Sosok Gus Dur tak pernah meninggalkan kita. Pikiran-pikirannya masih menyediakan pencerahan untuk bangsa. Humor-humornya masih membangunkan akal sehat, sekaligus menghibur kita.
Minggu malam, 31 Januari 2021, seorang teman mengirim foto di media sosial. Isinya adalah kutipan dari Gus Dur dengan karikatur wajahnya. Isinya tentang jalan untuk menjadi bahagia. Kutipannya begini.
“Gus, apa kuncinya bahagia?" "Jangan memikirkan apa yang kamu tidak tahu," kata Gus Dur. "Kalo yang diketahui Gus? Lha kalau sudah tahu, buat apa dipikir?”
Sejenak, saya mengalami pencerahan. Ada pemahaman baru muncul. Ada realisasi tentang hidup sebagaimana adanya. Spontan, saya membagikan foto tersebut ke beberapa teman. Tanggapan mereka pun serupa: tertawa sambil tercerahkan.
Walaupun begitu, saya coba membuat penelitian kecil. Apakah perkataan itu sungguh dari Gus Dur? Saya tidak menemukan referensi yang akurat. Yah, walaupun begitu, dengan gaya ungkapan yang cerdas sekaligus lucu, saya kok merasa, Gus Dus sungguhlah yang mengatakan hal tersebut.
Di Indonesia, filsafat Stoa sedang ramai. Gerakan meditasi dan hidup berkesadaran pun tersebar luas. Di dalam satu kutipan dari Gus Dur tersebut, seluruh filsafat Stoa dan seni hidup berkesadaran terangkum menjadi satu. Luar biasa.
Baca Juga: Gus Dur dan (Ucapan) Selamat Natal
Kita sering berpikir berlebihan. Akibatnya, kita jadi takut dan cemas berlebihan. Pikiran kita sakit. Badan kita pun ikut sakit.
Jika kita tidak banyak berpikir, kita tenang. Pikiran kita damai. Badan kita pun ikut sehat. Sudah banyak sekali penelitian yang menegaskan, kesehatan tubuh manusia amat tergantung pada kesehatan pikirannya.
Kita banyak berpikir, karena dibiasakan oleh lingkungan. Dunia pendidikan kita mendewakan akal budi. Semua harus bisa dikonsepkan secara logis dan rasional. Alhasil, pikiran pun menjadi “tuhan” baru.
Padahal, pikiran hanya sebagian kecil dari hidup. Jika kita bisa berjarak dari pikiran, kita akan sungguh hidup. Kita akan menyentuh “eksistensi” itu sendiri. Kedamaian, kecerdasan dan kejernihan adalah buah-buahnya.
Sambil tenggelam di kesunyian malam, saya terus melakukan penelitian tentang kutipan-kutipan Gus Dur. Satu lagi kutipan menyentuh saya. Isinya begini.
Masalah-masalah Hidup
“Jika kamu punya masalah, dan sudah tau solusinya, ya udah ga usah dipikir, kan sudah tahu. Terus kalo ga tau solusinya Gus? Ngapain juga dipikirin, malah capek.”
Sekali lagi, pencerahan datang menghampiri. Lebih dari 2400 tahun yang lalu, Siddharta Gautama sudah mengatakan hal serupa. Ini adalah sikap bebas dari pikiran itu sendiri. Kita lalu menjadi tuan atas pikiran, dan bukan lagi budaknya.
Zen sendiri memang sekumpulan cara untuk kembali ke sebelum pikiran. Disitu, ada kedamaian. Ada kejernihan tentang dunia sebagaimana adanya. Ada kebahagiaan dan welas asih untuk menolong.
Sebelum pikiran, tidak ada “kepribadian”. Itu hanyalah pola yang dibentuk oleh lingkungan sosial selama bertahun-tahun. Diri sejati manusia sama kosong dan luasnya seperti alam semesta. Ia tak berbentuk, namun hidup dan sadar seutuhnya.
Kutipan dari Gus Dur, beserta seluruh pemikiran Asia, kiranya berpola sama. Pikiran adalah alat pembantu, dan bukan tuan atas hidup manusia. Ada kecerdasan maha besar dan maha hebat yang menjadi latar belakang dari segala sesuatu. Ia bisa disebut sebagai Tuhan, walaupun ia sesungguhnya tak bernama. Ia melampaui nama, dan melampaui konsep.
Ini kiranya sesuai dengan pepatah Hindu kuno. Jika manusia menyentuh kesadaran di dalam dirinya, ia akan bisa memperbudak “tuhan”. Ia akan menemukan kunci kehidupan. Ia sudah mencapai pemahaman tertinggi.
Kesadaran lalu menjadi tuan kehidupan. Emosi dan pikiran datang dan pergi bagaikan tamu. Manusia akan menemukan kehidupan sebagai rumahnya. Segala yang ada pun menjadi dirinya. Tak ada lagi perbedaan.
Untuk sampai titik ini, orang harus paham pada pikirannya. Ia harus berhati-hati pada pikirannya sendiri. Jangan sampai hidupnya menderita, karena disiksa pikirannya sendiri. Sesungguhnya, jika orang yang disiksa oleh pikirannya sendiri, ia sudah berada di neraka.
Pemahaman ini amat penting di masa krisis ini. Pandemik COVID 19 tidak hanya merusak tubuh. Pikiran dan jiwa banyak orang pun terganggu. Mereka hidup dalam derita, dan bahkan bunuh diri untuk keluar darinya.
Bunuh Diri di Masa Pandemi
Takanao Tanaka dan Shohei Okamoto menuliskan penelitian mereka tentang peningkatan bunuh diri di Jepang selama pandemi COVID 19. Jurnal tersebut diterbitkan di Jurnal Nature Human Behaviour pada 15 Januari 2021. 16% peningkatan kasus bunuh diri terjadi pada Juli sampai Oktober 2020. (Tanaka, Okamoto, 2021)
Pelaku bunuh diri terbanyak adalah perempuan. Jumlahnya meningkat 37%. Sementara, tingkat bunuh diri pada anak dan orang dewasa meningkat sejumlah 49%. Secara global, tingkat bunuh diri menyentuh peningkatan sampai 145% pada akhir 2020 lalu. (Okolie, Eyles, 2020)
Pandemik membuat orang takut. Pikirannya kacau. Emosinya tak stabil. Hidupnya bagai di neraka, yakni penuh derita. Dalam keputusasaan, bunuh diri pun menjadi jalan keluar.
Sosok Gus Dur, sesungguhnya, tak pernah sungguh meninggalkan kita. Pikiran-pikirannya masih menyediakan pencerahan untuk bangsa. Humor-humornya masih membangunkan akal sehat, sekaligus menghibur kita.
Di tengah pandemi, krisis ekonomi dan depresi batin yang tersebar di seluruh dunia, ada baiknya kita menengok kembali saran-saran salah satu guru bangsa terbesar kita ini. Harapannya, dalam krisis, kita lalu bisa tersenyum, dan tetap hidup waras. Terima kasih, Gus!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews