Malih dan Anjing-Anjing yang Menari!

Keberanian atau kebodohan Malih melontarkan hinaan kepada Jokowi dan polisi, menjadi supplement dan motivasi bagi kelompok-kelompok ini untuk merefresh pikiran-pikiran kebencian anggotanya.

Jumat, 16 Juli 2021 | 09:57 WIB
0
245
Malih dan Anjing-Anjing yang Menari!
Malih dan Anjing-Anjing Yang Menari

"Halo Jokowi an**g, polisi an**g, aku tak takut sama polisi an**g yah'.

Sembari merokok, pria kurus di dalam video itu terus mengatakan tidak takut polisi dan  menyebut Presiden Jokowi dengan sebutan an**g.

"Aku gak takut sama polisi. Halo Jokowi an**g. Aku gak takut sama polisi an**g yah!" ujarnya

Itulah kutipan dari  sebuah video  yang menunjukan seorang pria sedang menghina Presiden Jokowi dan Polisi dengan  sebutan, maaf seekor binatang "anjing".

Dua  hari kemudian tersiar berita penangkapan pria tersebut oleh Polres Bangkalan. Esoknya, muncul video permintaan maaf pelaku  yang ternyata bernama Malih. Gayanya tidak lagi menyakinkan persis ayam yang habis dipresto.

“Saya, pemilik akun TikTok @masmalih376, atas perbuatan saya setelah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Jokowi dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan mengatakan Jokowi anj**g, polisi anj**g,” ucap Malih yang dipandu teks yang ada dihadapannya.

Dengan wajah memelas, ia  juga berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. “Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Presiden Jokowi dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Saya tidak akan mengulangi atas perbuatan saya, wasalamualaikum warahmaullahi wabarakatus,"tutupnya.

Ya begitulah, drama para pecundang di media sosial  yang berakhir dengan memalukan. Awalnya  jagoan tapi ujung-ujungnya jadi pesakitan.

Betapa sombong dan aroganya Malih ketika  melontarkan hinaan dan makian kepada kepala negara dan kepolisian.Seolah, ia penguasa negeri yang kebal senjata dan kebal hukum.

Kasus hate speech yang ditujukan kepada Presiden Jokowi yang terus berulang dan berulang terus membuktikan bahwa aktor-aktor dan Malih-Malih yang lain tidak pernah diam, mereka sedang menunggu giliran untuk mengambil peran pengujar  kebencian, memuaskan hasrat para pengikut dan   penggemar mereka yang selalu merindukan pertunjukan  kebencian tersebut.

Seperti kasus-kasus sebelumnya, ending  dari jalan cerita para pengujar kebencian  sangat mudah ditebak.Persoalan akan  selesai jika pelaku bersedia dipaksa dan diarahkan menyampaikan video permohonan maaf di media sosial.

Permintaan maaf atas kejahatan yang disengaja  seolah jadi senjata pembersih atas  dosa publik yang dilakukannya.

Apakah ini yang namanya kebebasan berekpresi?  Yang selalu  didengung-dengungkan sebagai hak demokrasi warga negara. Atau, ini memang suatu kebodohan yang harus kita maafkan begitu saja?

Terlepas dari apapun motivasi Malih melakukan penghinaan, fokusnya tetap pada apa yang dilakukannya  adalah sebuah pelanggaran hukum, meski perbuatan itu terjadi akibat kebodohannya sendiri. Tidak cukup hanya dengan permohonan maaf,  proses hukum harus terus berjalan,hingga Malih menyadari kebodohannya akut yang dia miliki telah  purna.

Saya tidak ingin mengulit  kasus ini dengan dalil dan pasal-pasal KUHP dan UU ITE. Hanya mempertegas saja  bahwa kita harus sepakat, siapapun pelaku penghinaan kepada kepala negara (Presiden Jokowi) harus diproses hukum, tidak cukup hanya dengan  kata maaf, apalagi kata maaf yang  disampaikan hanya karena terpaksa dan direkayasa.

Negara tidak boleh kalah dengan kebodohan dan perbuatan jahat warga negaranya. Tindakan hukum harus menjadi terapi bagi terbentuknya kecerdasan dan ketaatan masyarakat, agar kasus-kasus seperti ini tidak terulang terus menerus.

Tapikan, meski   pelaku penghinaan  sudah banyak yang ditangkap tetap saja kasus serupa terus terjadi? Bener, coba lihat berapa banyak  pelaku kejahatan seperti pencuri yang telah ditangkap polisi? apakah kasus pencurian tidak terjadi lagi?

Itu karena apa? pikiran- pikiran jahat  itu masih ada! Penghinaan yang dilakukan oleh Malih sudah pasti didasari oleh pikiran jahat, yakni kebenciannya  kepada Presiden Joko Widodo dan Kepolisian Republik Indonesia. Pikiran itu kemudian yang diaktualisasi melalui ungkapan penghinaan.

Persoalannya, pikiran-pikiran kebencian itu tidak berdiri sendiri. Ia dipengaruhi lingkungan, sebut saja interaksi sosial. Maksudnya, disekitarnya Malih atau teman pergaulannya pasti terdapat orang yang punya pikiran-pikiran sama dengan dia, yang mempengaruhi pikirannya, orang-orang yang selalu mengungkapkan kebenciannya kepada Jokowi dan Polisi.

Jika dikaitan dengan tulisan  saya sebelumnya tentang "Literasi Kolektif Melawan Hoaks dan Virus Kebencian", bisa saja tindakan Malih ada hubungannya dengan market hoaks dan kebencian yang sasaran para kelompok pembenci  Jokowi. Selalu ada yang diuntungkan karena pasarnya memang ada, yakni para Kadrun.

Keberanian atau kebodohan Malih melontarkan hinaan kepada Jokowi dan polisi, menjadi supplement dan motivasi bagi kelompok-kelompok ini untuk merefresh pikiran-pikiran kebencian anggotanya kepada Jokowi, agar tetap membuncah tinggi hingga ke awan. Malih mungkin tumbal yang diobral untuk memperluas pasar pembenci  Jokowi. Dia diobral karena kebodohannya sendiri. Ibaratnya, para anjing-anjing itu menari di atas kebodohan Malih!

Tommy Manggus

***