Program Deradikalisasi Efektif Menangkal Paham Terlarang

Pencegahanradikalisme wajib dilakukan, mulai dari tingkat kementerian, lembaga negara, hingga sekolah. Deradikalisasi juga dilakukan agar napi teroris sadar bahwa perbuatannya selama ini salah besar.

Minggu, 28 November 2021 | 04:04 WIB
0
85
Program Deradikalisasi Efektif Menangkal Paham Terlarang
Radikalisme (Foto: Republika.co.id)


Masyarakat mengapresiasi berbagai upaya Pemerintah untuk menangkal paham terlarang, termasuk melalui program deradikalisasi. Kegiatan tersebut dinilai efektif karena lebih menggunakan pendekatan humanis kepada kelompok radikal.


Ingatkah Anda tentang peristiwa pengeboman yang terjadi di luar Jawa?Atau penyerangan oleh seorang wanita dengan pistol? Peristiwa-peristiwa ini terjadi karena didalangi oleh anggota kaum radikal. Radikalisme menjadi momok yang berbahaya karena ia meracuni pikiran anggotanya, lalu mereka mau-mau saja disuruh jadi pengantin bom dan mati secara tragis.

Pemerintah berusaha keras agar radikalisme tidak mengakar di Indonesia. Jangan sampai negeri ini hancur gara-gara radikalisme. Pasalnya, kelompok radikal ingin mengubah azas demokrasi menjadi khilafah, padahal itu tidak sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia yang majemuk dan berbhineka tunggal ika.

Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan bahwa penanganan radikalisme akan dilakukan secara lintas kementrian. Dalam artian, jangan sampai ada pejabat dan staffnya yang terlinat radikalisme, karena amat berbahaya. Jika ada 1 saja yang terlibat radikalisme maka ia bisa memanfaatkan jabatannya demi rencana kelompk radikal yang berujung pada kejahatan, seperti pengeboman dan teror lain.

Untuk mencegah radikalisme di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) maka diadakan screening ketat. Mereka yang sudah diangkat jadi ASN, jika ketahuan  menjadi anggota kelompok radikal, akan mendapat teguran yang sangat keras. Bahkan sanksinya bisa pemecatan, jika mereka tetap bersikeras menjadi anggota kelompok radikal. Pasalnya, sebagai abdi negara mereka harus setia pada negara, sedangkan kelompok radikal adalah penghianat.

Pencegahan juga dilakukan sejak tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Mereka yang mendafta jadi calon ASN harus dipastikan bebas dari terorisme dan radikalisme. Cara menyelidikinya pun cukup mudah, karena di era internet ini panitia CPNS tinggal melihat akun media sosial peserta tersebut. Jika ketahuan suka menghujat pemerintah dan mengagung-agungkan jihad, maka kemungkinan besar ia terlibat radikalisme, serta tidak akan lolos tes CPNS.

Pencegahan radikalisme juga dilakukan di sekolah dan perguruan tinggi. Jangan sampai para murid dan mahasiswa jadi tersesat gara-gara tersangkut kasus radikalisme. Para guru juga dihimbau agar jangan sampai terkena radikalisme, karena bisa berujung pada pemecatan. Mahasiswa juga patut waspada, jangan mau kena bujuk rayu kaum radikal dengan iming-iming seminar gratis atau modus lain.

Untuk mengatasi mereka yang sudah terlanjur teracuni oleh radikalisme, maka diadakan program deradikalisasi. Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) adalah lembaga negara yang berhak untuk melakukannya. BNPT juga bekerja sama dengan pemerintah daerah dan kementrian atau lembaga, dalam melaksanakan deradikalisasi.

Proses deradikalisasi yang pertama adalah dengan identifikasi, lalu penilaian, rehabilitasi, reedukasi, dan reidentifikasi sosial. Identifikasi adalah proses di mana tersangka kasus terorisme diidentifikasi dan dinilai langsung. Sementara napi teroris lain mendapatkan identifikasi setiap 6 bulan sekali, untuk pemantauan.

Rehabilitasi adalah proses untuk mengobati pemikiran napi teroris yang sudah terlanjur rusak gara-gara terseret arus radikalisme. Mereka perlu disadarkan bahwa terorisme dan radikalisme itu salah besar, karena tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Malah terorisme akan menghancurkan negeri ini karena selalu mengancam dengan pengeboman.

Reedukasi adalah pengajaran kembali bahwa menjadi manusia tidak boleh terseret dalam arus radikalisme. Radikalisme itu salah besar karena menghalalkan segala cara, termasuk pengeboman. Padahal itu adalah pembunuhan dan membuat dosa, serta melanggar hak azasi orang lain.

Radikalisme diberantas secara sporadis oleh pemerintah, agar kelompok radikal tidak merajalela di Indonesia. Pencegahanradikalisme wajib dilakukan, mulai dari tingkat kementerian, lembaga negara, hingga sekolah. Deradikalisasi juga dilakukan agar napi teroris sadar bahwa perbuatannya selama ini salah besar.

***