Keberanian atau kebodohan Malih melontarkan hinaan kepada Jokowi dan polisi, menjadi supplement dan motivasi bagi kelompok-kelompok ini untuk merefresh pikiran-pikiran kebencian anggotanya.
"Halo Jokowi an**g, polisi an**g, aku tak takut sama polisi an**g yah'.
Sembari merokok, pria kurus di dalam video itu terus mengatakan tidak takut polisi dan menyebut Presiden Jokowi dengan sebutan an**g.
"Aku gak takut sama polisi. Halo Jokowi an**g. Aku gak takut sama polisi an**g yah!" ujarnya
Itulah kutipan dari sebuah video yang menunjukan seorang pria sedang menghina Presiden Jokowi dan Polisi dengan sebutan, maaf seekor binatang "anjing".
Dua hari kemudian tersiar berita penangkapan pria tersebut oleh Polres Bangkalan. Esoknya, muncul video permintaan maaf pelaku yang ternyata bernama Malih. Gayanya tidak lagi menyakinkan persis ayam yang habis dipresto.
“Saya, pemilik akun TikTok @masmalih376, atas perbuatan saya setelah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Jokowi dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan mengatakan Jokowi anj**g, polisi anj**g,” ucap Malih yang dipandu teks yang ada dihadapannya.
Dengan wajah memelas, ia juga berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. “Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Presiden Jokowi dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Saya tidak akan mengulangi atas perbuatan saya, wasalamualaikum warahmaullahi wabarakatus,"tutupnya.
Ya begitulah, drama para pecundang di media sosial yang berakhir dengan memalukan. Awalnya jagoan tapi ujung-ujungnya jadi pesakitan.
Betapa sombong dan aroganya Malih ketika melontarkan hinaan dan makian kepada kepala negara dan kepolisian.Seolah, ia penguasa negeri yang kebal senjata dan kebal hukum.
Kasus hate speech yang ditujukan kepada Presiden Jokowi yang terus berulang dan berulang terus membuktikan bahwa aktor-aktor dan Malih-Malih yang lain tidak pernah diam, mereka sedang menunggu giliran untuk mengambil peran pengujar kebencian, memuaskan hasrat para pengikut dan penggemar mereka yang selalu merindukan pertunjukan kebencian tersebut.
Seperti kasus-kasus sebelumnya, ending dari jalan cerita para pengujar kebencian sangat mudah ditebak.Persoalan akan selesai jika pelaku bersedia dipaksa dan diarahkan menyampaikan video permohonan maaf di media sosial.
Permintaan maaf atas kejahatan yang disengaja seolah jadi senjata pembersih atas dosa publik yang dilakukannya.
Apakah ini yang namanya kebebasan berekpresi? Yang selalu didengung-dengungkan sebagai hak demokrasi warga negara. Atau, ini memang suatu kebodohan yang harus kita maafkan begitu saja?
Terlepas dari apapun motivasi Malih melakukan penghinaan, fokusnya tetap pada apa yang dilakukannya adalah sebuah pelanggaran hukum, meski perbuatan itu terjadi akibat kebodohannya sendiri. Tidak cukup hanya dengan permohonan maaf, proses hukum harus terus berjalan,hingga Malih menyadari kebodohannya akut yang dia miliki telah purna.
Saya tidak ingin mengulit kasus ini dengan dalil dan pasal-pasal KUHP dan UU ITE. Hanya mempertegas saja bahwa kita harus sepakat, siapapun pelaku penghinaan kepada kepala negara (Presiden Jokowi) harus diproses hukum, tidak cukup hanya dengan kata maaf, apalagi kata maaf yang disampaikan hanya karena terpaksa dan direkayasa.
Negara tidak boleh kalah dengan kebodohan dan perbuatan jahat warga negaranya. Tindakan hukum harus menjadi terapi bagi terbentuknya kecerdasan dan ketaatan masyarakat, agar kasus-kasus seperti ini tidak terulang terus menerus.
Tapikan, meski pelaku penghinaan sudah banyak yang ditangkap tetap saja kasus serupa terus terjadi? Bener, coba lihat berapa banyak pelaku kejahatan seperti pencuri yang telah ditangkap polisi? apakah kasus pencurian tidak terjadi lagi?
Itu karena apa? pikiran- pikiran jahat itu masih ada! Penghinaan yang dilakukan oleh Malih sudah pasti didasari oleh pikiran jahat, yakni kebenciannya kepada Presiden Joko Widodo dan Kepolisian Republik Indonesia. Pikiran itu kemudian yang diaktualisasi melalui ungkapan penghinaan.
Persoalannya, pikiran-pikiran kebencian itu tidak berdiri sendiri. Ia dipengaruhi lingkungan, sebut saja interaksi sosial. Maksudnya, disekitarnya Malih atau teman pergaulannya pasti terdapat orang yang punya pikiran-pikiran sama dengan dia, yang mempengaruhi pikirannya, orang-orang yang selalu mengungkapkan kebenciannya kepada Jokowi dan Polisi.
Jika dikaitan dengan tulisan saya sebelumnya tentang "Literasi Kolektif Melawan Hoaks dan Virus Kebencian", bisa saja tindakan Malih ada hubungannya dengan market hoaks dan kebencian yang sasaran para kelompok pembenci Jokowi. Selalu ada yang diuntungkan karena pasarnya memang ada, yakni para Kadrun.
Keberanian atau kebodohan Malih melontarkan hinaan kepada Jokowi dan polisi, menjadi supplement dan motivasi bagi kelompok-kelompok ini untuk merefresh pikiran-pikiran kebencian anggotanya kepada Jokowi, agar tetap membuncah tinggi hingga ke awan. Malih mungkin tumbal yang diobral untuk memperluas pasar pembenci Jokowi. Dia diobral karena kebodohannya sendiri. Ibaratnya, para anjing-anjing itu menari di atas kebodohan Malih!
Tommy Manggus
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews