MUI yang Juga Tak Sensitif

pandangan seperti si ustadz itu bukan sikap majoritas umat Islam di Indonesia. Terlalu menganggapnya serius, makin memberikan panggung untuk kelompok aneh yang baperan itu.

Rabu, 21 Agustus 2019 | 21:42 WIB
0
725
MUI yang Juga Tak Sensitif
Ustad Abdul Somad di MUI (Foto: Tempo.co)

Tentu saja, maksud MUI (Majelis Ulama Indonesia) baik adanya, dengan mengundang Abdul Somad Batubara untuk memberikan klarifikasi soal yang lagi dihebohkan.

Tadi sore (21/8/2019), mungkin setelah pertemuan tertutup, diadakan konperensi pers. Wartawan diberi kesempatan bertanya langsung pada Abdul Somad. Dan Abdul Somad menjawabnya langsung. Secara terbuka, dan bahkan Kompas TV secara live melakukan penayangan.

Seperti saya duga, Abdul Somad tetap dalam pendapatnya, dengan dalil-dalilnya. Yang sama sekali tidak memiliki sensitivitas sosial bahwa pernyataannya langsung tak langsung bersinggungan dengan keyakinan penganut agama lain. Dan ketika ditanya apakah Abdul Somad akan meminta maaf? Dengan sombong dikatakannya tidak merasa bersalah, dan karena itu apa perlunya minta maaf?

Bagi saya, yang dalam KTP beragama Islam, menyayangkan cara MUI yang justeru mengadakan konperensi pers itu. Saya kira, MUI tempat orang yang bijak. Ternyata saya salah mengira. Jadi antara MUI dan Abdul Somad juga sama-sama tidak bijak, meski konon pertemuan itu untuk meredam situasi agar tidak memanas.

Karena justeru yang muncul adalah show of force. Meski sama-sama nyebelin, Zakir Naik minta maaf pada umat Hindu dan Tionghoa di Malaysia, atas ceramahnya, karena katanya ajaran Islam tidak ingin membuat siapapun sakit hati.

Mestinya, MUI cukup memberi resumenya ke pers, agar kalimat-kalimatnya lebih tersaring dan bijak. Tapi dengan memfasilitasi orang yang menyebut dirinya utadz itu, sama sekali tak ada gambaran keustadzannya.

MUI jadinya kayak pahlawan kesiangan, untuk pahlawan yang kepagian. Nggak penting banget lembaga ini. Juga dengan rencana mengundang berbagai tokoh agama (untuk kasus ini), makin tidak relevan.

Dalam pada itu, sikap masyarakat umumnya, yang menjadikan hal itu (sikap si ustadz) sebagai bahan lelucon, menunjukkan mereka lebih dewasa.

Setidaknya, jika menganggap hal itu penting hanya makin memperburuk situasi. Toh pandangan seperti si ustadz itu bukan sikap majoritas umat Islam di Indonesia. Terlalu menganggapnya serius, makin memberikan panggung untuk kelompok aneh yang baperan itu.

***