Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari banyak agama. Oleh sebab itu, toleransi dalam beragama menjadi salah satu kunci bagi kemajuan bangsa.
Sudahkah bangsa ini bangkit dari masa pandemi? Keadaan pandemi adalah pukulan kedua setelah krisis moneter 1998 lalu dan pemerintah berusaha keras agar situasi negara, terutama di bidang finansial, menjadi stabil.
Berbagai strategi dilakukan, mulai dari membuat UU baru, meningkatkan investasi, hingga mempromosikan toleransi beragama.
Mengapa harus toleransi beragama? Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan bahwa toleransi bisa meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan, yang menjadi modal penting untuk membangun bangsa Indonesia ke depannya.
Bhinneka tunggal ika bukan hanya simbol yang dihafal tetapi memiliki makna yang luas, karena kita punya banyak perbedaan tapi ditakdirkan untuk satu tujuan.
Ketika ada toleransi tentu perdamaian selalu ada di Indonesia. Misalnya ketika akhir tahun, ketika umat Nasrani akan merayakan Natal. Maka penjagaan akan makin ketat, mulai dari jalanan hingga di depan rumah agama.
Aparat yang menjaga tidak selalu memiliki keyakinan yang sama, dalam artian mereka tidak merayakan Natal tetapi ikut mencegah terjadinya kekacauan agar umat bisa beribadah dengan tenang.
Contoh toleransi yang lain adalah ketika hari raya Idul Fitri. Para tamu yang datang saat open house bukan hanya para muslim tetapi juga tetangga dan rekan kerja yang memiliki keyakinan lain. Mereka saling bermaafan dan larut dalam kebersamaan, serta bertoleransi karena menghormati satu sama lain, walau berbeda akidah.
Toleransi seperti ini yang akan jadi modal besar untuk memajukan bangsa Indonesia. Penyebabnya karena jika umat kompak bersatu (walau keyakinannya berbeda) maka akan bahu-membahu dalam membangun Indonesia.
Contohnya ketika ada bencana banjir di suatu tempat, mereka kompak membawa donasi serta membantu evakuasi, tanpa harus bertanya agamamu apa?
Ketika semua WNI bersatu tanpa membeda-bedakan keyakinannya maka akan saling kompak dalam memajukan Indonesia. Misalnya dengan membuat perusahaan dengan sistem kerja sama dan beberapa investor memiliki keyakinan berbeda tetapi mereka tidak mempermasalahkannya. Perbedaan bukanlah halangan untuk saling percaya dalam bidang entrepreneur.
Sebaliknya, jika tidak ada toleransi, maka akan kacau-balau. Bayangkan jika banyak anak muda yang intoleran, maka ketika ada hari raya agama tertentu situasi akan jadi runyam. Penjagaan makin ketat karena takut ada penyerangan dan tawuran.
Oleh karena itu kita perlu untuk lebih sering dalam mempopulerkan toleransi beragama, agar Indonesia jadi damai dan WNI kompak untuk membangun bangsa. Apalagi di masa pandemi, ketika kita bangkit dari masa suram, perlu adanya kerja sama untuk memajukan Indonesia. Jika semuanya saling bertikai maka mustahil bangsa ini maju.
Untuk makin menggaungkan toleransi beragama maka perlu ditambah pelajaran budi pekerti yang mengajarkan juga toleransi kepada para murid, mulai dari level SD hingga SMA. Mereka perlu sejak dini diajari bertoleransi, agar tidak menjadi pribadi yang intoleran di masa dewasa.
Toleransi beragama juga perlu diviralkan lagi agar banyak orang yang paham bahwa menghormati teman yang memiliki keyakinan lain itu tidak berdosa. Penyebabnya karena mereka yang punya keyakinan lain adalah saudara dalam kemanusiaan.
Untuk memajukan Indonesia maka toleransi beragama perlu digaungkan lagi agar semuanya paham bagaimana cara menghormati satu sama lain. Kita wajib membangun bangsa dan menjaga kekompakan, Oleh karena itu perlu untuk menambah bab toleransi dalam kurikulum pendidikan.
Muhammad Yasin, Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews