Merdeka Belajar di Kampus, Tidak Hanya Siap Kerja Namun Juga Siap Mendidik

Semoga Mas Nadiem dan jajaran Kemendikbud mampu mengambil langkah tepat dengan kebijakan Merdeka Belajar untuk perguruan tinggi ini.

Selasa, 28 Januari 2020 | 07:31 WIB
0
270
Merdeka Belajar di Kampus, Tidak Hanya Siap Kerja Namun Juga Siap Mendidik
Nadiem Makarim (Foto: kalderanews.com)

Baru-baru ini ada rencana Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang akan memangkas masa studi wajib di prodi untuk program S1 menjadi 5 semester. Tiga semester sisanya menjadi otonomi mahasiswa untuk magang di perusahaan, mempelajari matakuliah di luar prodinya, atau boleh juga tetap belajar di prodi. Ini berlaku untuk jurusan nonkesehatan.

Saya rasa ide Mas Nadiem ini punya maksud yang baik. Penting sekali bagi mahasiswa, baik saintek maupun soshum, untuk mengetahui dunia kerja. Supaya tidak ada lagi kejadian fresh graduate tidak bisa ngapa-ngapain, bertindak kurang ajar saat melamar kerja dan negosiasi, atau semacam itulah. Mahasiswa juga harus tahu softskill apa saja yang dia butuhkan di dunia kerja, sehingga bisa dikombinasikan dengan hardskill yang diperoleh melalui perkuliahan.

Mahasiswa juga sangat terbantu apabila boleh mempelajari perkuliahan luar prodinya. Bisa digunakan untuk memperdalam ilmunya (contoh: mahasiswa Teknik Lingkungan belajar beberapa kuliah di prodi Kimia atau Biologi untuk lebih memahami bidang studinya, mahasiswa Fisika belajar di prodi Matematika untuk memperdalam analisisnya), atau menambah wawasan (misal: mahasiswa saintek belajar di kampus soshum). Sekaligus untuk menciptakan suasana persatuan yang guyub di kampus, dan menerapkan pembelajaran berbasis multidisipliner. 

Namun, ada beberapa catatan yang ingin saya sampaikan terkait ide ini. Yang pertama adalah jangan sampai ide Mas Nadiem ini hanya didasarkan pada 'link and match' saja. Maksud saya, jangan sampai karena sekarang eranya 4.0, lalu kebijakan ini dibuat hanya untuk membuat 'mahasiswa siap kerja' semata. JANGAN! Akan berbahaya karena mahasiswa hanya dijadikan robot kerja belaka, bukan insan pembelajar, penerap, dan pengembang ilmu.

Kebijakan 'otonomi studi' ini harus didasari dengan niat agar mahasiswa benar-benar bisa mendalami dan menerapkan keilmuannya dengan baik agar mahasiswa juga dapat mengembangkan diri sesuai potensi dan keinginannya. Mahasiswa harus memahami pilihan yang dia ambil, apakah itu magang di perusahaan, mengikuti proyek riset, berkuliah di prodi sendiri atau prodi lain, dan pilihan lainnya.

Dengan demikian, peran ketua program studi dan dosen wali harus diutamakan untuk menemukan potensi mahasiswa, dan mengarahkan dengan tepat, bukan sekadar pembubuh tanda tangan di KRS.

Yang kedua sebenarnya saran untuk Mas Nadiem, agar 'otonomi' ini jangan hanya diarahkan untuk kerja di perusahaan saja. Saya harap Mas Nadiem serius mempertimbangkan pula agar mahasiswa, apapun bidang ilmunya, diajak menjadi pembelajar dan pendidik dengan 'otonomi 3 semester' ini. Karena selain kesehatan, bidang yang menjadi penunjang kemajuan suatu negara adalah pendidikan.

Terutama fakultas MIPA, jangan hanya diatur kerjasama dengan perusahaan atau lembaga riset. Buat pula kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan, entah sekolah, bimbel, atau semacamnya. Sebagaimana mahasiswa FKIP, mereka yang berkuliah di MIPA juga banyak yang berpotensi menjadi pendidik, dan bisa menyumbangkan berbagai kemajuan bagi dunia pendidikan kita. Jangan sia-siakan itu, ajak mereka berkembang dengan mencemplungkan mereka ke dunia pendidikan.

Kita butuh pendidik-pendidik berkualitas. Mungkin lulusan nonkependidikan tidak dapat langsung jadi guru, harus mengikuti penyetaraan dan pendidikan profesi yang lebih lama daripada lulusan kependidikan. Namun, kalau mereka yang berpotensi jadi guru sudah dibekali ilmu dasar mengenai pendidikan yang benar, maka mereka akan menjadi generasi baru guru kita yang dapat mendobrak berbagai kebobrokan dalam sistem pendidikan kita. Setidaknya ketika lulusan FMIPA ini berkarir di mana pun itu, mereka punya kepedulian terhadap dunia pendidikan dan punya berbagai saran dan bantuan bagi sekolah, guru, juga pemangku kebijakan.

Mari kita kawal kebijakan Mas Nadiem ini dengan semangat memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia. Semoga Mas Nadiem dan jajaran Kemendikbud mampu mengambil langkah tepat dengan kebijakan Merdeka Belajar untuk perguruan tinggi ini.

***