Emosi itu anugrah Tuhan yang melekat pada seseorang. Namun, ia yang tak mampu mengendalikan emosi ibarat binatang jalang yang berlari kencang dan akhirnya jatuh terjerembab di comberan.
Apa yang terjadi dan tergambar dalam dialog ini memiliki pelajaran sangat berharga. Selain substansi, kemampuan berkomunikasi menempati kedudukan sangat penting. Karena itu, di era keterbukaan ini kita harus mendorong tumbuhnya iklim dialog yang sehat, terutama di kalangan para elit politik.
Coba lihat, apa kelebihan dan kekurangan dalam dialog ini? Siapa yang terlihat lebih memberi manfaat dalam menumbuhkan pemahaman dan keadaban? Silahkan anda nilai masing masing.
Yang jelas, bila dialog diartikan sebagai pertukaran ucapan antara dua pembicara secara bergantian untuk mencapai tujuan kolektif dengan menggunakan argumen rasional, maka beberapa jenis dialog perlu difahami (lihat Douglas Walton 1992, hal. 19-23).
Pertama, adalah persuasion dialogue. Dialog ini dilakukan untuk meyakinkan teman bicara tentang suatu pendapat. Tujuan dari dialog ini adalah memecahkan masalah perbedaan pendapat dengan menggunakan argumen rasional. Berargumen secara rational berarti memberikan seperangkat alasan-alasan logis atau bukti-bukti yang valid untuk mendukung suatu pendapat tertentu (Anthony Weston 1987, hal. xi). Tiap pihak dalam proses dialog ini harus memiliki komitmen pada kekuatan logika sebagai dasar berargumen, bukan komitmen kepada yang lain.
Kedua, information-seeking dialogue. Tujuan dialog ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang suatu hal. Karena pencarian informasi adalah tujuan utamanya, maka pencari informasi harus dapat membangun iklim yang nyaman bagi pemberi informasi. Karena itu sikap “friendly” menjadi sangat penting.
Dalam dialog ini percakapan dapat berbentuk advice-solicitation dialogue yang bertujuan untuk mencari saran dari orang lain, atau expert consultation dialogue, melakukan konsultasi kepada orang yang dianggap ahli guna menyelesaikan suatu masalah.
Ketiga, negotiation dialog. Dalam dialog ini, kedua pihak melakukan tawar-menawar tentang kepentingan tertentu, dengan tujuan akhir tercapainya suatu kesepakatan/perjanjian/transaksi. Dalam dialog ini, masing-masing pihak perlu menjajaki hal-hal yang dianggap paling dibutuhkan/dipentingkan pihak lain.
Jadi masing-masing pihak tidak hanya memikirkan kepentingan sendiri saja. Untuk mudahnya mencapai kesepakatan, dalam dialog ini, tenaga profesional dapat diundang untuk menjalankan peran sebagai mediator.
Ketiga jenis dialog ini tentu berbeda dengan apa yang disebut quarrel (percekcokan). Dalam quarel tiap-tiap pihak mencoba melontarkan kata-kata untuk menyakiti hati lawan, dan bila mungkin, mempermalukannya secara telak. Quarrel biasanya dipicu oleh kejadian remeh temeh tetapi membakar emosi. Pihak yang terlibat dalam quarrel umumnya bersikap keras kepala dan kekanak-kanakan.
Saat terjadi quarrel, kedua pihak berupaya menyalurkan seluruh emosi yang paling dalam yang sebelumnya tak tersalurkan—suatu emosi yang tidak pantas untuk dimuntahkan saat diskusi atau sidang terhormat diselenggarakan.
Quarrel bukanlah teman baik bagi orang-orang yang ingin membangun argumen logis. Dus, tidak pula perlu dikembangkan bila kita ingin membangun demokrasi.
Untuk membangun iklim dialog yang sehat memang diperlukan latihan cukup. Membiasakan diri menerima kritik dari orang lain dan mendengarkan berbagai pendapat yang berbeda, atau bahkan yang sangat bertolak-belakang dengan pendapatnya sendiri, akan sangat membantu seseorang untuk tidak mudah terpancing emosi saat melakukan dialog. Seseorang biasanya mudah sekali terperangkap pada sikap reaktif bila ia telah terpancing emosi.
Emosi adalah anugrah Tuhan yang melekat pada setiap diri seseorang. Namun, seseorang yang tak mampu mengendalikan emosi ibarat binatang jalang yang berlari kencang dan akhirnya jatuh terjerembab di liang comberan.
#iPras 2019
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews