Disrupsi Informasi dan Narasi Laura Ingalls Wilder

Mungkin keadaan jauh membaik bila kita menjadi Laura yang jujur dan bijak dalam menyebar informasi, sekaligus menjadi Mary yang sabar mendengar.

Sabtu, 23 April 2022 | 05:18 WIB
0
137
Disrupsi Informasi dan Narasi Laura Ingalls Wilder
Buku Laura Inngals Wilder (Foto: dok. pribadi)

Salah satu bagian yang kerap membuat saya terharu saat membaca Laura Ingalls Wilder, seri novel kegemaran saya sejak kecil, saat Pa meminta Laura menjadi 'mata' bagi Mary, kakaknya.

Demam merah (scarlet fever) membuat Mary buta. Sejak Mary mulai tak dapat lagi melihat, Pa meminta Laura menceritakan apapun yang dilihatnya pada Mary. Membantu Mary memahami apa yang terjadi sekaligus juga pemandangan daerah-daerah baru yang mereka jelajahi sebagai keluarga pionir Amerika.

Laura bisa menceritakan dengan indah bagaimana matahari terbit di Danau Perak. "Malam masih membayang di barat laut, tetapi Danau Perak telah gemerlapan bagaikan kertas perak di antara padang rumput yang berumput tinggi..."

"Itik-itik liar ribut di barat daya. Burung-burung camar memekik-mekik di atas danau melawan angin fajar. Seekor angsa liar terbang naik dari permukaan air, dengan jeritannya yang memekakkan telinga. Satu-satu kawan-kawannya menjawab dan mengikutinya terbang. Mereka membentuk garis segitiga dan dengan kepakan sayap-sayap kuat terbang gagah ke arah matahari terbit... " demikian tulis Laura.

Mary begitu bahagia mendengarnya. Memujinya," Kau pandai bercerita, Laura, bila kau bercerita kau bagaikan membuat suatu lukisan... "

Begitulah kekuatan narasi. Membuat orang yang tak melihat, tak memahami, menjadi paham. Namun sesekali Mary tak percaya narasi Laura.

Pernah suatu kali, dalam perjalanan di atas kereta gerobak bersama keluarganya, Laura menjelaskan pada Mary apa yang dilihatnya. Saat itu Jerry Besar dengan kuda putihnya berderap ke arah matahari terbenam. Makin lama makin mengecil dari pandangan dan akhirnya hilang. Laura begitu terkejut dan berkata pada Mary, bila Jerry masuk ke matahari.

Mary tentu saja tak percaya, tapi Laura merasa telah mengatakan yang sebenarnya. Demikianlah, keterbatasan pengetahuan membuat Laura mungkin tak paham bila bumi ini bulat, sehingga meski Jerry tetap ada di tempat yang jauh di padang rumput itu, Jerry tak terlihat lagi. Dan tidak ditelan matahari.

Kita semua sebenarnya adalah Mary, dalam pengertian tak semua bisa kita lihat dan ketahui, sehingga kita memerlukan narasi-narasi agar kita mengerti. Tanpa harus ke Amerika, saya bisa membayangkan apa yang ada di sana dari narasi-narasi yang ada. Ini termasuk narasi modern yang menyertakan video, tak sekadar cerita lisan atau membaca.

Lalu bagaimana bila Laura ternyata pembohong dan tak jujur. Mary tentu akan jatuh dalam banyak pengertian yang salah. Tersesat akibat narasi-narasi Laura yang tak bisa dipertanggungjawabkan.

Bisa juga terjadi, Mary adalah orang yang mudah marah bila mendengar berita-berita yang tak disukainya. Laura tentu akan enggan berkata jujur pada Mary. Takut Mary mengamuk. Laura akan sangat memilah-milah informasi yang dikemukakan pada Mary, menghindari tindakan agresif Mary seperti memaki atau memukul Laura. Mary pun makin lanjut dalam ketidaktahuan dan kebodohan.

Inilah masalah utama era disrupsi informasi ini. Laura yang tak jujur dan sangat berkepentingan, ditambah Mary yang bodoh dan pemarah. Bisa jadi selaku Laura, kita adalah seleb, politisi atau influencer yang tak berhenti menebar kebencian atau content sampah. Termasuk citra-citra palsu.

Sebagai Laura, kita tak terbiasa membuat narasi damai. Kita senantiasa membandingkan satu dengan lainnya, sehingga bukan damai yang didapat tetapi masyarakat emosi dan saling penuh praduga. Polarisasi yang makin memisahkan kita dengan sekat berupa jurang yang dalam.

Saat membeli baju, dengan enteng kita berkata, "Baju ini mahal, sehingga bisa menjadi saingan baju-baju seleb."

Untuk apa berkata serupa demikian? Agar timbul musuh baru alih-alih merangkul lawan? Apalagi bila kita orang yang punya kelebihan di tengah orang-orang yang penuh keterbatasan. Bukan aneh seorang kaya membeli baju mahal. Privilege bukan sesuatu untuk disombongkan, tetapi dalam hening, diwujudkan.

Tetapi memang kita seringkali menjadi Mary-Mary yang bodoh. Yang tak menggunakan nurani, hanya suka mendengar narasi-narasi yang melampiaskan dendam dan ketidakmampuan kita. Maka konten-konten mengumbar kebencian, pamer dan penuh kebodohan laris manis.

Mungkin keadaan jauh membaik bila kita menjadi Laura yang jujur dan bijak dalam menyebar informasi, sekaligus menjadi Mary yang sabar mendengar.

Sesayup saya mendengar lagu The Sound of Silence:

"People talking without speaking
People hearing without listening
People writing songs that voices never shared
And no one dared
Disturb the sound of silence.."

#vkd