Saat dulu kita SD ada pelajaran agama Islam. Bab paling awal biasanya bicara soal thaharah. Di sini bicara air yang bisa digunakan untuk wudhu, bagaimana mandi besar dan lain-lain.
Karena orang Indonesia kebanyakan ikut mazhab Imam Syafii maka kreteria air yang sah untuk wudhu itu tentu mengikuti kreteria yang dirumuskan Imam Syafii.
Misalnya dari sisi banyaknya air yang bisa digunakan untuk wudhu dan bersuci minimal 2 kullah, atau menurut beberapa ulama sekitar 270 liter. Atau bisa juga dengan air yang mengalir.
Artinya dalam kreteria fiqh Imam Syafii apabila air yang digunakan tidak sebanyak itu wudhunya gak sesuai fiqh. Ya, fiqhnya Imam Syafii.
Kenapa butuh air yang banyak? Karena cara berwudhu dilakukan dengan membasuh atau menyiramkan bagian-bagian tubuh anggota wudhu. Jadi airnya butuh banyak.
Berbeda dengan aturan berwudhu pengikut Ahlul Bait atau Syiah. Karena wudhunya cukup dengan mengusap dengan tangan yang berisi air. Tidak perlu membasuh. Jadi air yang digunakan cukup sedikit saja.
Nah, ketika kita menyaksikan Sandiaga Uno berwudhu, dia ternyata berwudhu dengan air di gayung kecil. Orang-orang yang biasa menggunakan fiqh Imam Syafei pasti menuding Sandi gak ngerti bab thaharah, bab paling dasar dari pelajaran aturan ibadah.
Makanya dia ditertawakan orang.
Tapi orang yang bermazhab syiah pasti gak menertawakan Sandi karena banyaknya air yang digunakan untuk wudhu. Orang-orang pengikut mazhab Jafari, biasa berwudhu menggunakan air minimal. Wong caranya cuma dengan diusap, bukan dibasuh.
Yang berbeda dengan wudhu ala Sandi hanya urutan-urutannya saja yang agak ngaco.
Juga cara wudhunya yang berbeda dengan kebiasaan penganut mazhab syiah.
Meski harus dipahami beragama memang bukan cuma perkara fiqh. Kalau acuannya fiqh, pasti dalam Islam banyak banget bedanya. Wong, cara sholat aja juga beda. Ada yang sholat subuh pakai qunut, ada yang gak. Ada juga yang setiap sholat baca qunut. Beda-beda.
Ada yang saat berdiri tangan bersedakap. Ada yang lurus saja. Ada yang kakinya biasa saja, ada yang dibuka lebar-lebar sampai menginjak kaki jemaah di sebelahnya.
Ada yang ketika tahiyat telunjuknya goyang-goyang. Ada yang diam saja. Ada yang gak mengacungkan telunjuk sama sekali.
Semuanya punya argumen masing-masing. Punya hujah kebenaran sendiri-sendiri. Punya dalil yang diyakini.
Makanya soal fiqh dan tata cara ibadah gak perlu kita ribet-ribet banget. Wong, semua aliran Islam berbeda-beda. Kita tinggal mengikuti saja aturan yang sudah dirumuskan oleh para fuqaha.
Soal bagaimana cara beribadah, biarlah itu jadi bagian para ahli fiqh. Kita bermakmum saja. Ilmu kita gak cukup untuk memperdebatkan tata cara yang mana yang paling benar.
"Wudhu ala Sandi kan bisa jadi mazhab fiqh sendiri, mas. Namanya Alsandiiyah," ujar Abu kumkum.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews