Adakah kemungkinan Pak Kajati berbicara bahasa Sunda itu sebagai selingan saja mengingat Jaksa Agung paham bahasa Sunda, sekadar penekanan untuk makna tertentu yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia?
Yang memantik kegaduhan itu Arteria Dahlan, anggota Komisi III DPR RI. Ia dinilai banyak pihak telah melukai masyarakat Sunda dengan permintaannya kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mencopot seorang Kepala Kejaksaan Tinggi karena alasan sepele; menggunakan Basa Sunda saat rapat!
Ibarat menuai badai, kecaman pun datang dari berbagai penjuru angin. Orang Sunda merasa tersinggung. Kecaman tak hanya datang dari lawan politik maupun warga Sunda yang sekarang sudah sah menjadikan dirinya "musuh bersama", melainkan juga datang dari rekan satu partainya sendiri, PDIP.
Adalah politikus PDIP yang lebih senior dari Arteri, yaitu anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, yang menyentil Arteria: “Menurut hemat saya berlebihan dan dapat melukai perasaan masyarakat Sunda”.
Hasanuddin menyebutkan, pemecatan seseorang dari jabatannya bukan didasari pada bahasa yang digunakannya, tetapi lebih kepada kesalahannya.
Memang pernyataan Arteria, sebagaimana yang dikatakan Hasanuddin kemudian, seolah-olah mengindikasikan bahwa menggunakan bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Sunda dianggap telah melakukan kejahatan berat dan harus dipecat,
“Kenapa harus dipecat? Seperti telah melakukan kejahatan saja,” ucap Hasanuddin.
Meski salah satu pekerjaan legislator seperti Arteria itu membuat Undang-undang, barangkali ia perlu diingatkan kembali tentang adanya pasal 32 ayat 2 UUD 1945 yang menegaskan bahwa bahasa daerah itu dilindungi, bukan dilarang-larang untuk digunakan.
Lengkapnya begini, Ayat (1) Pasal 32 UUD 1945 berbunyi: "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya". Kemudian ayat 2 berbunyi: "Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional".
Nah, bagian ini yang perlu diberitahukan kepada Arteria, siapa tahu dia lupa atau malah tidak tahu!
Perkara bermula saat Komisi III DPR RI melaksanakan rapat kerja bersama Kejaksaan Agung. Nah, dalam rapat tersebut Arteria Dahlan sempat menyinggung adanya seorang kepala kejaksaan tinggi yang berbicara memakai bahasa Sunda saat rapat.
Hal tersebut disinggung Arteria saat rapat kerja bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin, Senin 17 Januari 2022 di ruang rapat Komisi III DPR. Mulanya Arteria meminta agar jajaran Kejaksaan Agung bersikap profesional dalam bekerja.
"Saya minta betul kita profesional, saya sama Pak JA (Jaksa Agung) ini luar biasa sayangnya, Pak," kata Arteria terkesan basa-basi sebelum kemudian melanjutkan, "Ada kritik sedikit Pak JA, ada Kajati yang dalam rapat dan dalam raker itu ngomong pakai bahasa Sunda, ganti Pak itu," katanya.
Kata "ganti" yang diucapkan Arteria jelas meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin memecat Kajati tersebut. Tak lupa Arteria menyayangkan sikap Kajati yang menggunakan bahasa Sunda saat rapat tersebut yang seharusnya menurutnya menggunakan bahasa Indonesia.
"Kita ini Indonesia, Pak, jadi orang takut kalau ngomong pakai bahasa Sunda, nanti orang takut ngomong apa dan sebagainya. Kami mohon sekali yang seperti ini dilakukan penindakan tegas," pintanya.
Baca Juga: Arteria Dahlan Lagi
Sampai di sini pernyataan Arteria Dahlan benar, bahwa dalam rapat resmi, apalagi membahas persoalan bangsa dan negara di forum Dewan, hendaknya menggunakan bahasa nasional sekaligus bahasa negara, bahasa Indonesia.
Akan tetapi, masak iya sepanjang rapat berlangsung itu Pak Kajati terus berbicara bahasa Sunda yang mungkin tidak dipahami oleh peserta rapat yang bukan orang Sunda semata? Apakah Kajati "sebodoh" itu dengan terus berbicara bahasa Sunda di forum resmi?
Adakah kemungkinan Pak Kajati berbicara bahasa Sunda itu sebagai selingan saja mengingat Jaksa Agung paham bahasa Sunda, sekadar penekanan untuk makna tertentu yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia?
Hanya Arteria Dahlan dan pikirannya saja yang tahu.
Alam telah mengatur keseimbangan dalam berbagai hal. Apa yang jadi masalah buat Arteria Dahlan, ternyata bukan masalah bagi sesama politikus di Kandang Banteng. Apa yang tidak jadi masalah buat Arteria Dahlan, ternyata masalah besar buat orang Sunda.
Bagi warga Sunda, tak perlulah marah besar kepada Arteria, cukup marah tipis-tipis saja, 'kan tidak semua politikus dan anggota DPR itu pintar. Maklumi saja.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews