Meningkatnya kasus Omicron di Indonesia membuat pemerintah memperingatkan masyarakat untuk mengurangi mobilitas dan menghindari kerumunan, serta mematuhi protokol kesehatan.
Apa saja yang kita rasakan saat pandemi? Banyaknya peraturan mungkin membuat sebagian orang merasa aneh, akan tetapi mereka perlu disadarkan bahwa semuanya dibuat agar tidak terkena Corona.
Apalagi sekarang virus ini sudah bermutasi menjadi varian beta, gamma, delta, dan terakhir Omicron, sehingga harus benar-benar mematuhi protokol kesehatan.
Dua poin dalam protokol kesehatan yang harus ditaati oleh masyarakat adalah mengurangi mobilitas dan menghindari kerumunan. Juru Bicara Covid-19 dokter Siti Nadia Tarmizi menyatakan bahwa masyarakat harus menghindari kerumunan dan memakai masker, juga wajib vaksinasi. Dalam artian, jika ingin selamat dari Corona, maka harus taat Prokes dan vaksinasi.
Selain memakai masker ganda untuk memperkuat daya filtrasi, maka semua orang wajib mengurangi mobilitas. Memang beberapa bulan ini kasus Corona menurun setelah diberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara ketat di Jawa dan Bali.
Akan tetapi hal ini bukan jadi alasan untuk mereka bebas traveling seperti sebelum masa pandemi, karena setelah masuknya varian Omicron ke Indonesia, jumlah pasien Covid-19 naik lagi dari 200-an ke 500-an per hari.
Pengurangan mobilitas dilakukan karena sudah terbukti, ketika ada pergerakan massal maka otomatis meningkatkan kasus Corona. Apalagi karakteristik virus Covid-19 varian Omicron yang jauh lebih ganas daripada varian delta atau yang lain. Omicron bisa menular 70 kali lebih cepat, dan ketika ada mobilitas masyarakat yang tinggi maka apa yang akan terjadi?
Para epidemiolog memprediksi jika masyarakat nekat melakukan mobilitas tinggi maka di Indonesia akan terjadi serangan Corona gelombang ketiga, yang akan terjadi kira-kira bulan maret 2022. Kita tentu tidak mau hal buruk ini terjadi dan akibat paling jeleknya adalah kematian massal, plus bisa menumbangkan lagi perekonomian nasional.
Untuk mencegah terjadinya efek domino negatif seperti ini tentu semua orang harus disiplin dan rela mengurangi mobilitas, dan pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi WNI, juga WNA, agar tidak bepergian ke luar negeri.
Pasalnya mayoritas kasus Omicron terjadi pada mereka yang pulang dari luar negeri.
Selain mengurangi mobilitas, poin penting lain dalam protokol kesehatan yang harus ditaati adalah mencegah kerumunan. Sayang sekali banyak yang melanggarnya karena mengira masa pandemi sudah selesai atau memang mereka bandel dan nekat membuat kerumunan. Misalnya pada pesta pernikahan di gedung yang mengundang ratusan orang, padahal kapasitas maksimal hanya boleh 50%.
Kerumunan harus dicegah karena ketika ada yang bergerombol, potensi penularan Corona varian Omicron akan lebih besar. Apalagi saat ada perkumpulan, kita cenderung untuk melapas masker agar dikenali oleh orang lain dan ketika berfoto bersama bisa lebih estetik. Saat masker dilepas, di sanalah virus Covid-19 bisa menyerang karena tidak ada perlindungan di bagian mulut dan hidung manusia.
Oleh karena itu jangan marah ketika ada kerumunan, misalnya di pesta atau konser, yang akhirnya dibubarkan oleh tim satgas penanganan Covid. Mereka sedang melaksanakan tugasnya untuk pencegahan Corona dan tidak boleh dihalau begitu saja.
Saat ada virus Covid-19 varian Omicron maka semua orang harus meningkatkan kewaspadaan dan wajib memakai masker, mengurangi mobilitas, dan menghindari kerumunan. Ingatlah bahwa Omicron lebih cepat menular, jadi taati semua poin dalam protokol kesehatan. Vaksinasi juga wajib dilakukan agar memiliki imunitas tubuh yang bagus.
Agung Suwandaru, penulis adalah kontributor Pertiwi Institut
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews