Pemerintah Optimal Mencegah Kluster Covid-19 di Sekolah

Pencegahan corona wajib dilakukan di sekolah-sekolah, agar tidak memicu kluster covid baru. Semua orang harus menaati protokol kesehatan agar selamat dan tidak tertular.

Sabtu, 2 Oktober 2021 | 00:24 WIB
0
136
Pemerintah Optimal Mencegah Kluster Covid-19 di Sekolah
Sekolah tatap muka (Foto: Kementrian Pendidikan)


Pemerintah berusaha keras agar tidak terjadi kluster Covid-19 baru saat pembelajaran tatap muka. Protokol kesehatan juga dijaga dengan ketat, sehingga diharapkan dapat menekan penularan potensi penularan virus Corona.

Sejak awal pandemi Covid-19, anak-anak sekolah online dan lebih dari setahun mereka melakukan pembelajaran jarak jauh. Sekolah daring menjadi pilihan karena maraknya kasus covid di Indonesia. Namun setelah angka pasien corona turun drastis, pemerintah akhirnya membolehkan para murid untuk sekolah offline lagi, meski dengan banyak persyaratan.

Para guru harus sudah divaksin corona sehingga meminimalisir penularan, dan mereka memang menjadi prioritas sejak awal program vaksinasi nasional dimulai di Indonesia. Guru-guru diutamakan karena mereka bekerja di sektor publik dan bertemu dengan banyak orang. Jika gurunya sehat maka otomatis muridnya juga akan sehat dan tidak akan terbentuk kluster baru.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa ada strategi mengoptimalkan pencegahan kluster corona di sekolah, dengan cara active case finding. Di tingkat kabupaten/kota dihitung berapa sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM), lalu diambil 10% untuk sampling, dan dibagi alokasinya berdasarkan kecamatan.

Alokasi berdasarkan kecamatan dilakukan karena menurut ahli epidemi, penularan corona berpotensi terjadi antar kecamatan. Oleh karena itu, wilayah epidemiologis di kecamatanharus dijaga dengan ketat. Kemudian pemerintah mengadakan tes PCR terhadap 30 menit dan 3 guru di 1 sekolah. Jika hasilnya di bawah 1% maka dinyatakan aman dan boleh menyelenggarakan PTM, kecuali yang di kelasnya ada pasien covid.

Menteri Budi menambahkan, jika hasilnya 1-5% maka diadakan tes ke seluruh siswa di sekolah tersebut dan yang positif covid harus kembali belajar di rumah, sedangkan yang sehat (dan tidak sekelas dengan pasien) boleh untuk PTM. Sementara jika hasil tes PCR lebih dari 5% maka semua harus full belajar online selama 14 hari.

Strategi ini dinilai lebih efektif karena hanya mengetes sampel (pada tahap awal) sehingga mempercepat hasilnya untuk keluar. Selain itu, para murid tidak akan takut karena tidak semua dari mereka yang wajib untuk tes PCR, jika hasilnya di bawah 1%. Pengetesan sangat penting karena mereka ada yang belum divaksin corona, karena belum berusia 12 tahun.

Selain pengetesan PCR, maka pemerintah juga memperketat protokol kesehatan di sekolah-sekolah. Pertama, gedung sebelum dimasuki murid harus disterilkan terlebih dahulu, dan sanitasi sekolah juga harus diperhatikan. Penyebabnya karena menjaga kebersihan lingkungan adalah salah satu dari poin protokol kesehatan 10M.

Selain itu, para murid wajib mengenakan masker sampai 2 lapis (masker disposable dan masker kain), untuk memperkuat filtrasi, apalagi corona varian delta lebih ganas dan menular ketika berpapasan dengan pasien covid. Mereka juga harus cuci tangan dengan sabun antiseptik dan membawa hand sanitizer.

Para murid juga wajib menjaga jarak dan tidak boleh membuat kerumunan, oleh sebab itu mereka hanya masuk seminggu 3 kali, karena maksimal 50% dari isi kelas yang boleh masuk. Jika ada kapasitas maksimal maka bisa ada jarak antar siswa. Mereka juga wajib membawa bekal agar lebih higienis dan mencegah penggerombolan saat membeli snack di kantin.

Pencegahan corona wajib dilakukan di sekolah-sekolah, agar tidak memicu kluster covid baru. Semua orang harus menaati protokol kesehatan agar selamat dan tidak tertular. Para guru harus mengingatkan muridnya agar tetap disiplin dan tidak bergerombol, serta tidak boleh melepaskan masker di dalam sekolah. (Ismail)