Sebuah artikel masuk ke WA grup kami dan menjadi diskusi. Judulnya "Bunuh Diri Massal Pers Indonesia” dan ditulis oleh: Hersubeno Arief. Karena judulnya bombastis maka saya baca.
Saya terus terang terkejut membaca tulisannya. Tulisan Hersubeno ini tampak seperti orang kalap sehingga seperti meracau. Mari saya tunjukkan kata-katanya yang menuduh kesana kemari tapi kemudian bertabrakan sendiri.
Situasi media dan dunia kewartawanan saat ini katanya bahkan lebih buruk dibandingkan dengan era Orde Baru. Dia menuduh pers melakukan bunuh diri secara massal. Pers Indonesia memasuki masa gawat darurat. Salah satunya adalah karena "Kooptasi dan tekanan hukum oleh penguasa".
Dan, dia menunjukkan contoh kasus perlakuan pers terhadap Prabowo (dan Sandi). Pertanyaannya, apakah Hersubeno Arief bisa menunjukkan bukti tekanan hukum oleh penguasa dalam kasus-kasus liputan pers yang ia tunjukkan?
Jelas ia sekedar nggedabrus saja karena kemudian ia berkata “Pada era Orde Baru media melakukan dengan TERPAKSA karena tekanan rezim. Kendati begitu dengan berbagai cara, media tetap melakukan perlawanan, tetap menjaga idealismenya. Saat ini banyak yang melakukan secara SUKARELA.”
Lalu setelah itu disambungnya “Para wartawan, redaktur, maupun pimpinan media yang masih berakal sehat, bersikap kritis harus mengalah kepada para pemilik media. Ini KONSEKUENSI dari media di era industri.”
Jadi sebenarnya pers itu melakukan tugasnya karena TEKANAN HUKUM oleh penguasa atau karena mereka melakukannya secara SUKARELA atau karena “Ini KONSEKUENSI dari media di era industri” sih? Ngomong kok mencla-mencle begitu sih? Baru ngomong dua paragraf sudah kacau logikanya.
Hersubeno ini dengan yakin menuduh bahwa para wartawan disetir oleh pemilik modal. Dan ia menunjukkan kasus berita laporan media soal ucapan Prabowo di Indonesia Economic Forum di Hotel Shangri-La, Jakarta pada 21 November 2018 lalu. Katanya media keliru (sengaja?) mengutip pernyataannya. Hersubeno menyatakan bahwa kesalahan itu juga terjadi tidak hanya pada media lokal, namun juga sejumlah media asing.
Coba lihat, Hersubeno sendiri tidak yakin apakah media memang salah kutip atau sebetulnya SENGAJA mengutip dengan keliru sebagai UPAYA UNTUK FRAMING kepada Prabowo. Jika Anda tidak yakin dan baru menduga-duga lantas mengapa Anda dengan begitu gegabah menuding bahwa dalam hal ini para wartawan telah dipaksa oleh pemilik media untuk mengubah atau membuat kutipan yang keliru?
Apakah dengan demikian berarti media asing itu juga dipaksa oleh pemiliknya untuk membuat kekeliruan dalam penerjemahan kata-kata Prabowo dalam bahasa Inggris? Dan apakah dengan demikian itu menunjukkan bahwa media asing juga sudah dikooptasi oleh penguasa?
Jelas Anda hanya bersumsi tanpa bukti. Jika untuk hal ini saja Anda tidak yakin dan menuduh tanpa bukti lantas mengapa hal ini Anda tembakkan bahwa ini karena "kooptasi dan tekanan hukum oleh penguasa" sehingga Anda dengan gegabahnya menyatakan bahwa "situasi media dan dunia kewartawanan saat ini bahkan lebih buruk dibandingkan dengan era Orde Baru".
Anda bahkan tidak menunggu waktu dan segera melangkah lebih jauh dengan menuduh pers melakukan BUNUH DIRI SECARA MASSAL. Anda membuat asumsi di atas asumsi dan kemudian membuat asumsi lagi di atasnya. Jadi sebenarnya siapa yang membuat framing atau pemlintiran?
Sudah jelas bahwa Hersubeno melakukan framing dan tuduhan tak berdasar. Mengapa? Karena ia sendiri dalam artikelnya tersebut menulis “Sejumlah media asing (BBC dan Sidney Morning Herald) yang menyadari kekeliruannya kemudian langsung mengubah judul dan isi beritanya.”
Pertanyaannya, menurut Anda sebenarnya mereka itu keliru atau sengaja memlintir berita sih? Apakah semua media nasional dan asing yang hadir di acara tersebut sudah SEPAKAT untuk membuat framing dan pemlintiran pada Prabowo dengan membuat pemberitaan yang keliru? Lha kalau sudah sepakat lantas untuk apa mereka ‘menyadari kekeliruannya’?
Mestinya kan tuduhan Anda konsisten dengan mengatakan bahwa media asing akhirnya ‘bertobat dari niat jahatnya untuk memlintir pernyataan Prabowo’ sehingga mereka mengubah judul dan isi artikel mereka.
Pertanyaan berikutnya, apakah ‘kekeliruan’ media dalam menerjemahkan atau pun menafsirkan pernyataan Prabowo ini karena mereka dalam keadaan terkooptasi dan di bawah tekanan penguasa? Anda hanya berasumsi dan menuduh tanpa bukti kan? Toh Anda sendiri yang akhirnya mengakui bahwa “Untuk isu ini kita masih BERBAIK SANGKA, mungkin Sebagian besar kesalahan terjadi karena pemahaman bahasa Inggris wartawan yang terbatas. Atau mereka cuma mengcopy-paste berita yang dibuat oleh seorang wartawan.
Praktik ini sudah menjadi praktik yang “lazim” di kalangan wartawan. Sudah tahu sama tahu. Akibatnya ketika yang dipercaya membuat berita salah, maka semuanya menjadi salah.” Lho kok berbalik berbaik sangka? Bukankah di atas Anda sudah dengan begitu yakin bilang bahwa 'pers dikooptasi dan ditekan oleh PENGUASA', 'situasi pers saat ini LEBIH BURUK DARIPADA ZAMAN ORDE BARU', 'Pers melakukan BUNUH DIRI MASSAL'.
Inikah bentuk ‘baik sangka’ yang Anda miliki? Lha wong Anda sudah jelas-jelas menuduh dengan gegabah sebelumnya bahwa mereka ‘terkooptasi dan di bawah tekanan penguasa’ kok tiba-tiba Anda di bawah bilang ‘mungkin sebagian besar kesalahan terjadi karena pemahaman bahasa Inggris wartawan yang terbatas’. Ojok mencla-mencle, Cak.
Saya tidak akan mengomentari yang lain karena saya hanya ingin menunjukkan pada teman WA saya yang dulunya adalah wartawan-wartawan handal dan top di WAG saya tapi kini sudah kehilangan kemampuan kritisnya hanya karena bersikap partisan.
Surabaya, 27 November 2018
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews