupun belum terjelaskan, namun materi gelap dan energi gelap mengisi sebagian besar alam semesta kita. Begini komposisinya. 70% alam semesta berisi materi gelap. 25% alam semesta berisi energi gelap. Jadi, seluruh triliunan bintang dan planet maha besar yang ada di alam semesta ini hanya mengisi sekitar 5% dari alam semesta. Betapa banyak hal yang tak kita tahu.
Spiritualitas
Di titik inilah sains dan spiritualitas berjumpa. Harus dipahami, bahwa spiritualitas bukanlah agama. Agama adalah organisasi yang berpijak pada kepercayaan tertentu. Tradisi dipuja di dalam agama. Di dalam perkembangannya, agama pun tak lepas dari kepentingan politik dan ekonomi yang busuk.
Spiritualitas tidak berpijak pada tradisi. Spiritualitas tidak berpijak pada kepercayaan apapun. Spiritualitas adalah pencarian tentang siapa diri kita yang sebenarnya. Caranya adalah melihat ke dalam diri, dan mengembangkan kesadaran sudah kita punyai sebelumnya.
Penemuan terdalam segala bentuk spiritualitas adalah bahwa inti diri kita itu “kosong”. Ia bersih dari segala pikiran dan emosi. Ia berada sebelum kata dan sebelum konsep. Ia adalah kejernihan murni yang memantulkan segala yang ada sebagaiman adanya.
Keadaan batin semacam itu kiranya searah dengan keberadaan materi gelap. Ia kosong. Ia bahkan bukan sebuah “benda”. Ia tidak bersuara. Ia hanya ada, dan mengisi segala yang ada, termasuk diri kita sendiri. Gerakan energi di dalam materi gelap inilah yang menghasilkan galaksi, bintang dan bahkan alam semesta. Secara ilmiah, dan sejalan dengan beragam spiritualitas dunia, materi gelap bisa dilihat sebagai “tuhan” di dalam sains.
Politik
Memang cukup mencengangkan, bagaimana penemuan terbaru di dalam dunia sains berjalan searah dengan spiritualitas yang sudah setua peradaban manusia. Ini juga merupakan tanda, bahwa manusia di masa lampau memiliki kecerdasan besar di dalam memahami alam semesta. Bidang-bidang penting lain, seperti politik dan ekonomi, pun harus belajar dari perkembangan kesadaran ini. Dua hal kiranya penting untuk diperhatikan.
Pertama, untuk bisa mengelola hidup yang semakin kompleks, politik harus belajar dari berbagai perkembangan terbaru di dalam sains. Politik bukan hanya soal janji-janji palsu, tetapi sebagai upaya terukur dan rasional untuk memperbaiki mutu hidup bersama.
Politik harus terbuka atas kritik dan perbedaan sudut pandang. Politik bukanlah ajang sikap biadab dan terbelakang yang dipertontonkan, seperti, misalnya, ketika kalah dari pemilihan umum.
Dua, sebagai sebentuk tata kelola kehidupan, politik juga harus belajar dari spiritualitas. Kejernihan berpikir adalah kunci disini. Kepentingan sempit yang memiskinkan dan memperbodoh mesti disingkirkan. Kejernihan akan melahirkan akal sehat yang merupakan keutamaan kunci seorang pemimpin politik.
Pada akhirnya, di dalam hidup, kita mesti sadar, bahwa sedikit sekali yang kita tahu. Maka, kita harus belajar untuk terus mencari. Kepercayaan buta haruslah ditinggalkan, apapun bentuknya. Ketika kepercayaan buta dilepas, kita akan memasuki hidup yang begitu kaya, penuh petualangan, dan… mengagumkan.
Tunggu apa lagi?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews