Daging ulama itu sangat beracun. Kita tunggu saja bagaimana azab yang bakal mereka derita sekiranya mereka tidak bertaubat.
Denny Siregar, Arya Permadi dan Eko Kunthadi itu setara lalat busuk yang habitatnya ditempat-tempat busuk bila dibandingkan dengan Ustad Abdul Somad yang selalunya berada di tempat-tempat yang bersih dan mulia, di majelis-majelis keilmuan yang sangat dirahmati.
Keilmuan mereka palingan seupilnya UAS.
Mereka memang benar-benar mahluk hina, mahluk rendahan yang tak tau diri, sehingga tanpa malu berani merendahkan beliau.
Benar karakternya agak keras dan cenderung blak-blakan yang kemungkinan besar dikarenakan faktor genetis dan lingkungan dimana beliau dibesarkan. Namanya juga karakter ya, gak cocok bila dibandingkan dengan karakter AA Gym atau UAH misalnya, sebagaimana berbedanya karakter Abu Bakar dengan Umar.
Begitupun, karakternya masih dalam batas-batas kewajaran. Seluruh penyampaian dakwahnya selalu dilandasi dengan dalil-dalil keagamaan yang sangat kokoh.
Saya sendiri pernah duduk bersamanya dalam satu halkah kecil yang terdiri dari empat-lima orang beberapa tahun yang lalu di Medan. Wajahnya terang dan bersih, berada disampingnya menenteramkan hati.
Entah apa alasan mereka dan para pengikut fanatiknya ngecap beliau sebagai sosok radikal, sosok ekstrimis pemecah belah bangsa. Mata hati dan pikirannya nampaknya memang sudah dibutakan oleh hubbud dunya.
Daging ulama itu sangat beracun. Kita tunggu saja bagaimana azab yang bakal mereka derita sekiranya mereka tidak bertaubat. Biasanya tidak begitu lama.
[- Rahmad Agus Koto -]
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews