Wawasan Al-Quran tentang Keberagaman Umat Beragama

Perbedaan akan menjadi energi positif dalam rangka melahirkan sikap toleransi dan saling menghormati.

Kamis, 7 Desember 2023 | 06:29 WIB
0
204
Wawasan Al-Quran tentang Keberagaman Umat Beragama
Ilustrasi, grid.id

Hubungan antarumat beragama merupakan isu aktual yang sangat menarik untuk dibincangkan. Mengingat, konflik antarumat beragama muncul bukan semata karena merasa tidak sepaham dan tidak sejalan berdasarkan latar belakang perbedaan agama saja, tetapi juga bisa terjadi karena keterbatasan pemahaman kita terhadap arti sebuah agama sehingga tidak mencerminkan perilaku masyarakat beragama.

Berbicara mengenai isu keagamaan dan keberagaman, tentu erat kaitannya dengan identitas ke-Indonesia-an kita. Keberagaman yang kita miliki sebagai bangsa merupakan anugerah dari Allah Swt untuk kemudian kita jaga.

Beragama meniscayakan keberagaman, dan beragam tidak mesti seragam. Pemahaman yang benar mengenai hal ini akan melahirkan sikap saling menerima dan saling menghormati. Kehidupan bersama akan terasa lebih harmonis.

Dalam catatan sejarah Islam, kita bisa bercermin pada masa Nabi Muhammad Saw di Madinah. Masyarakat Madinah merupakan sebuah model kebersamaan yang bisa dijadikan contoh dan teladan dalam pluralitas beragama. Hal itu terwujud karena adanya suatu piagam yang bernama Piagam Madinah, yang disusun bersama antara perwakilan Islam dan non Islam. Sehingga pada masa itu, masyarakat Madinah yang Islam maupun non Islam dapat hidup aman, tertib, sejahtera, dan ada partisipasi bersama di bawah naungan piagam tersebut.

Al-Qur’an dan Keberagaman

Al-Qur’an sebagai kitab samawi yang terakhir, memuat sejumlah bahan penting terkait dengan ajaran agama, khususnya relasi antarumat beragama. Setiap agama memiliki kitab suci. Secara spesifik ada tiga agama yang disebut dalam Al-Qur’an; agama Yahudi dengan kitab Taurat, Nasrani dengan kitab Injil, dan Islam dengan kitab Al-Qur’an. Lebih dari itu, pada konteksnya saat ini sebagaimana yang kita ketahui bahwa kondisi di dunia ini meniscayakan terdapat beragam agama dengan kitab sucinya masing-masing.

Islam merupakan agama universal bagi sekalian manusia. Pokok pangkal ajarannya ialah paham Ketuhanan Yang Maha Esa, atau Tauhid. Tugas para nabi dan rasul adalah menyampaikan ajaran tentang Tauhid ini, serta ajaran tentang keharusan manusia tunduk patuh hanya kepada-Nya saja. Dan justru berdasarkan paham ke-Tauhid-an inilah, Al-Qur’an mengajarkan paham kemajemukan keagamaan.

Perbedaan Merupakan Keniscayaan

Pada dasarnya umat manusia adalah tunggal (ummah wahidah) (Qs. al-Baqarah/2: 213), karena berpegang pada Kebenaran Tunggal (Allah Swt). Tapi kemudian manusia berselisih paham, justru setelah penjelasan tentang kebenaran itu datang, dan mereka berusaha memahami kebenaran itu sesuai dengan keterbatasan mereka. Sehingga di sinilah mulai terjadi perbedaan penafsiran mengenai Kebenaran Tunggal itu. Perbedaan itu kemudian dipertajam oleh kepentingan pribadi dan kelompok.

Perbedaan merupakan sebuah keniscayaan dalam upaya fastabiqul khairat. Sebaliknya, memaksakan kehendak agar semua sama, itu artinya menentang sunnatullah. Dalam Al-Qur’an disebutkan: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam)”. (Qs. al-Baqarah/2: 256).

Ayat ini memberi ruang akan adanya kebebasan beragama, bahwa agama bukanlah paksaan, ia timbul dari hati seseorang sesuai dengan keyakinan dan pemahamannya, siapa pun mereka tidak dapat dipaksa.

Hamka (w. 1981) dalam tafsirnya mengatakan bahwa keyakinan tentang agama itu tidak boleh dipaksakan, sebab manusia dapat membedakan kebenaran dan kesesatan, orang boleh menimbang dan memilih kebenaran itu, dan orang pun mempunyai pikiran yang logis untuk menjauhi kesesatan. Larangan untuk melakukan pemaksaan terhadap agama ini didasarkan pada salah satu fakta bahwa pemaksaan dapat mempengaruhi aksi fisik dan akan berdampak menimbulkan mudharat.

Titik Temu Keberagaman

Segi perbedaan dalam hal agama sudah sangat umum diketahui, maka kemudian yang dibutuhkan saat ini adalah peran kolektif kita untuk mengembangkan secara positif segi persamaan antarmasing-masing agama. Karena itu, Al-Qur’an menawarkan satu ajaran atau seruan yang menjadi titik temu antarumat beragama dalam rangka mengembangkan semangat paham pluralisme dan toleransi.

Allah Swt berfirman: “Katakanlah (nabi Muhammad), “Wahai Ahlulkitab, marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu,” (Qs. Ali Imran/3: 64).

Menurut Quraish Shihab, ini merupakan tawaran yang sangat adil dengan cara yang simpatik dan lebih halus, juga sebagai penghormatan bahwa umat agama lain juga memiliki kitab suci. Pendapat ini memberi pelajaran bagi umat Islam agar bersikap demikian terhadap agama lain.

Dari pandangan di atas, nyatalah bahwa kesamaan kita terletak pada kesetaraan mahkluk sosial, walaupun agama kita berbeda, namun terdapat satu kalimat yang sama. Yaitu satu kesepakatan dan kesepahaman yang menjadi titik pertemuan kita, atau yang disebut kalimatin sawa’. Kalau kesemuanya sudi kembali kepada satu kalimat itu niscaya perbedaan akan menjadi energi positif dalam rangka melahirkan sikap toleransi dan saling menghormati.

Titik temu tersebut jika kita tarik ke dalam konteks Indonesia saat ini sebagai negara bangsa, Nurcholish Madjid (w. 2005) mengungkapkan bahwa Pancasila merupakan sebuah konsensus dasar atau common platform bagi keberlangsungan hubungan yang harmonis, menjunujung tinggi nilai manusiawi dan saling menghormati antarsemua kalangan, agama, suku, ras dan golongan. Sebagaimana Piagam Madinah pada masa Nabi Muhammad Saw.

Kesimpulan

Melihat adanya hubungan erat yang tak terpisahkan antarumat beragama sebagaimana yang disebutkan Al-Qur’an, itu artinya kita dituntun untuk lebih bijaksana dengan saudara-saudara kita yang berbeda agama dengan cara senantiasa melestarikan kebaikan bersama sebagai titik temu dari keberagaman yang merupakan sebuah keniscayaan itu, sampai kelak kita benar-benar bertemu dengan Yang Maha Benar.

***