Ramadan dan Idulfitri. Keduanya adalah dua festival besar yang memelihara keseimbangan sosial.
Mereka mencari rezeki di kota, membagikannya di desa. Ekonomi bawah pun merangkak naik.
Manusia berproduksi membentuk kekayaan, kemudian mendistribusikan sebagian hartanya ke kampung. Handai taulan pun mengonsumsinya.
Media meyebutkan, dalam mudik kali ini uang 40 triliun merembes ke desa-desa. Bentuknya angpao, THR, uang bakti, zakat, infak, sadaqah. Uang-uang itu dibelanjakan di warung tetangga, atau pasar lokal. Tukang kebun, tukang parkir, tukang cilok, tukang baso, janda tua, tak ada yang luput dari rezeki ini.
Mesin ekonomi terbawah pun berputar.
Idulfitri menjadikan uang itu tidak beredar di kota-kota saja, tidak tertahan di segolongan kecil saja.
Manusia adalah mahluk ekonomi., dia mahluk yang hidup dalam siklus produksi-distribusi-konsumsi.
Secara antropologi, setiap tahap siklus ini ada ritual, ada festival.
Manusia purba memulai berburu (produksi) ke hutan, dengan mantera dan doa minta perlindungan kepada arwah penjaga hutan. Setelah dapat buruan, ada upcara membagi-bagikan daging buruan (distribusi), dan kemudian berkumpul bersama melakukan tarian dan festival kecil atau besar untuk menyantap bersama daging buruan (konsumsi).
Pada masyarakat tani, ada upacara sebelum tanam padi. Waktu mau panen, ada upacara, dan setelah panen ada upacara. Pada nelayan juga begitu, sebelum melaut ada ritual baca mantera, pulang melaut ada ritual membagi ikan. Kemudian ada upacara kampung untuk pesta ikan bersama.
Pada masyarakat pemburu ada larangan berburu pada hari tertentu, pada masyarakat tani ada larangan bertani pada hari atau bulan tertentu. Pada masyarakat nelayan ada minggu-minggu tertentu yang tidak boleh melaut. Ada ritualnya, kadang ada puasanya. Larangan-larangan ini berfungsi untuk menyembuhkan (healing) bumi sehabis diburu dan digarap. Burung, lebah, kupu-kupu, mikroba kemudian bertugas memulihkan bumi tanpa ada gangguan. Tanah pertanian punya kesempatan untuk pulih. Ikan dan udang punya kesempatan bertelur.
Begitu, Idulfitri, Iduladha, aqeqah, puasa, zakat dan lain-lain adalah ritual, adalah festival. Hikmahnya: mensakralkan produksi, distribusi dan konsumsi.
Apa jadinya jika manusia tidak punya festival?
Produksi akan jadi tidak sakral, tidak akan ada distribusi dan konsumsi massif. Ekonomi orang lemah tidak akan berjalan. Aset hanya beredar di kalangan tertentu. Kesenjangan akan melebar. Kehidupan sosial pun akan hancur.
Demikianlah Ramadan dan Idulfitri. Keduanya adalah dua festival besar yang memelihara keseimbangan sosial.
Kita adalah manusia ritual, dan manusia festival. Kita harus menghormati festival dan ritual kelompok adat, agama, dan etnik yang berbeda-beda. Karena ritual dan festival adalah soal survival, soal kelanjutan manusia, alam dan kemakmuran: people-planet-prosperity.
Selamat menikmati kehangatan kopi pagi di kampung, sampai hari libur rampung.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews