Tionghoa atau Chinese Inonesian, Tergantung Mood?

Ada baiknya istilah “Chinese Indonesian” ditambahkan disamping istilah “Tionghoa” yang umum dipakai.

Sabtu, 20 Maret 2021 | 16:23 WIB
0
220
Tionghoa atau Chinese Inonesian, Tergantung Mood?
Keturunan Tionghoa (Foto: Helena.co.id)

Ketika menulis disertasi, maka setiap pilihan kata atau istilah haruslah dapat dipertanggung jawabkan. Untuk disertasi saya mengenai bagaimana orang Tionghoa bermukim di kota paska – kolonial di Indonesia, maka saya harus memilih menggunakan istilah “Tionghoa” atau “Chinese Indonesian”. Disertasi saya dalam Bahasa Inggris. Saat ini saya dalam tahap penulisan final disertasi, sehingga harus segera mengambil keputusan hendak memakai istilah yang mana. 

Saya ingat berdiskusi mengenai hal ini beberapa tahun lalu dengan Professor saya. Diskusi yang biasanya sambil guyon. Waktu itu beliau tanya… “Istilah yang dipakai di Indonesia yang mana?” Saya jawab, kalau yang resmi diakui pemerintah RI adalah “Tionghoa”. Karena tidak semua orang nyaman disebut “Cina” yang katanya bermakna derogatori. Namun, saya juga bilang… kadang – kadang ada yang pakai kata “Cina” sih, tapi buat memaki atau mengejek… Hahaha… misal “Hei Cina Peking, balik sana ke negerimu!” Professor saya tertawa “ah, jadi pilihan kata yang dipakai tergantung mood”.

Saya ikut tertawa waktu itu… Seiring waktu, dengan progress Phd saya yang lambat ini, saya mulai berpikir, jangan – jangan yang “tergantung mood” bukan hanya soal istilah yang dipakai. 

Riset saya mengenai kota dan permukiman. Jadi analisa yang dilakukan lebih banyak dengan mantengin dan tracing peta kota. Mengamati percakapan di medsos terkait Tionghoa, BUKAN lah metode yang saya pakai. Namun, karena saya cukup aktif di medsos, info – info dan fenomena yang beredar di medsos masuk radar saya. Sekedar memperkaya… 

Hari–hari ini, ada yang lucu terkait dengan kasus “ghosting” yang lagi hit itu. Dulu – dulu, waktu belum ada kasus ghosting, ada orang – orang dari kalangan pendukung Presiden yang begitu aktif membela–bela nasib Tionghoa. Kurlebnya ngomong “Suku Tionghoa adalah kelompok yang paling menderita soal rasisme se Indonesia raya”. Dan banyak hal lain, yang membuat saya sendiri ga nyaman, karena terlalu lebay.

Tapi sekarang, dengan adanya anak Presiden bikin ulah dengan gadis Tionghoa, dari kalangan yang sama mulai muncul statement–statement yang mengatakan bahwa “Tionghoa sendiri rasis terhadap suku lainnya”.

Tentunya saya punya hasil observasi sendiri mengenai siapa yang rasis, dan siapa yang jadi korban rasisme… Cuma ya ketawa saja. Kok jadi berubah, sih? Eh, tapi ini malah bukan tergantung mood ya? Lebih tepat pendapat akan suatu hal tergantung pada bagaimana posisinya terhadap Presiden. Hahaha... 

Kembali pada istilah yang akan saya pakai. Waktu itu Professor saya menyarankan memakai istilah “Tionghoa” untuk menghormati istilah yang resmi dipilih oleh pemerintah RI. Namun, bulan lalu saya bercerita bahwa ada yang keberatan dengan istilah “Tionghoa” karena membuat komunitas yang diteliti hilang ikatan dengan etnik leluhurnya.

Professor saya bilang, bahwa saya harus memutuskan sendiri mau pakai istilah yang mana. Beliau tetap memilih istilah Tionghoa, namun Beliau juga bilang, kalau hal ini sangat sensitive karena terkait identitas. 

Saya mencoba berdiskusi dengan beberapa orang yang melakukan penelitian terhadap Tionghoa Indonesia. Saya mencoba minta pendapat. Kemarin, gara–gara tulisan tentang “mian zi” saya berkenalan dengan seorang penulis yang banyak menulis tentang Tionghoa Indonesia. So far, saran beliau ini yang bisa saya pakai.

Kawsang

Baca Juga: Anak Konyol Itu Bernama Kaesang

Intinyaya, beliau bilang bahwa kelompok yang diteliti punya hak untuk menentukan dirinya disebut dengan istilah apa. Jadi ada baiknya istilah “Chinese Indonesian” ditambahkan disamping istilah “Tionghoa” yang saya pakai. Dengan diberi catatan bahwa ini adalah permintaan dari komunitas yang diteliti. 

Apapun istilah yang dipilih pasti ada pro kontra atau ketidak setujuan. Bahkan keputusan jalan tengah dengan menambahkan “Chinese Indonesian” pun akan dipertanyakan, mengapa “Chinese Indonesian” dan bukan “Indonesian Chinese”? Hayo loh…

***