Prabowo dan Para Pemuda Pahlawan Pertempuran Lengkong

Sejak tahun 2005, hari Pertempuran Lengkong, 25 Januari, diperingati setiap tahun sebagai Hari Bakti Taruna Akademi Militer.

Rabu, 26 Januari 2022 | 06:11 WIB
0
272
Prabowo dan Para Pemuda Pahlawan  Pertempuran Lengkong
Pejuang NKRI (Foto: Istimewa)

"We are not the builders of the temple,

We are only the bearers of the stones,

We are the generation that has to perish,

so that a better one may rise from our graves..."

"Kami bukan pembina candi,

Kami hanya pengangkut batu,

Kamilah angkatan yang mesti musnah,

Agar menjelma angkatan baru

Di atas kuburan kami lebih sempurna..."

Sajak ini karya Henriette Roland Hoist, yang ditemukan di saku baju jenasah Kapten Soebianto Djojohadikusumo. Bait-baitnya kemudian diterjemahkan oleh Rosihan Anwar dan diabadikan pada tugu Taman Makam Pahlawan Tangerang. Makam peristirahatan terakhir Kapten Soebianto dan adiknya Kadet Soejono. (lihat: Jejak Perlawanan Begawan Pejuang, Biografi Soemitro Djojohadikusumo, hal. 32-34). 

Tepat hari ini, 76 tahun yang lalu, 25 Januari 1946, kedua adik kandung Prof Soemitro Djojohadikusumo ini bersama 34 perwira dan kadet Akademi Militer Tangerang, gugur. Mereka terlibat bentrokan merebut senjata Jepang dalam sebuah pertempuran yang berat sebelah di daerah Serpong, Tangerang. Al Fatihah untuk para pahlawan remaja pertempuran Lengkong...

Dalam sebuah wawancara televisi sekitar lima tahun yang lalu, calon Presiden Prabowo Subianto pernah berucap, dari kedua pamannya inilah semangat membela tanah air yang wujudnya pada cita-citanya menjadi tentara, tumbuh kuat. 

"Masa saya kanak-kanak, Eyang saya (Margono Djojohadikusumo, pen.) selalu mengajak saya ke kamar kedua paman saya ini bila berkunjung ke rumah beliau. Di sana masih lengkap tersimpan buku-bukunya, ransel, seragam... dan tentu saja kisah pertempuran Lengkong yang selalu diceritakan Eyang. Semua kenangan yang membuat saya tak pernah punya cita-cita lain selain menjadi tentara..." demikian katanya dalam wawancara televisi itu. 

Sumber saya yang lain lalu melanjutkan kisah ini. Tak kuat mengandung pedih hati, Eyang Puteri, Ibu Katoemi Djojohadikusumo, lama sekali tak mampu mengikhlaskan kepergian kedua putera lelakinya. Tahun 1953, ia kemudian mendirikan sekolah di garasi rumahnya, sebagai pelipur lara dan pengingatnya dalam sedih.

Sekolah yang kini berkembang menjadi 8 sekolah dengan 1.000 murid ini dikenal dengan nama Sekolah Sumbangsih.

Saya lalu tercenung, betapa kuatnya jiwa ibu-ibu para putera bangsa yang anak-anaknya memilih membela tanah airnya dengan bertaruh nyawa. Menjadi tentara di masa perang mempertahankan kemerdekaan.

Jangan membayangkan mereka dididik dalam Akademi Militer modern seperti sekarang. Mereka bahkan tak punya ruang terbuka untuk berlatih, karena "ruang" latihannya adalah pertempuran-pertempuran sungguhan. Ketika kemerdekaan baru saja dikumandangkan, mereka menjaganya dengan darah dan nyawa. Pertempuran-pertempuran antara proklamasi, Agresi Militer I dan Agresi Militer II (1945-1948). 

Sejak tahun 2005, hari Pertempuran Lengkong, 25 Januari, diperingati setiap tahun sebagai Hari Bakti Taruna Akademi Militer. 

***