Yunarto Wijaya menyanggupi akan pindah ke negara komunis jika Prabowo Subianto menang sesuai tawaran penantangnya. Selanjutnya bisa ditebak, komentar miring atas respon Yunarto berhamburan, dari tuduhan dengan menggunakan idiom agama hingga makian berbau rasis.
Benarkah Yunarto takabur dan memutlakkan pendapatnya? Hanya mereka yang tidak membaca konteks yang berpandangan demikian, atau mereka yang telah kehilangan akal sehat. Bukankah Yunarto hanya menerima tantangan. Bayangkan jika Yunarto memilih diam, maka tuduhan bahwa hasil survei Charta Politika yang memenangkan Jokowi akan terus dibully.
Halnya lembaga survei lain yang memenangkan Jokowi, Charta Politika sama sekali tidak berpretensi memutlakkan hasil surveinya. Penting diberi penekanan, Yunarto tidak sedang bertaruh menantang Tuhan seperti seakan-akan digambarkan para haters. Melainkan sedang melayani tantangan mereka yang meledeknya dengan hanya bermodalkan pengamatan serta desas-desus yang sulit dipertanggungjawabkan lewat sains.
Bayangkan jika para pembully Yunarto mendasarkan kesimpulannya hanya dengan memperkirakan jumlah peserta kampanye dan rumor di media sosial misalnya, yang dengan itu lantas menganggap diri paling benar dan menantang orang lain secara terbuka di ruang publik. Bukankah ini yang disebut sikap takabur untuk tidak menyebutnya dungu?
Style Yunarto merespon tantangan para haters sekaligus menjadi momentum menjawab keraguan publik, khususnya pendukung Prabowo kalau survei Charta Politika dilakukan secara profesional dan tidak partisan. Bak pepatah, "Sambil menyelam minum air".
Jika ada yang harus disesali, mengapa Yunarto melayani tantangan mereka yang tidak memiliki latar belakang yang jelas, yang bahkan jika Jokowi yang menang bisa jadi akun-akun tersebut tiba-tiba raib entah ke mana dan publik tidak merasa perlu meminta pertanggungjawaban yang bersangkutan karena dianggap tidak penting. Lagi pula si penantang hanya bermulut besar, tidak merespon saat ditantang balik.
Mengapa Yunarto tidak sekalian bertaruh saja dengan lawan yang seimbang, Fahri Hamzah atau Fadli Zon misalnya. Bukankah dua nama ini yang sangat getol meragukan hasil survei yang memenangkan Jokowi dimana Charta Politika termasuk di antaranya.
Justru sikap diam Yunarto menghadapi berbagai perundungan terhadap Charta Politika menunjukkan sikap profesionalitasnya yang membiarkan setiap orang bebas mengomentari hasil surveinya, dan baru bereaksi saat diserang dan ditantang secara personal.
Inilah bedanya Yunarto Wijaya dibanding para haters.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews