Stupidity

Tidak adanya rasa khawatir terhadap kemungkinan salah atas pandangan atau pemahaman yang melekat pada diri kita, bisa jadi inilah sumber kebodohan sebenarnya.

Rabu, 30 Desember 2020 | 20:44 WIB
0
347
Stupidity
Ilustrasi kebodohan (Foto: bincangsyariah.com)

Saya berusaha merenungi kata-kata yang viral belakangan ini. "We are fighting two pandemics. Covid-19 and Stupidity". Kata-kata itu terdengar singkat dan tajam. Dua jenis musuh ini rupanya menyatu, yang satu dari luar tubuh kita, dan satu lainnya ada dalam diri kita sendiri. Hasilnya, COVID-19 bercumbu dengan KEBODOHAN.

Kalau Covid-19, anggaplah virus ini datang karena sepenuhnya kehendak Tuhan. Namun, apakah "stupidity" itu sesuatu yang "given", atau seakan turun dari langit begitu saja? Rasanya tidak.

Saya meyakini, kedunguan yang melekat pada diri kita itu menjadi ada dan bahkan terbangun karena sadar atau tidak, kita sendiri yang memelihara atau bahkan memupuknya.

Apa yang menjadi pupuk "stupidity" yang melekat pada diri kita itu? Bisa jadi emosi kita, keras kepala kita, atau ketidak-perdulian yang telah lama melekat pada diri kita. Ataukah pupuk itu adalah menyatunya sifat malas dan sombong pada diri kita sehingga kita tak sedikitpun sudi mendengar beragam pandangan, informasi, dan ilmu yang berbeda dari yang selama ini kita pahami.

Kita hanya terpaku pada satu atau beberapa sumber saja. Tak mau menengok sumber lain dari mana pun datangnya.

Yang paling sulit dihilangkan adalah ketika stupidity itu dibungkus rapat oleh keyakinan diri bahwa pemahaman yang kita miliki adalah yang paling benar, dan yang lain salah.

Tidak adanya rasa khawatir terhadap kemungkinan salah atas pandangan atau pemahaman yang melekat pada diri kita, bisa jadi inilah sumber kebodohan sebenarnya. Perselisihan antara orang yang merasa paling benar melawan orang yang juga merasakan hal yang sama, menjadi persateruan yang paling sulit dilerai dan paling banyak memakan energi.

Jangan-jangan, pada saat ini kita tengah memperagakan pertandingan "kebodohan melawan kebodohan yang lain." Sialnya kita sangat serius dalam memperagakan pertandingan itu dan kita tak tahu sampai kapan kita akan mengakhirinya.

Duh..ampun deh! 

***